JAKARTA - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi mengungkapkan awal pertemuannya dengan Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto. Ketika itu menantunya Rezky Herbiyono mendapat somasi dari Hiendra terkait proyek kerjasama Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).

Hal itu diungkapkan Nurhadi saat diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Jumat (26/2/2021).

Jaksa memulai pemeriksaan pertama terhadap Nurhadi dan menanyakan somasi Hiendra terhadap Rezky.

"Somasi yang diajukan Hiendra. Saudara tahu?" tanya Tim Anggota JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di persidangan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Gresnews.com, Jum`at (26/2/2021).

Menjawab pertanyaan Jaksa, Nurhadi menjelaskan bahwa dia mengetahui somasi itu pada saat Rezky maupun istri Nurhadi menyewa rumah di Kemang, Jakarta Selatan.

"Nah pada saat itu, sore menjelang malam setelah sholat maghrib, saya lihat ada amplop putih gak dilem, saya buka ternyata isinya somasi. Somasi dari atas nama Hiendra kepada Rezky tentang kerjasama. Intinya deadline tentang PLTMH segera untuk diselesaikan. Karena tahun 2016 itu deadlinenya, kalau ga salah," jelas Nurhadi.

Kemudian, lanjut Nurhadi, pada malam hari dia menanyakan mengenai somasi itu ke Rezky. Rupanya ada kerja sama antara Rezky dengan Hiendra tentang PLTMHdi Jatim.

"Karena ini somasi berarti serius sehingga saya tidak percaya begitu saja. Lalu meminta Rezky, agar saya dipertemukan dengan Hiendra," katanya.

Selanjutnya, lima hari kemudian, Rezky mempertemukan Nurhadi dengan Hiendra. Lalu Nurhadi menanyakan apakah benar Hiendra berkawan dengan Rezky dan kenapa perkara ini terjadi.

"Pak Hiendra bilang mohon maaf! Bapak gak tahu semua, perjanjian ini kan berakhir 2016 tapi ini ga bisa, sementara saya naruh modal 30-an (miliar). Saya tidak panjang hanya 10-15 menit bicara (dengan) Hiendra, yang saya sampaikan adalah Rezky saya panggil, duduk kita bertiga. Saya ngomong, Pak Hiendra kan berkawan lama sama Rezky tolong selesainya harus baik-baik. Saya bilang Rez, kamu tanggung jawab," terang Nurhadi.

Jaksa menanyakan lagi bahwa setahu Jaksa, Rezky itu sudah dewasa dan pendidikannya sarjana hukum. "Apakah menurut saudara Rezky gak mampu selesaikan masalah sendiri?" cecarnya.

Menurut, Nurhadi, perkara tersebut bukan masalah hukum tapi itu persoalan proyek kerjasama dimana ada hal-hal teknis dan ada keterlambatan pengerjaan proyek.

"Nah yang saya amati gitu. Sementara Rezky sudah terima transfer-transfer keuangan Hiendra," jawabnya.

"Darimana saksi tahu kalau Rezky telah terima transfer dari Hiendra?" tanya jaksa kembali.

Nurhadi menuturkan, dia mengetahui sejak akhir Juni 2016 saat bertemu dengan Hiendra. Lalu dua pekan kedepannya bertemu dengan Iwan Liman. Besok harinya, Hiendra, Iwan Liman, Rezky, Aulia (anak Nurhadi/istri Rezky), dan istri Nurhadi bertemu duduk bersama untuk bermusyawarah di daerah Kemang Jakarta Selatan.

"Saya tanya, apa sebetulnya yang terjadi kamu (Rezky) dengan Hiendra dan Iwan Liman dan lain-lain. Yang disampaikan Rezky poin besarnya dengan Iwan Liman. Mereka sangat ketakutan sekali sama saya," ujar Nurhadi.

Hal itu, kata dia, karena dirinya sudah biasa mendidik kepercayaan kepada Rezky dan memberikannya secara penuh. Namun bila disalahgunakan maka selamanya tidak akan diberikan kesempatan lagi.

"Selama ini saya beri kepercayaan, saya diamkan aja. Dan Rezky gak berani bicara sesuatu ke saya. Jadi ada koreksi saya juga. Akhirnya terbuka semuanya, (pada) 17 Juli Iwan cerita semuanya, dan saya tahu hutang-hutang kaitan transfer Hiendra," tutur Nurhadi.

Untuk hutang Rezky itu, Jaksa mempertanyakan berapa jumlahnya. Nurhadi mengatakan total yang di transfer Hiendra ke Rezky Rp35,8 miliar.

Menurut Nurhadi, dari keterangan Rezky uang itu digunakan untuk kerjasama Hiendra. Selain itu untuk untuk keperluan Rezky, sebagian untuk biaya konsultan dan sisanya untuk kebutuhan Rezky.

"Bukan kebutuhan sehari-hari. Untuk keperluan. Saya gak tau apa itu dibelikan jam untuk dibisniskan atau itu tas untuk dijual lagi dan sebagainya," kata Nurhadi.

Jaksa menanyakan kembali, penggunaan uang tersebut bisa dirinci untuk digunakan apa saja. Nurhadi pun menjawab bahwa secara detail dia tidak terlalu mengetahuinya.

"Saya detail gak tau. Tapi global yang disampaikan Rezky dibelikan jam untuk dijual belikan dan tas. Yang saya tahu itu. Tambah lagi mobil dia sampaikan itu," pungkasnya.

Dalam perkara ini, mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono didakwa menerima gratifikasi senilai Rp37.287.000.000 dari sejumlah pihak yang berperkara dilingkungan Pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali.

Selain itu, Nurhadi dan menantunya juga turut didakwa menerima suap Rp45.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto. Uang suap tersebut diberikan agar memuluskan pengurusan perkara antara PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN) terkait dengan gugatan perjanjian sewa menyewa depo kontainer.

Atas perbuatannya tersebut, Nurhadi dan Rezky didakwa melanggar Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (G-2)

 

 

BACA JUGA: