JAKARTA - Jaksa Penuntut mum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Harry van Sidabukke yang berprofesi sebagai konsultan hukum menyuap mantan Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara dan sejumlah pejabat di Kementerian Sosial dengan total nilai sebesar Rp1,28 miliar.

Menurut JPU suap itu diberikan terkait penunjukkan terdakwa sebagai penyedia bantuan sosial (bansos) Covid-19 Kementerian Sosial tahun 2020 untuk wilayah Jabodetabek.
"Perbuatan terdakwa memberikan uang fee operasional yang seluruhnya sebesar Rp 1.280.000.000,00 kepada Juliari Peter Batubara, Adi Wahyono, dan Matheus Joko Santoso," kata Tim Anggota JPU, Muhammad Nur Azis membacakan dakwan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, diikuti oleh Gresnews.com, Rabu (24/2/2021).

Jaksa menjelaskan uang suap tersebut diberikan secara bertahap melalui dua pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono.

Menurut Jaksa, tindak pidana suap bermula saat Harry Van Sidabukke mendapat informasi perihal proyek bansos sembako dalam penanganan dampak Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Kemensos pada April 2020.

Kemudian, terdakwa mencoba menemui Pepen Nazaruddin selaku Direktur Jenderal dan Mokhamad O Royani selaku Sekretaris pada Direktorat Jenderal Perlindungan Jaminan Sosial Kemensos. Terdakwa datang untuk menanyakan perihal proyek bansos tersebut.

Dari pertemuan itu terdakwa mendapat saran dari Royani agar berkoordinasi dengan Rizki Maulana. Tujuannya, untuk mengajukan penawaran proyek tersebut dengan menggunakan PT Mandala Hamonangan Sude.

Namun PT Mandala Hamonangan Sude tidak memenuhi kualifikasi. Selanjutnya atas saran Achmad Gamaluddin Moeksin, terdakwa menemui Lalan Sumaya selaku Direktur Operasional PT Pertani (Persero) yang telah ditunjuk pada tanggal 15 April 2020 sebagai salah satu penyedia barang dalam pengadaan bansos untuk dapat menjadi supplier bagi PT Pertani (Persero).

Selanjutnya, Harry menemui Lalan untuk membahas kerja sama itu pada 16 April 2020. Akhirnya, mereka berdua sepakat terdakwa menjadi supplier barang-barang non beras dalam proyek bansos tersebut. Tapi dalam kerja sama itu, terdakwa bertanggung jawab untuk menanggung biaya operasional dalam hal apapun dengan pihak luar.

"Selanjutnya sebagai perwakilan PT Pertani (Persero), terdakwa menghadap kepada Victorus Saut Hamonangan Siahaan selaku Kepala Sub Direktorat Penanganan Bencana Sosial & Politik pada Direktorat PSKBS Kementerian Sosial dan PPK Reguler Direktorat PSKBS untuk memaparkan spek barang, jenis, jumlah, kesiapan gudang," tutur jaksa.

Lalu terdakwa menemui Matheus yang sebelumnya ditunjuk oleh Juliari sebagai PKK untuk membahas proses administrasi pengadaan proyek.

Selain itu, dalam pertemuan yang berlangsung di ruang kerja Matheus, terdakwa juga diperkenalkan dengan Agustri Yogasmara selaku pemilik kuota paket bansos.

"Beberapa hari kemudian, bertempat di Kementerian Sosial Jalan Salemba Raya No. 28, Jakarta Pusat, terdakwa melakukan pertemuan dengan Agustri. Pada pertemuan itu Agustri meminta uang fee yang disanggupi terdakwa," ujarnya.

Setelah itu, berdasarkan Keputusan Menteri Sosoal, Juliari yang menunjuk Adi Wahyono sebagai kuasa pengguna anggaran, mengarahkan untuk menarik atau mengumpulkan uang fee komitmen sebesar Rp10.000 per paket dan juga uang fee operasional dari penyedia bansos sembako.

Atas hal itu, PT Pertani (Persero) mendapatkan kuota paket bansos sembako sebanyak 90.366 paket, terdakwa memberi uang ke Matheus sebesar Rp100 juta pada tahap 1.

Lalu PT Pertani (Persero) kembali mendapatkan kuota paket bansos sebanyak 80.177 paket serta paket komunitas sebanyak 50.000 paket pada tahap 3. Sehingga, terdakwa kembali memberikan uang sebagai operasional yang diminta Juliari melalui anak buahnya.

"Sehingga Matheus mengingatkan terdakwa untuk memberikan uang fee operasional. Selanjutnya terdakwa memberikan uang fee operasional dalam bentuk dolar Singapura kurang lebih senilai Rp100 juta," terang Jaksa Nur Aziz.

Kemudian, hal itu pun terjadi pada tahap 5 dan tahap 6. PT Pertani (Persero) yang mendapatkan jatah kuota sebanyak 75.000 pada tahap 5 dan 150.000 pada tahap 6 kembali memberikan uang yang masing-masing dalam bentuk dolar Singapura atau senilai Rp100 juta kepada Matheus.

Pada tahap 7, terdakwa yang menggunakan PT Mandala Hamonangan Sude mendapatkan kuota 180.000 paket bansos. Sehingga, Harry memberikan opersional fee kepada Matheus sebesar Rp180 juta dan kepada Adi senilai Rp50 juta.

Lalu terdakwa memberikan uang lagi kepada Matheus sebesar Rp150 juta. Uang itu merupakan operasional fee pada tahap 8 pengadaan bansos sebanyak 188.713 paket.

Pemberian uang masih terjadi pada tahap 9 dan 10 pengadan paket bansos. Di tahap 9, terdakwa yang menggunakan PT Mandala Hamonangan Sude mendapat kuota sebanyak 200.000 paket.

"Sehingga pada awal September 2020, bertempat di parkiran P-1 Kantor Kementerian Sosial, Cawang Kencana, Jakarta Timur, terdakwa memberikan uang fee operasional sebesar Rp200 juta kepada Matheus melalui Sanjata yang merupakan supirnya," ungkap Jaksa.

Kemudian pada September 2020 bertempat di Club RAIA, terdakwa memberikan uang fee operasional sebesar Rp50 juta kepada Matheus. Selain itu, terdakwa juga memberikan uang fee kepada Adi sebesar Rp50 juta di ruang kerja Adi pada Biro Umum Kementerian Sosial.

Rangkaian pemberian operasional fee itu berakhir pada tahap 10. PT Pertani (Persero) dan PT PT Mandala Hamonangan Sude mendapatkan kuota paket sebanyak 175.000 paket. Sehingga terdakwa memberikan uang fee operasional sebesar Rp200 juta kepada Matheus dengan cara melalui sopirnya.

Dengan runutan proses suap itu, Harry Van Sidabukke mendapatkan proyek pengadaan paket sembako sebanyak 1.519.256 paket melalui PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude.

Atas perbuatannya tersebut, Harry Van Sidabukke didakwa Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (G-2)

BACA JUGA: