JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo disebut memerintahkan bawahannya untuk membeli delapan sepeda dengan total harga Rp 168 juta. Selain itu juga muncul kesaksian adanya uang titipan dari pengusaha untuk Edhy lewat perantara.

Hal itu disampaikan staf khusus Edhy, Safri, saat bersaksi dalam sidang kasus suap ekspor benur dengan terdakwa Suharjito, pemilik sekaligus direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP).

Dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Albertus Usada, saksi Safri yang juga menjadi wakil ketua Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster menjelaskan pada Juni 2020 bawahan Suharjito dari PT DPPP yaitu Agus untuk pertama kali menemuinya.

Dalam pertemuan itu disampaikan mengenai perizinan ekspor benih lobster untuk melengkapi dokumen dan berkas lainnya terlebih dulu. Kemudian masih pada bulan yang sama, Agus dan Suharjito bertemu Safri di kantor KKP dan menyampaikan titipan.

"Apa yang disampaikan Agus?" tanya anggota Tim JPU KPK Hendra Eka Saputra di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Gresnews.com, Rabu (24/2/2021).

Safri mengatakan bahwa Suharjito menyampaikan titipan uang melalui dirinya. Namun berapa jumlah uang tersebut dia tidak mengetahuinya karena tidak menghitungnya.

Kemudian Jaksa menanyakan soal uang itu diperuntukkan untuk siapa. "Saya pikir karena diberi oleh temannya Pak Menteri. Ya, saya ambil Pak. Saya sampaikan ke Amiril," jawab Safri.

Namun Safri mengatakan maksud tujuan pemberian uang itu untuk apa, ia tidak tahu karena hanya diberikan begitu saja. Lantas setelah itu Suharjito pergi.

Setelah menerima uang titipan tersebut lalu Safri memberikannya ke Amiril Mukminin, Sekretaris Pribadi Menteri KKP Edhy Prabowo. Hal itu lantaran, Amiril menanyakan ada titipan kepadanya.

Safri menjelaskan mengapa dia memberikan uang titipan itu ke Amiril terkait perizinan, hal itu karena Amiril adalah Sekretaris Menteri KKP, Edhy Prabowo.

Selain itu, Safri mengungkapkan pada pertemuan berikutnya dengan Suharjito dikantornya, atas permintaan Suharjito untuk memberikan uang kepada Safri.

"Suharjito dengan Pak Agus, Apa yang dibicarakan?" tanya jaksa.

"Dia ngasih uang ke saya," jawab Safri.

Uang yang diberikan Suharjito kepada Safri sebesar Sing$26 ribu. Safri melihat dan menghitung uang tersebut.

"Saya pikir dia ngasih saya karena usahanya yang besar sudah lancar. Jadi hanya dia kasih ini saja ke saya," tuturnya.

Uang yang diterimanya itu, menurut Safri, untuk kepentingan pribadinya saja. Dan bukan titipan seperti yang sebelumnya.

Kemudian pada bulan Agustus 2020 Safri menerima uang melalui rekening Staf khusus Iis Rosita, Ainul Faqih sebesar Rp168 juta untuk keperluan pembelian delapan unit sepeda atas permintaan Menteri KKP Edhy Prabowo. Dengan nominal per unit sepeda seharga Rp14,8 juta.

"Perintah pak menteri maksudnya?" cecar jaksa.

"Secara langsung Pak Menteri perintah kepada Amiril yang meminta, karena beli sepeda itu, susah nyari sepeda," jawab Safri.

Menurut Safri, Amiril mengatakan kepadanya mau beli sepeda delapan unit. "Dia bilang mau beli sepeda, pak, delapan biji. Oh ya, saya bilang ada nanti, ada teman saya yang bisa nyari," jelasnya.

Maksud teman yang dikatakan Safri adalah Hermanus yang bisa mengusahakan pembelian sepeda tersebut. Lalu Safri meminta uang pembelian sepeda itu dari Amiril, dan langsung ditransfer sebesar Rp168 juta.

Setelah delapan unit sepeda dibeli dan langsung mengirimkan ke rumah dinas Edhy Prabowo, di komplek Widya Candra, Jakarta.

"Karena sepedanya di rumah dinas," tukasnya.

Selaku rekanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Suharjito didakwa telah menyuap Menteri KKP Edy Prabowo sebesar US$103 ribu dan Rp760 juta dalam kurun waktu Mei hingga November 2020 silam.

Dalam dakwaan, pemberian uang suap kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tersebut dilakukan melalui perantara dan bekerja sama dengan Safri dan Andreau Misanta Pribadi selaku Staf Khusus Menteri KP-RI.

Selain itu, pemberian itu juga dilakukan melalui Amiril Mukminin selaku Sekretaris Pribadi Edy Prabowo, Ainul Faqih selaku staf Pribadi Iis Rosita Dewi istri menteri dan Siswadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI) sekaligus pendiri PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

Dari Juli 2020 sampai dengan November 2020 Nini bagian keuangan PT ACK setiap satu bulan sekali membagikan uang yang diterima dari terdakwa Suharjito dan perusahaan-perusahaan eksportir BBL lainnya secara bertahap melalui transfer kepada pemilik saham PT ACK seolah-olah sebagai dividen.

Antara lain Achmad Bachtiar sebesar Rp12.312.793.625 melalui Bank BNI. Amri sebesar Rp12.312.793.625 melalui Bank BNI, Yudi Surya Atmaja sebesar Rp5.047.074.000 melalui Bank BCA.

Uang yang menjadi bagian Achmad Bachtiar dan Amri selaku pemilik saham PT ACK yang dikelola oleh Amiril Mukminin yang memegang buku tabungan dan kartu ATM milik Achmad Bachtiar dan Amri atas sepengetahuan Edhy Prabowo.

Selanjutnya, Amiril Mukminin mengirim uang tersebut ke rekening BNI atas nama Ainul Faqih. Kemudian oleh Faqih uang tersebut digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan Iis Rosita Dewi.

Atas perbuatannya tersebut, dalam dakwaan kesatu, Suharjito didakwa telah melanggar tindak pidana dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Kemudian dalam dakwaan kedua Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (G-2)

BACA JUGA: