JAKARTA - Saksi M Zaini Hanafi, pejabat di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan mantan Menteri KKP, Edhy Prabowo pernah meminjam uang untuk pembelian Tas Hermes, Parfum Hermes dan Syal/Bros Hermes untuk istrinya Iis Rosita Dewi ketika belanja di toko Hermes. Hingga kini Edhy belum membayar utang tersebut.

Hal tersebut terungkap dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito dengan agenda pemeriksaan saksi. Jaksa penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan salah satu saksi yaitu, Plt Dirjen Perikanan Tangkap KKP dan juga Pejabat Definitif Staf Ahli Menteri Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antar Lembaga, M Zaini Hanafi terkait dugaan suap ekspor benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

"Ada Pak Menteri pinjam kartu kredit kepada Saudara (Zaini)?," tanya Anggota Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Gresnews.com, Rabu (17/2/2021).

Zaini membenarkan bahwa mantan Menteri KKP itu meminjam kartu kredit kepadanya. Hal itu terjadi Ketika berada di Hawai, Amerika Serikat. Ikut bersama, antara lain Edhy Prabowo, Iis Rosita Dewi, Zaini, Haikal, Muchtar Ngabalin dan beberapa lainnya.

Kemudian, Edhy Prabowo dan istri ingin membeli jam Rolex namun kuota kartu kredit atau kartunya habis. Lalu Edhy bertanya ke Zaini untuk meminjam kartu kreditnya.

"Pak Zaini bawa kartu kredit gak? Bawa Pak. Bisa dipakai nggak, saya pinjem. Ternyata pas dicoba tidak bisa. Seharusnya sebelum berangkat itu kalau mau pakai, itu seharusnya lapor dulu ke bank, kalau saya mau pergi ke Amerika, baru bisa dipakai. Karena saya tidak lapor dulu, jadi tidak bisa dipakai," jelas Zaini.

Akhirnya saat itu tidak jadi berbelanja. Lalu esok harinya, istri Edhy Prabowo pergi ke toko Hermes untuk berbelanja.

"Besok paginya. Besok paginya baru meminjam kartu kredit lagi itu untuk membeli tas Hermes, kemudian parfum, sama syal kalau tidak salah," terang Zaini.

Menurutnya, Iis meminjam kartu kredit Zaini untuk belanja membeli tas, parfum, sepatu dan syal di toko Hermes.

Zaini memperinci pengeluaran dalam kurs dollar Amerika Serikat antara lain, tas Hermes US$2.600, parfum Hermes US$300, syal/bros Hermes US$2.200, dan 4. sepatu seharga US$9.100.

Zaini mengatakan bahwa pinjaman kartu kreditnya itu atas permintaan dari Edhy Prabowo bukan dari penawaran darinya.

Pinjaman tersebut sampai saat ini belum dikembalikan sama sekali. Zaini berniat untuk tetap menagih hutang tersebut untuk dilunasi. "Tapi akan saya tagih. Karena pinjam pak. Kalau enggak ditagih di akhirat," ujarnya.

Majelis hakim pun menegaskan akan meminta keterangan dari Iis Rosita Dewi juga nanti. "Apakah pinjam atau saudara yang nawarin?," cecar hakim. Kemudian Zaini, mengiyakan dan siap dikonfirmasi ke istri Edhy Prabowo tersebut.

Sebelumnya, keberangkatan Zaini bersama Menteri KKP, Edhy Prabowo bersama rombongan pada November 2020 itu dalam kaitannya dengan Perikanan Tangkap. Karena akan meninjau ABK Indonesia yang bekerja di atas kapal Amerika Serikat. Selain itu juga berkaitan dengan lobi usaha budidaya.

Dalam surat dakwaan, Suharjito didakwa telah menyuap Menteri Kelautan dan Perikanan (KP-RI) Edy Prabowo sebesar US$103 ribu dan Rp760 juta dalam kurun waktu bulan Mei hingga November 2020 silam.

Menurut Anggota Tim JPU KPK Hendra Eka Saputra Terdakwa Suharjito telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut.

"Yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi sesuatu berupa uang seluruhnya US$103.000 dan Rp706.055.440 kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yaitu kepada Edhy Prabowo selaku Menteri KKP," kata Hendra ketika membacakan surat dakwaan Kamis, (11/2/2021).

Menurut Jaksa, pemberian suap itu agar Edhy Prabowo agar mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budidaya sebagai salah satu syarat pemberian izin ekspor Benih/Benur Lobster (BBL) kepada PT DPPP, milik Suharjito.

"Yaitu, dengan maksud supaya Edhy Prabowo melalui Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budidaya sebagai salah satu syarat pemberian izin ekspor Benih Bening Lobster (BBL) kepada PT DPPP," jelas Hendra.

Adapun pemberian Uang suap kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Edy Prabowo tersebut dilakukan melalui perantara dan bekerja sama dengan Safri dan Andreau Misanta Pribadi selaku Staf Khusus Menteri KP-RI.

Selain itu, pemberian itu juga dilakukan melalui Amiril Mukminin selaku Sekretaris Pribadi Edy Prabowo, Ainul Faqih selaku staf Pribadi Iis Rosita Dewi istri menteri dan Siswadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI) sekaligus Pendiri PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

Singkatnya, Edhy Prabowo menerbitkan Keputusan Menteri KP-RI (Kepmen KP-RI) Nomor:53/KEPMEN-KP/2020 tanggal 14 Mei 2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster (Panulirus spp) dengan menunjuk Andreau Misanta Pribadi menjadi Ketua dan Safri menjadi Wakil Ketua.

Pada pertemuan antara Safri, Agus dan Ardy Juni 2020 membicarakan bahwa untuk mendapatkan izin dimaksud, PT DPPP harus memberikan uang komitmen kepada Edhy Prabowo melalui Safri sebesar Rp5 miliar yang dapat diberikan secara bertahap sesuai dengan kemampuan perusahaan.

Atas perbuatannya tersebut, dalam dakwaan kesatu, Suharjito didakwa telah melanggar tindak pidana dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Kemudian dalam dakwaan kedua Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (G-2)

BACA JUGA: