JAKARTA - Jaksa KPK menyebut mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo meminta Rp5 miliar untuk pengurusan izin ekspor benih lobster atau benur. Uang tersebut akan diserahkan secara bertahap.

Hal itu terungkap dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (11/2/2021).

Dalam sidang perdana pembacaan dakwaan Suharjito sebagai Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPP) ini rupanya baru memberikan uang senilai Rp2,1 miliar.

Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Albertus Usada dengan agenda pembacaan dakwaan yang diajukan oleh tim jaksa penuntut umum KPK. Kemudian majelis hakim mempersilahkan JPU untuk membacakan dakwaan tersebut.

Selaku rekanan Kementrian Kelautan dan Perikanan, Suharjito didakwa telah menyuap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebesar US$103 ribu dan Rp760 juta dalam kurun waktu Mei hingga November 2020 silam.

Menurut Anggota Tim JPU KPK Hendra Eka Saputra Suharjito telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut.

"Yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi sesuatu berupa uang seluruhnya US$103.000 dan Rp706.055.440 kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yaitu kepada Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (Menteri KP-RI)," kata Jaksa Hendra ketika membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Gresnews.com, Kamis, (11/2/2021).

Menurut Jaksa, pemberian uang suap tersebut agar Edhy Prabowo mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budidaya sebagai salah satu syarat pemberian izin ekspor Benih/Benur Lobster (BBL) kepada PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), milik Suharjito.

Pemberian uang suap kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tersebut dilakukan melalui perantara dan bekerja sama dengan Safri dan Andreau Misanta Pribadi selaku staf khusus Menteri KKP.

Pemberian suap juga dilakukan melalui Amiril Mukminin selaku Sekretaris Pribadi Edy Prabowo, Ainul Faqih selaku staf oribadi Iis Rosita Dewi, istri Menteri Edhy dan Siswadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI) sekaligus Pendiri PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

Perkara bermula dari penerbitan surat Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (Permen KP-RI) Nomor :12/PERMEN-KP/2020 tanggal 4 Mei 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia pada tanggal 4 Mei 2020 oleh Menteri KKP Edhy Prabowo.

"Yang isinya antara lain mengizinkan dilakukannya budidaya dan ekspor BBL," ujar Jaksa.

Atas kebijakan Edhy Prabowo yang memberi izin budidaya dan ekspor BBL tersebut, Suharjito melalui PT. DPPP berkeinginan untuk melakukan kegiatan budidaya dan ekspor BBL.

Lalu Suharjito melalui Agus untuk mengurus perizinan BBL PT DPPP tersebut menemui Safri.

Atas hasil pertemuan itu, Agus melaporkan ke Suharjito dan Suharjito segera memerintahkan Manager Impor dan Ekspor PT DPPP, Ardi Wijaya untuk menyiapkan materi paparan Business Plan BBL PT DPPP.

Singkatnya, Edhy Prabowo menerbitkan Keputusan Menteri KP-RI (Kepmen KP-RI) Nomor:53/KEPMEN-KP/2020 tanggal 14 Mei 2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster (Panulirus spp) dengan menunjuk Andreau Misanta Pribadi menjadi Ketua dan Safri menjadi Wakil Ketua.

Mereka berdua mempunyai tugas antara lain memeriksa kelengkapan administrasi dan validitas dokumen yang diajukan oleh calon eksportir BBL yang akan melaksanakan kegiatan Pembudidayaan Lobster (Panulirus spp.) di dalam negeri.

Kemudian melakukan wawancara dan mereview kelayakan usaha calon eksportir BBL. Serta memberikan rekomendasi proposal usaha yang memenuhi persyaratan untuk melakukan usaha budidaya lobster.

Pada pertemuan antara Safri, Agus dan Ardy Juni 2020 membicarakan bahwa untuk mendapatkan izin, PT DPPP harus memberikan uang komitmen kepada Edhy Prabowo melalui Safri sebesar Rp5 miliar yang dapat diberikan secara bertahap sesuai dengan kemampuan perusahaan.

Suharjito pun menyanggupi permintaan tersebut dengan memberikan uang sebesar US$77 ribu pada 16 Juni 2020 melalui Agus ke Safri.

"Kemudian pada tanggal 6 Juli 2020, Kementerian KP-RI menerbitkan izin ekspor BBL berupa Surat Penetapan Calon Eksportir Benih Bening Lobster (BBL) atas nama PT DPPP yang ditandatangani oleh Zulfikar Mochtar selaku Dirjen Perikanan Tangkap," terang Jaksa.

Selain itu, pada April 2020 Menteri KKP, Edhy Prabowo mengatakan membutuhkan perusahaan jasa pengiriman kargo (freight forwarding) yang akan digunakan untuk project ekspor BBL. Hal itu disampaikan melalui Amiril Mukminin kepada Direktur PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI).

Kemudian Siswadhi Pranoto Loe pemilik PT Aero Citra Kargo (PT ACK) melalui Deden Deni Purnama menawarkan kepada Amiril Mukminin untuk menggunakan PT ACK.

Kemudian diterima dengan melakukan perubahan akta perusahaan dan memasukkan nama Nursan dan Amri yang keduanya merupakan teman dekat dan representasi Edhy Prabowo ke dalam struktur kepengurusan PT ACK.

Nursan sebagai komisaris dengan saham sebanyak 41,65%, Amri selaku direktur utama dengan saham sebanyak 40,65% dan Yudi Surya Atmaja selaku komisaris dengan saham sebanyak 16,7% serta PT Detrans Interkargo dengan saham sebanyak 1%.

Faktanya Nursan dan Amri hanya digunakan namanya saja sebagai pengurus perusahaan (Nominee) serta tidak memiliki saham di PT ACK.

Selanjutnya PT ACK melakukan kerjasama dengan PT PLI. Dimana PT PLI yang mengurus seluruh kegiatan ekspor BBL tersebut sedangkan PT ACK hanya sebagai perusahaan yang melakukan koordinasi dengan perusahaan pengekspor BBL dan menerima keuntungannya saja.

Atas kerjasama tersebut, PT PLI menetapkan biaya operasional pengiriman sebesar Rp350 per ekor BBL dan PT ACK menetapkan biaya sebesar Rp1.450 per ekor BBL, sehingga biaya keseluruhan untuk ekspor BBL adalah sebesar Rp1.800 per ekor BBL.

Selanjutnya biaya yang telah ditetapkan dan diterima PT ACK dibagi seolah-olah dalam bentuk deviden kepada para pemegang saham sesuai dengan prosentase kepemilikan sahamnya.

Kemudian pada Juli 2020 dilakukan pertemuan antara Andreau Misanta Pribadi dari KKP-RI, Deden Deni Purnama dari PT ACK dan perusahaan-perusahaan calon eksportir BBL dan salah satunya adalah PT DPPP, yang dihadiri oleh Agus Kurniyawanto, Ardy Wijaya dan Habrin selaku Kepala Karantina Jakarta 1.

"Deden Deni Purnama memaparkan terkait persyaratan dokumen untuk ekspor BBL, prosedur pengurusan dokumen ekspor BBL dan pengiriman kargo ekspor BBL yang menggunakan PT. ACK dengan biaya kargo ekspor BBL sebesar Rp1.800 per ekor BBL," tutur Jaksa.

Sejak September 2020 sampai dengan November 2020, PT DPPP telah melakukan ekspor BBL ke Vietnam sebanyak kurang lebih 642.684 ekor BBL dengan menggunakan jasa kargo PT ACK dengan biaya keseluruhan yang dikeluarkan PT DPPP yang dikirim melalui transfer kepada PT ACK melalui Bank BCA Cabang KCP Pondok Gede Plaza Bekasi sejumlah Rp940.404.888.

Setelah dipotong pajak dan biaya materai kemudian diberikan kepada PT PLI sejumlah Rp224.933.400 sebagai bagian dari kerjasama PT. ACK dan PT PLI. Total yang diterima oleh PT. ACK adalah sejumlah Rp706.055.440.

"Untuk memenuhi kekurangan uang komitmen terkait perizinan budidaya dan ekspor BBL PT DPPP, Terdakwa dan Agus Kurniyawanto memberikan uang sejumlah US$26.000,00 kepada Safri," tegas Jaksa.

Pada bulan Juli 2020 sampai dengan bulan November 2020 bertempat di Kantor PT ACK di Ruko Great Western Resort Blok AA 2 Nomor 22 Kota Tangerang.

Dari Juli 2020 sampai dengan November 2020 Nini bagian keuangan PT ACK setiap satu bulan sekali membagikan uang yang diterima dari Terdakwa Suharjito dan perusahaan-perusahaan eksportir BBL lainnya secara bertahap melalui transfer kepada pemilik saham PT ACK seolah-olah sebagai deviden.

Antara lain, Achmad Bachtiar sebesar Rp12.312.793.625 melalui Bank BNI. Amri sebesar Rp12.312.793.625 melalui Bank BNI, Yudi Surya Atmaja sebesar Rp5.047.074.000 melalui Bank BCA.

Uang yang menjadi bagian Achmad Bachtiar dan Amri selaku pemilik saham PT ACK yang dikelola oleh Amiril Mukminin yang memegang buku tabungan dan kartu ATM milik Achmad Bachtiar dan Amri atas sepengetahuan Edhy Prabowo.

Selanjutnya, Amiril Mukminin mengirim uang tersebut ke rekening BNI atas nama Ainul Faqih. Kemudian oleh Faqih uang tersebut digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan Iis Rosita Dewi.

Atas perbuatannya tersebut, dalam dakwaan kesatu, Suharjito didakwa telah melanggar tindak pidana dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Kemudian dalam dakwaan kedua Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (G-2)

BACA JUGA: