JAKARTA - Jaksa Kejaksaan Agung (Kejagung) menghadirkan saksi anggota tim digital forensik dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, AKP Adi Setya. Ia mengungkapkan adanya komunikasi antara Joko Soegiarto Tjandra dengan Anita Kolopaking lewat email terkait dengan surat revisi red notice.

Terungkapnya komunikasi melalui email ini berawal ketika jaksa menanyakan kepada saksi mengenai hal apa saja yang ditemukan setelah memeriksa barang bukti dalam perkara ini.

Adi Setya pun mengatakan bahwa dari sitaan yang diperiksa berupa ponsel ditemukan komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam perkara. Di antaranya komunikasi yang dilakukan oleh Anita Dewi Kolopaking dan Joko Tjandra.

"Di sini pada pemeriksaan barang bukti 276 nomor barang bukti nomor 1, barang bukti iphone warna putih yang disita dari Anita Dewi Kolopaking," kata Adi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diikuti Gresnews.com, Kamis (28/1/2021).

Adapun bentuk dari komunikasi itu, lanjut Adi, perihal pengiriman dokumen melalui email. Berdasarkan data forensik, isinya mengenai surat revisi red notice.

Isi email tersebut pada poin C, dia menemukan terkait dengan sebuah informasi komunikasi email. Email itu dikirim dari [email protected] atas nama Anita Kolopaking dikirim kepada [email protected] dengan nama joe chan jst.

"Kemudian ada juga dikirim ke [email protected], email tersebut dengan subjek revisi surat red notice," terang dia.

Selanjutnya, Adi meneruskan isi email tersebut berbunyi, "Berikut dilampirkan dengan kalimat juga `dear Pak Joko`, terlampir koreksi terbaru atas perihal tersebut diatas mohon berkenan dicek kembali. Thanks atas perhatiannya," tambah Adi.

Adi menegaskan e-mail itu diambil dari handphone Anita. "Informasi e-mail yang berada di dalam handphone Anita Kolopaking," ujar Adi.

Duduk sebagai terdakwa di sidang ini adalah Joko Soegiarto Tjandra. Joko Tjandra didakwa bersama Tommy Sumardi memberikan suap ke dua jenderal polisi, yaitu mantan Kadivhubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Brigjen Prasetijo Utomo.

Joko Tjandra didakwa memberikan suap kepada Irjen Napoleon sebanyak SG$200 ribu dan US$270 ribu dan kepada Brigjen Prasetijo sebesar US$150 ribu.

Joko Tjandra juga menyuap Pinangki Sirna Malasari selaku Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung RI, senilai US$500 ribu dari total yang dijanjikan sebesar US$1 juta.

Suap sebesar US$1 juta yang dijanjikan Joko Tjandra itu bermaksud agar Pinangki mengupayakan pengurusan fatwa Mahkamah Agung lewat Kejaksaan Agung.

Fatwa MA itu bertujuan agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Joko Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi.

Joko sepakat dengan usulan Pinangki terkait rencana fatwa dari MA melalui Kejagung dengan argumen bahwa putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 atas kasus cessie Bank Bali yang menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun kepada Joko Soegiarto Tjandra tidak bisa dieksekusi sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIV/2016 yang menyatakan hak untuk mengajukan PK hanya terpidana atau keluarganya.

Akan tetapi, karena terdakwa Joko Tjandra mengetahui status Pinangki sebagai jaksa, maka ia tidak mau melakukan transaksi secara langsung.

Selanjutnya, Pinangki menyanggupi akan menghadirkan pihak swasta yaitu Andi Irfan Jaya untuk bertransaksi dengan Joko Tjandra dalam pengurusan fatwa ke MA.

Atas perbuatannya itu, Joko Tjandra diancam pidana Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP. (G-2)

BACA JUGA: