Saksi Sebut Joko Tjandra Sudah Bayar Uang Rp546 Miliar dan Denda ke Negara
JAKARTA - Sidang lanjutan perkara dugaan suap pengurusan Fatwa Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa pemilik Mulia Grup Joko Soegiarto Tjandra kembali berlangsung. Agenda kali ini menghadirkan salah satu saksi dari pihak kejaksaan yakni Kasubdit Eksaminasi dan Eksekusi Kejaksaaan Agung.
Sidang yang dipimpin Muhammad Damis mengungkapkan keterangan saksi mengenai Eksekusi Keputusan Peninjauan Kembali tahun 2009 oleh Kasubdit Pidana Hukum Kejaksaan Agung Syarief Sulaeman Nahdi.
Syarief mengungkapkan Joko Tjandra telah menjalani eksekusi berupa membayar uang ke kas negara sebesar Rp546 miliar dan denda senilai Rp15 juta pada 2009 lalu, kecuali pidana badan karena buron.
"Saudara saksi tadi saudara menyebutkan di tahun berapa tahun 2009, ada keluar P48 yang lain, eksekusi Rp546 milyar. Saudara pernah lihat itu dokumennya?," tanya Anggota Tim Penasihat Hukum terdakwa Joko S Tjandra, Soesilo Aribowo di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang diikuti Gresnews.com, Kamis (14/1/2021).
Syarief mengakui bahwa dirinya pernah melihat dokumen tersebut dan membenarkan bahwa dokumen itu ada. Namun ia tidak membawa dokumen itu dalam persidangan.
Dia mengakui lupa untuk tanggal eksekusinya. Selain itu juga dirinya tidak mengetahui kemana uang hasil eksekusi itu ditempatkan.
Kemudian Ketua Majelis Hakim Damis menambahkan pertanyaan, ketika ada eksekusi yang berkenaan dengan pembayaran sejumlah uang, kemana uang tersebut?
Syarief mengatakan bahwa uang hasil eksekusi oleh kejaksaan ditempatkan di kas negara. Ia juga mengatakan bahwa ada nomor rekening kejaksaan untuk menyimpan uang hasil eksekusi. Dokumen tersebut ada lengkap di ke Kejaksaan Agung.
Namun apakah uang hasil eksekusi itu masuk ke kas negara di kementerian keuangan negara Republik Indonesia, Syarief tidak mengetahuinya. "Saya tidak ada kapasitas untuk kewenangan itu. Saya tidak tahu," terangnya.
Menanggapi hal itu Joko Tjandra menyatakan memang telah membayar kerugian negara berdasarkan putusan PK uang senilai Rp546 miliar dan denda tapi tidak mau untuk pidana badan.
"Saya mungkin mengklarifikasi aja, bahwa penyerahan uang Rp546miliar itu diserahkan ke kas negara non pajak. Penerimaan bukan pajak itu diserahkan pada tanggal 29 Juni 2009. Seluruh putusan PK (Peninjauan Kembali) 12 itu dilaksanakan kecuali badan yang saya tidak bersedia," tegas Joko.
Hakim Damis kembali mencecar pertanyaan kepada saksi. Apakah mengetahui bahwa seluruh amar putusan perkara permohonan PK Nomor 12 PK tahun 2009 tadi dieksekusi kecuali pidana badan.
"Iya, yang belum hanya pidana badan dan denda," jawab Syarief.
Menurut Joko, tidak benar kalau baru tahun kemarin dibayarkan. Menurutnya, sudah dua kali dia melaksanakan pembayaran denda itu. "Supaya saya bisa ajukan PK ke Kejari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Saya berikan lagi sekali tapi sudah saya laksanakan tanggal 18 tahun lalu ," kata Joko.
Akhirnya saksi Syarief mengatakan bahwa ia hanya mengetahui bahwa untuk pidana denda juga telah dibayarkan sekali. "Seingat saya yang terakhir pada tahun kemarin ini, seingat saya," ujar Syarief.
Joko pun membantah hal itu, ia sudah membayar denda dua kali. Pertama satu rangkaian saat menyerahkan uang ksekusi Rp546 miliar. Kedua tahun lalu saat mengajukan PK ke PN Jakarta Selatan.
"Saya memberitahukan kepada Jampidsus gini loh cara-cara ngambilnya, prosesnya uang ke account saya. Jadi diserahkan pada tanggal 29 Juli 2009," terang Joko.
Namun Syarief menegaskan bahwa dirinya tidak mengetahui hal itu. "Saya tidak mengetahuinya," kata Syarief.
Jaksa Penuntut Umum mendakwa Joko Soegiarto Tjandra dengan tiga dakwaan akumulatif antara lain. Pertama menyuap sebesar US$500.000 dari sebesar US$1.000.000 yang dijanjikan Joko sebagai pemberian kepada Pinangki Sirna Malasari untuk mengurus Fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung.
Tujuannya agar pidana penjara yang dijatuhkan kepada Joko Tjandra berdasarkan Putusan PK pada Juni 2009 lalu tidak bisa dieksekusi sehingga ia bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana.
Dakwaan kedua, Joko dengan Tommy Sumardi yang disidang terpisah. Yakni memberikan uang Sing$200 ribu dan US$270 ribu kepada Inspektur Jenderal Polisi Drs. Napoleon Bonaparte, yang menjabat Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri.
Sementara uang US$150 ribu diberikan kepada Brigadir Jenderal Polisi Prasetijo Utomo, yang menjabat Kepala Biro Kordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri .
Suap diberikan agar kedua pejabat kepolisian tersebut menghapus nama Joko S Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi.
Dakwaan ketiga Joko Tjandra bersama dengan Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya menyuap US$10 juta terkait pengurusan Fatwa MA dengan 10 action plan hendak menyuap jaksa agung dan ketua MA. (G-2)
- Jaksa Tidak Kasasi Putusan Jaksa Pinangki, Melindungi King Maker?
- Hakim Tolak JC dan Vonis 4,5 Tahun Penjara buat Bos Mulia Group Joko Tjandra
- Jaksa Minta Majelis Hakim Tolak Pledoi Bos Mulia Group Joko Tjandra
- Pledoi Joko Tjandra: Merasa Jadi Korban Penipuan Pinangki CS
- Terbukti Bersalah Terima Suap Red Notice, Mantan Kadivhubinter Polri Divonis 4 Tahun Penjara
- Mantan Kakorwas PPNS Polri Divonis 3,5 Tahun Terbukti Terima Suap Penghapusan DPO dan Red Notice
- Jaksa Minta Hakim Tolak JC dan Hukum Joko Tjandra 4 Tahun