JAKARTA - Aliansi Organisasi Masyarakat Sipil merespons temuan Komnas HAM terkait insiden tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI). Aliansi yang terdiri dari IMPARSIAL, PBHI, ELSAM, HRWG, ICJR, Setara Institute, PIL-Net Indonesia, LBH PERS, Institut Demokrasi dan Keamanan (IDeKa) dan KontraS itu meminta agar pemerintah, terutama kepolisian, untuk menindaklanjuti secara transparan dan akuntabel setiap rekomendasi dari hasil investigasi Komnas HAM.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyanti meminta semua pihak untuk menghargai proses investigasi Komnas HAM, dan menjadikan hasil investigasi tersebut sebagai pijakan bersama, dalam proses akuntabilitas selanjutnya.

"Kami memandang proses investigasi Komnas HAM sudah sejalan dengan tugas dan kewenangan Komnas HAM, dalam pantauan kami, investigasi juga berjalan dengan terbuka dan informatif," kata Fatia dalam keterangan yang diterima Gresnews.com, Jumat (8/12021).

Menurutnya hasil investigasi Komnas HAM atas peristiwa Jakarta-Cikampek dapat dipertanggungjawabkan independensinya. Selain itu juga memenuhi unsur tanggung gugat serta sesuai standar dalam kerangka Unang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Sekretaris Jenderal PBHI Julius Ibrani mengatakan laporan Komnas HAM menjadi penting dalam upaya mengurai dan menemukan titik terang peristiwa yang terjadi di tengah berbagai kesimpangsiuran informasi yang berkembang di publik. Selain itu juga dapat mengungkap fakta-fakta seputar peristiwa secara lebih objektif, transparan dan akuntabel.

Ia menegaskan proses pengungkapan dan akuntabilitas harus segera dilakukan. Baik yang terkait dengan penembakan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap anggota FPI, dugaan kepemilikan senjata oleh anggota FPI, serta rangkaian peristiwa yang mengawalinya.

"Setiap tindakan yang diambil dan dilakukan oleh aparat kepolisian, meski dalam proses penegakan hukum sekalipun, harus sepenuhnya sesuai dengan standar hak asasi manusia," katanya.

Sedangkan terkait dugaan kepemilikan dua senjata api oleh anggota FPI, sebagaimana ditemukan baik oleh kepolisian maupun hasil investigasi Komnas HAM, perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut, termasuk asal usul dan sumber senjata api tersebut.

Dugaan kepemilikan senjata api oleh anggota laskar FPI merupakan salah satu masalah yang harus diungkap, selain juga rangkaian peristiwa yang melatarbelakangi dan mengawali terjadinya insiden tersebut. Temuan Komnas HAM, termasuk uji balistik yang telah dilakukan, dapat dijadikan petunjuk awal menemukan fakta-fakta lebih lanjut.

Dari laporan hasil investigasi yang dipaparkan Komnas HAM diketahui, bahwa keenam anggota FPI meninggal dunia dalam dua peristiwa yang berbeda, meski masih dalam satu rangkaian.

Dua diantaranya meninggal tertembak ketika masih berada di dalam mobil Chevrolet Spin milik mereka, pada saat terjadi baku tembak antara anggota FPI dengan aparat kepolisian. Sedangkan empat lainnya meninggal tertembak di dalam mobil Daihatsu Xenia milik polisi, setelah Kilometer 50 jalan tol Jakarta-Cikampek.

Selain itu, pada lokasi terjadinya rangkaian insiden tersebut, juga ditemukan sejumlah proyektil dan selongsong peluru. Berdasarkan hasil uji balistik Komnas HAM, beberapa diantara selongsong peluru itu ada yang identik dengan senjata api organik milik aparat kepolisian, dan sebagian lain identik dengan senjata api rakitan yang diduga milik anggota FPI, yang telah disita kepolisian. (G-2)

 

BACA JUGA: