JAKARTA - Salah seorang saksi bernama Rahmat dalam sidang Joko Soegiarto Tjandra terkait kasus fatwa Mahkamah Agung (MA) mengaku handphone (HP) miliknya disimpan oleh Pinangki Sirna Malasari. Jaksa Pinangki Sirna Malasari menyimpan Hp Rahmat dengan alasan agar tak disita Kejaksaan Agung.

"Saksi mengatakan bahwa HP saksi diminta oleh Pinangki, kapan?" tanya jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang dihadiri Gresnews.com, Rabu (7/1/2021).

"Tanggal 10 Agustus 2019," kata Rahmat.

Rahmat menjelaskan kejadian itu terjadi pada tanggal 10 Agustus 2019. Hingga sekarang HP tersebut sama sekali belum dikembalikan oleh Pinangki kepadanya.

Kemudian, jaksa menanyakan apa alasan Pinangki saat itu meminta HP milik Rahmat. Menurut Rahmat, Pinangki beralasan agar HP itu tidak disita oleh pihak Kejaksaan Agung.

"Daripada HP kamu disita kejaksaan. Udah dipegang sama saya aja," terang Rahmat.

Lebih lanjut Rahmat menegaskan bahwa HP-nya tersebut hingga saat ini belum dikembalikan.

Dalam penyitaan yang dilakukan oleh pihak penyidik Kejaksaan, Rahmat mengakui bahwa ada handphone atau iPad miliknya yang disita Kejaksaan. Namun itu bukan HP yang diambil Pinangki.

Dalam persidangan ini, jaksa menghadirkan Pinangki sebagai saksi. Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung itu memberikan keterangan melalui aplikasi Zoom.

Pinangki dan Rahmat saling bantah ihwal pertemuan dengan Joko Tjandra di Gedung The Exchange 106, Kuala Lumpur, Malaysia, November 2019.

"Saksi bilang diajak dan diminta oleh saudara Rahmat untuk bertemu dengan Terdakwa (Joko Tjandra). Sementara Pak Rahmat memberikan keterangan sebaliknya bahwa saksi yang kemudian meminta saudara Rahmat untuk mempertemukan atau memperkenalkan dengan terdakwa?" tanya jaksa ke Pinangki.

"Saya tetap pada keterangan saya yang disampaikan persidangan bahwa yang mengajak Pak Rahmat, karena saya juga tidak tahu Pak Rahmat kenal dengan Pak Joko," jawab Pinangki.

Dalam fakta persidangan, pertemuan itu turut disinggung mengenai langkah untuk membebaskan Joko Tjandra dari hukuman dua tahun pidana penjara atas kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali. Hal itu disampaikan Rahmat ketika menjadi saksi pada 9 November 2020.

"Alasannya karena menurut Pak Rahmat, Pak Joko itu mau menyerahkan diri jadi dalam prosesnya membutuhkan seorang laywer. Itu yang saya sampaikan di persidangan," tambah Pinangki.

Selain itu, Rahmat menjelaskan kepergiannya ke Malaysia bersama dengan Pinangki sebanyak dua kali. Pertama hanya berdua dengan Pinangki kemudian yang kedua bertiga dengan Anita Kolopaking, seorang pengacara.

Pada saat pertemuan pertama Rahmat mengatakan hanya memperkenalkan antara Pinangki dan Anita dengan Joko Tjandra. Pada pertemuan tersebut Rahmat mengatakan dirinya tidak mendengar seluruhnya apa yang dibicarakan Pinangki dengan Joko Tjandra.

Rahmat pun membantah keterangan Pinangki. Dia mengaku tetap pada keterangannya yakni Pinangki yang meminta untuk dikenalkan Joko Tjandra terlebih dahulu.

"Saya tetap pada keterangan saya, karena Pak Joko Tjandra tidak pernah minta bantuan ke saya untuk masalah perkara. Jadi saya, ada yang mau ketemu saya kasih Pak Joko Tjandra, `Pak Joko Tjandra ada yang mau ketemu`, ya saya ketemuin aja. Tidak ada Pak Joko (minta) `Pak Rahmat bantu saya masalah hukum`, tidak, tidak pernah ada. Kalau ada pun nggak mungkin saya membawa Ibu Pinangki," ungkap Rahmat.

Kemudian, terkait pembicaraan terdakwa Joko Tjandra sudah tidak bisa lagi ke Indonesia. Kemudian Pinangki mengatakan akan memberikan bantuan. "Apakah disana dijelaskan bantuan berbentuk apa dan bagaimana mekanismenya?," tanya Jaksa.

Rahmat mengakui bahwa Pinangki bisa membantunya lewat pengacara. "Waktu itu bu Pinangki bilang, saya bawa pengacara yang akan bantu bapak. Itu aja," jawabnya.

Lalu setelah pertemuan itu, Rahmat mengantarkan Pinangki ke Singapura. Dalam perjalanan tersebut, menurutnya, Pinangki sama sekali tidak membahas apapun.

Jaksa memperlihatkan barang bukti ipad dan iPhone tersebut ke Pinangki dan saksi lainnya melalui virtual.

Dalam gambar dokumen itu terdapat foto saat pengambilan gambar pertemuan di Kuala Lumpur, kedatangan pertama dari bandara, saat dijemput kendaraan dan saat pertemuan.

Ada juga gambar foto Rahmat juga sedang mengambil foto diruangan atasan pinangki di Kejaksaan Agung.

Dalam sidang ini, Joko Tjandra duduk sebagai terdakwa. Dia didakwa memberikan suap senilai US$500 ribu kepada Pinangki Sirna Malasari. Uang itu diberikan dengan maksud agar Pinangki sebagai jaksa di Kejaksaan Agung (Kejagung) mengupayakan Joko Tjandra yang saat itu menjadi buronan perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali untuk tidak dieksekusi ketika pulang ke Indonesia dengan fatwa dari Mahkamah Agung (MA).

Atas perbuatannya tersebut, Joko Tjandra diancam pidana dalam Pasal 15 Jo. Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (G-2)

BACA JUGA: