JAKARTA - Seorang saksi bernama Amir Wijaya menjelaskan proses jual-beli lahan perkebunan sawit seluas 150 hektare di Padang Lawas, Sumatera Utara, dengan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono. Jaksa menanyakan hal itu berkaitan dengan pokok perkara, yakni dugaan gratifikasi sebesar lebih dari Rp37 miliar yang diterima Nurhadi dan sang menantu dari sejumlah pihak untuk pengurusan kasus di lingkungan peradilan. 

"Katanya Nurhadi mengatakan, bisa kurang gak harganya?" tanya jaksa di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dalam sidang yang diikuti Gresnews.com, Jumat (11/12/2020).

"Iya, benar," jawab Amir.

Awalnya, Amir menceritakan, ia dipertemukan dengan Nurhadi pada 1 Juni 2015 di Hotel Aryaduta, Pekanbaru. Dalam pertemuan itu, Amir mengaku baru pertama kali bertemu dengan Nurhadi dan melakukan negosiasi terkait lahan sawit yang hendak dibeli Nurhadi untuk anaknya, Rizqi Aulia Rachmi dan Rezky (menantu).

Sebelum pertemuan itu, Amir rupanya berkomunikasi dengan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang juga staf Nurhadi, yakni Bahrain Lubis dan Hilman Lubis, yang merupakan Sekretaris Pengadilan Tinggi Agama Medan.

"Saya masuk kamar, Pak Nurhadi tanya, `Itu harga Rp 15 miliar, apa betul?` Kata dia, `Apa nggak bisa kurang lagi?` Saya bilang tidak, itu murah karena beserta asetnya. Kemudian sudah oke, saya pun turun ke lobi," jelas Amir.

Setelah bersepakat soal harga dan mengurus segala macam syarat jual-beli, Amir kemudian datang ke Jakarta untuk melakukan proses penandatanganan akta jual-beli lahan sawit. Di Jakarta, Amir menyebut yang menandatangani akta jual-beli itu adalah Rezky dan Aulia.

"Bulan Mei, dengan notaris itu bernama Musa Daulay. Di Jakarta, di suatu rumah, tapi saya nggak tahu itu jalan apa. Saya hanya dibawa mereka ke sana beserta notaris dan menantu Pak Nurhadi berhadapan dengan kami langsung, dan tanda tangan," jelasnya.

Pada saat proses pencatatan akta jual beli berlangsung, tidak ada Nurhadi. Selanjutnya, usai penandatanganan dilakukan maka dilakukan pembayaran pada tanggal 6 Juli sebagian dan tanggal 8 Juli sebagian dengan total keseluruhan Rp15 miliar. Pembayaran dilakukan melalui rekening Amir Wijaya dan keluarganya.

"Rekeningnya kepada saya sendiri, Amir Wijaya. Kepada menantu saya Benson, kepada anak bungsu saya. Kemudian kepada anak sulung saya," kata Amir.

Menurut Amir, mengenai bukti pembayaran dirinya tidak mengetahuinya. Ia hanya melihat uang masuk yang diterimanya secara lengkap. "Cash. Cash. dan buktinya sudah saya serahkan kepada KPK," jelasnya.

Setelah pembayaran lengkap, pengelolaan lahan tersebut diserahkan kepada Bahrain Lubis. Amir mengatakan ia masih ingat wajah Nurhadi. "Masih ingat. Mudah-mudahan," ujarnya.

Nurhadi dan Rezky didakwa menerima gratifikasi senilai Rp 37.287.000.000 dari sejumlah pihak yang berperkara di lingkungan Pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali.

Nurhadi dan menantunya juga didakwa turut menerima suap Rp45.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto. Uang suap tersebut diberikan agar memuluskan pengurusan perkara antara PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN) terkait dengan gugatan perjanjian sewa menyewa depo kontainer.

Nurhadi dan Rezky juga didakwa melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (G-2)

BACA JUGA: