JAKARTA - Direktur dan Komisaris JECO Group, Hong Arta John Alfred dituntut 2 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK meyakini Hong Arta menyuap anggota DPR 2014-2019, Damayanti Wisnu Putranti dan Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran Hi Mustary sebesar Rp11,6 miliar dalam kasus suap proyek di Kementerian PUPR tahun 2016.

"Menuntut, menyatakan terdakwa Hong Arta Jhon Alfred dengan pidana penjara selama 2 tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan dan pidana denda Rp 150 jura subsider selama 3 bulan kurungan," kata jaksa KPK Budhi Sarumpaet di PN Tipikor Jakarta, diikuti Gresnews.com, Senin, (7/12/2020).

Jaksa menyebut suap senilai Rp11,6 miliar tersebut bertujuan untuk memudahkan keinginan Hong Arta mendapatkan paket proyek Program Aspirasi dari Anggota Komisi V DPR RI Damayanti di wilayah kerja BPJN IX Maluku dan Maluku Utara, berdasarkan Daftar Isian Program dan Anggaran (DIPA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Tahun Anggaran 2016.

Perbuatan suap itu menurut jaksa, dilakukan bersama-sama dengan Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir dan So Kok Seng alias Aseng selaku Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri. Sehingga merupakan beberapa kejahatan, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi uang sejumlah Rp8 miliar, Rp2,6 miliar dan Rp1 miliar yang masing-masing dalam bentuk mata uang Dollar Amerika Serikat," kata Jaksa Iskandar Marwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (21/10).

Jaksa menuturkan, uang Rp8 miliar digunakan untuk suksesi Amran selaku Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara. Dalam hal ini Hong Arta memberikan Rp3,5 miliar dan Abdul Khoir Rp4,5 miliar.

Sementara uang Rp2,6 miliar yang disebut jaksa sebagai pemberian `dana satu pintu` kepada Amran dimaksudkan untuk memuluskan pengurusan paket proyek program aspirasi dari Komisi V DPR. Satu pintu, dijelaskan jaksa, terkait kebijakan yang harus melalui atau atas sepengetahuan Amran.

"Disepakati terdakwa, Abdul Khoir, Henock Setiawan alias Rino dan Aseng masing-masing mempersiapkan `Dana Satu Pintu` sejumlah Rp500 juta dan Charles Franz alias Carlos sejumlah Rp600 juta sehingga terkumpul seluruhnya sejumlah Rp2,6 miliar," kata Jaksa.

Sedangkan uang Rp1 miliar lain diberikan kepada Damayanti untuk keperluan bantuan kampanye pemilihan Kepala Daerah di Jawa Tengah.

Pemberian uang dilakukan dengan cara masing-masing akan memberikan uang sejumlah Rp330 juta yang akan dibayarkan lebih dahulu dengan menggunakan uang Hong Arta.

Pada 26 November 2015, Hong Arta dengan menggunakan rekening PT Sharleen Raya mengirim uang sejumlah Rp1 miliar ke rekening Erwantoro di Bank Mandiri KCP Jakarta Iskandarsyah dengan Nomor Rekening 126-00-1206111-4.

"Setelah mengetahui uang dari Terdakwa sudah masuk ke rekening Erwantoro, kemudian Abdul Khoir meminta Erwantoro untuk menukar uang sejumlah Rp1 miliar tersebut ke dalam mata uang Dollar Amerika Serikat dan meminta kepada Erwantoro untuk menyerahkannya kepada Damayanti Wisnu Putranti," tutur Jaksa.

Atas perbuatannya itu, Hong Arta didakwa telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Kasus ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan terhadap anggota Komisi V DPR RI 2014-2019, Damayanti Wisnu Putri di Jakarta pada 13 Januari 2016 silam. Damayanti ditangkap bersama tiga orang lainnya dengan barang bukti total sekitar US$99 ribu. Uang ini bagian dari komitmen keseluruhan suap untuk mengamankan proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016.

Selain itu, Jaksa membebankan biaya perkara kepada terdakwa. "Membayar perkara Rp 7500," kata Jaka. (G-2)

BACA JUGA: