JAKARTA - Sejumlah pemerintah daerah (pemda) mulai membuka sekolah tatap muka. Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri Tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun ajaran 2020/2021 memang memperbolehkan hal itu bagi sekolah yang berada di zona kuning dan hijau.

Namun lantaran adanya perubahan status zona yang semula hijau atau kuning menjadi orange atau merah maka terjadi buka tutup sekolah di sejumlah daerah.

"Hanya dalam satu minggu saja, misalnya, Lombok Barat dan Mataram yang sudah berstatus zona kuning kembali lagi orange, sedangkan Bima dari status zona orange menjadi merah," kata Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo kepada Gresnews.com, Rabu (18/11/2020).

Dampaknya, untuk daerah-daerah yang patuh pada SKB 4 Menteri akan bertindak menutup kembali sekolah. Akhirnya terjadi buka tutup sekolah dalam waktu yang singkat. 

Dari pantauan FSGI, banyak daerah melanggar SKB 4 Menteri, namun karena tidak ada ketentuan sanksi maka pelanggaran tersebut dibiarkan. Selain itu, lanjut Heru banyak sekolah di zona hijau dan kuning tidak melalui pengecekan atau verifikasi kesiapan buka sekolah dari Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Gugus Tugas COVID-19 terkait infrastruktur dan Protokol/SOP adaptasi kebiasaan baru (AKB) di satuan pendidikan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sendiri melalui paparan yang disampaikan oleh Dirjen PAUD Dikdasmen, Jumeri, mengakui bahwa implementasi SKB 4 Menteri dalam pembelajaran tatap muka (PTM) pada zona hijau dan kuning belum maksimal. Sedangkan pada zona oranye dan merah, terjadi pelanggaran ketentuan PTM yang cukup tinggi.

"Dari data yang dirilis Kemdikbud, di wilayah zona oranye terdapat Pembelajaran tatap muka mencapai 12% dan di zona merah mencapai 13%," ujar Heru.

Dari pemantauan FSGI, banyak daerah dan sekolah yang mengadakan PTM secara diam-diam. Siasat yang dilakukan siswa datang ke sekolah tidak menggunakan seragam sekolah.

"Padahal sekolah belum melakukan pengisian Daftar Periksa Kemdikbud dan belum menyediakan sarana untuk menjalankan Protokol Kesehatan serta tidak memiliki izin dari Satgas Covid daerah," ungkap Fahriza Marta Tanjung, Wakil Sekjen FSGI. 

Fahriza menambahkan, ada salah kaprah, di mana persetujuan orang tua yang menjadi syarat terakhir, sesuai SKB 4 Menteri, malah menjadi syarat yang pertama dimintakan untuk melaksanakan PTM.

Dari hasil pemantauan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang dilakukan oleh FSGI di sejumlah daerah menunjukkan fakta adanya kejenuhan dalam menjalani PJJ, baik bagi pendidik maupun peserta didik. Meskipun ada bantuan kuota internet dari Kemdikbud, namun jumlah siswa yang mengikuti pembelajaran daring melalui aplikasi Zoom atau Google Meet dari hari ke hari semakin menurun.

"Ada sekolah di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), sebelum ada bantuan kuota internet, jumlah siswa yang mengikuti PJJ daring melalui aplikasi Whatsapp bisa mencapai 60%, namun keikutsertaannya terus menurun persentasenya, bahkan setelah dapat bantuan kuota internet, dari 36 siswa yang mengikuti Whatsapp hanya sekitar 20% saja," ujar Fahmi Hatib, Presidium FSGI. 

Menurunnya semangat belajar seorang anak juga dikeluhkan oleh beberapa guru SMP di Jakarta Timur dan Bekasi.

"Kalau saya memulai pembelajaran jam 8 pagi dengan menggunakan aplikasi Google Meet atau Zoom Meeting, siswa yang ikut hanya sekitar 20 orang dari 32 siswa. Ketika saya hubungi telepon selulernya, yang angkat orangtuanya, dan orangtuanya hanya mengatakan bahwa anaknya masih tidur," ungkap seorang guru ASN di Jakarta kepada pengurus FSGI. 

Seorang guru di Cibitung, Kabupaten Bekasi (Jawa Barat) juga mengungkapkan keluhan yang sama, lalu dia menyatakan bahwa peran orangtua sangat besar untuk membangkitkan semangat belajar anak-anaknya, namun ternyata semangat orangtuanya sendiri juga sudah mulai menurun.

Kalau orangtua dan anaknya sama-sama menurun semangatnya untuk PJJ daring maka pembelajaran campuran antara PJJ dan PTM harus menjadi alternatif mengatasi kejenuhan dan masalah psikologis peserta didik, termasuk para pendidik. 

"Oleh karena itu, FSGI mendorong pembelajaran campuran dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2020/2021 dengan catatan sekolah siap, guru dan para siswa juga siap memasuki adaptasi kebiasaan baru (AKB) di satuan pendidikan dengan mematuhi protokol kesehatan/SOP AKB", ujar Mansur, Wakil Sekjen FSGI. (G-2)

BACA JUGA: