JAKARTA- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Selatan untuk dievaluasi dan diganti atas perbuatannya memperlakukan istimewa dengan memberikan jamuan makan terhadap dua terdakwa jenderal dalam kasus suap Djoko S. Tjandra.

Kedua Jenderal tersebut adalah Napoleon Bonaparte dan Prasetyo Utomo.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan bahwa apapun itu, berlebihan dengan jamuan model begitu. Karena apa? Sekarang di Kejaksaan itu baik di Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri itu sudah di buat sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) dan itu ada ruangan tersendiri.

"Jadi sebenarnya mestinya cukup di situ ruangannya untuk serah terima orang dan barang bukti. Cukuplah kira-kira 1 jam karena prosesnya tidak lama sehingga tidak perlu melakukan jamuan makan," kata Boyamin kepada Gresnews.com, Senin (19/10/2020).

Boyamin melanjutkan, jadi karena ini prosesnya sederhana, karena pertanyaannya biasanya tidak sampai lima pertanyaan. Diantaranya tentang sehat, mengerti dan serah terima antara penyidik dan penuntut umum.

"Dan itu biasanya setahu saya prosesnya ya di situ itu, di PTSP itu serah terimanya," jelasnya.

Menurut Boyamin, kalaupun banyak, seperti pernah kasus mafia bola. Itu ada penyerahan tersangka dari penyidik Bareskrim di Kejaksaan Negeri Banjarnegara. Itu begitu- begitu saja prosesnya. "Cepet, itu nggak ada jamuan makan," ujarnya.

Boyamin mengatakan kalau kasus korupsi ada anggaran, itu adalah hanya untuk saksi atau tersangka yang diperiksa, yang memang butuh waktu, misalnya dari jam 9 sampai sore. Jadi bukan pada saat penyerahan seperti ini, karena penyidikan kasus yang red notice ini sudah di Bareskrim dan itu sudah cukup.

"Jadi menurut saya itu tetap berlebihan," cetusnya.

Kedua, menurut Boyamin, tampaknya ini hanya seperti drama kamuflase. Misalnya tentang baju tahanan. Mulai berangkat dari Bareskrim tidak mengenakan baju tahanan. Terus kemudian di Kejaksaan diberikan baju tahanan, dengan kalimat hanya untuk melayani atau membuat rasa tidak penasaran dari masyarakat dalam hal ini diwakili media, yaitu untuk bisa difoto dengan baju tahanan oleh media.

"Karena kalimatnya Kejari Jakarta Selatan kan mengatakan ketika memberikan baju tahanan ini kan, semata-mata hanya bahwa karena banyak wartawan di luar. Nanti ketahuan apa ada perbedaan perlakuan, kan itu kan. Buktinya ketika dua orang tersebut kembali ke Bareskrim Mabes Polri kan pakai baju dinas lagi sampai di sana," terangnya.

Jadi, kata Boyamin, ini hanya suatu perlakuan yang berbeda. Pada saat yang bersamaan perlakuan berbeda dialamatkan pada tokoh-tokoh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) saat ditangkap dan dipamerkan

Selain mereka wajib mengenakan baju tahanan juga diborgol. Padahal mereka masih tersangka yang belum tentu dinyatakan P21 oleh Jaksa.

Sementara kasus dua oknum jenderal polisi ini sudah dinyatakan P21. Artinya sudah lebih kuat dinyatakan sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap suatu kasus, dan buktinya sudah dianggap lengkap.

"Jadi ini hal-hal yang perlakuan berbeda. Kemudian menjadi sesuatu dalam kasus penanganan korupsi malah justru diistimewakan. Dan ini sangat memprihatinkan bagi kita semua, dan masyarakat jadi semakin apatis terhadap pemberantasan korupsi ini, apakah mendapatkan prioritas dan menjadikannya menjadi program kerja dari Kejaksaan Agung sendiri atau dalam hal ini Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan itu," tuturnya.

Kemudian yang ketiga, menurutnya yang berkaitan dengan proses berikutnya dimana penahanan ini mestinya berlaku umum. Yaitu di tahanan-tahanan sipil yang di lapas-lapas bukan dititipkan lagi di Bareskrim.

"Jadi, mestinya semua tahanan Kejaksaan dititipkan di rutan-rutan atau lapas milik Kementerian Hukum dan HAM. Misalnya di Salemba atau Cipinang mestinya begitu. Jadi ini perlu kita soroti," ujar Boyamin.

Kemudian yang keempat, kata Boyamin, apapun sikap Kajari ini patut dievaluasi dan perlu diganti. Karena apapun, karena prosesnya yang menjadikan ini sebuah perbedaan semua, dan itu nampak pada jamuan itu.

Memang jamuan makan itu, kata Kajari hanya berupa soto yang dibeli dari kantin. Tapi juga ada jajanan pasar dan semacamnya.

Dan itu diletakkan diruangan Aula yang disiapkan untuk makan-makan karena mejanya jelas diatur sebagaimana meja makan di restoran.

Jadi apapun kalimat atau bantahan seperti apapun, ini adalah jamuan makan. Dan ini sungguh sangat memprihatinkan sikap Kajari yang memperlakukan berbeda.

"Dan saya tanya kasus-kasus korupsi yang dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Saya yakin tidak seperti dalam kasus yang kemarin ada jamuan makan. Dan alasannya itu karena masuk jam makan siang, nggak lah. Karena pada posisi itu yang sebenarnya bisa dipercepat misalnya jam 10 udah jam 11 sudah selesai," pungkasnya.

Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak mengatakan mengenai peristiwa jamuan makan oleh Kajari Jakarta Selatan saat sidang dua terdakwa kasus red notice bahwa pihak Komjak sedang melakukan pemeriksaan.

"Kami akan lebih dahulu bertanya kepada Kajari Jakarta Selatan. Apa ada pengistimewaan atau tidak. Karena memberi makan pada saat jam makan siang itu adalah perlakuan yang biasa," kata Barita kepada Gresnews.com, Senin (19/10/2020).

Lanjut Barita, untuk tidak menuduh menyangkut informasi ini akan kami minta penjelasan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, minta keterangan atau penjelasan bagaimana hal tersebut secara jelas.

Lantaran, pada prinsipnya semua orang sama di hadapan hukum, tidak ada yang diistimewakan berdasarkan prinsip equality before the law dan due process of law.

Barita mengatakan ada standar operasional prosedur (SOP) yang mengatur agar prinsip equality before the law dan due process of law diimplementasikan. Hal ini agar semua orang diperlakukan sama dalam suatu perkara.

"Untuk itulah agar prinsip ini diimplementasikan secara seragam maka dalam setiap penanganan perkara sudah diatur standar prosedurnya (SOP)," ujarnya

Untuk menjawab pertanyaan dimasyarakat maka Komjak akan secepatnya memanggil pihak Kejaksaan untuk memberikan keterangan yang sebenarnya seperti apa.

"Sehingga dapat diketahui duduk perkaranya," tuturnya.

Menurutnya, hari ini Komjak telah melakukan rapat pleno untuk menindaklanjuti persoalan tersebut.

"Dari hasil rapat pleno, Komjak akan segera memanggil dan meminta keterangan kejari Jakarta Selatan atas perkara tersebut. Biar terang duduk persoalannya. Secepatnya kami akan menyelesaikannya," tandasnya. (G-2)

BACA JUGA: