JAKARTA - Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto dituntut hukuman penjara seumur hidup dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan karena dinilai oleh jaksa terbukti secara sah dan bersama-sama melakukan korupsi dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). 

Sidang tuntutan berlangsung Kamis (24/9/2020) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Seharusnya dua terdakwa lainnya yaitu Direktur Utama PT Hanson International Tbk (MYRX) Benny Tjokrosaputro (Bentjok) dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera (TRAM) Heru Hidayat juga dijadwalkan menjalani agenda tuntutan, tetapi keduanya tidak bisa mengikuti sidang karena terinfeksi COVID-19. 

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ardito Mawardi yang membacakan tuntutan mengatakan Joko melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Menurut jaksa, serangkaian perbuatan Joko dilakukan secara sadar dan segala akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut diketahui dan dikehendaki olehnya. Kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp16 triliun.

"Perbuatan tersebut dilandasi oleh faktor kesengajaan. Bahwa selama proses persidangan tidak ditemukan adanya alasan penghapus pidana. Baik alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat menghapus sifat pertanggungjawaban pribadi pada diri Joko Hartono Tirto. Sehingga perbuatan Joko Hartono Tirto dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana dan sudah sepatutnya dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatan tersebut," kata Ardito.

Joko yang mengikuti sidang secara virtual itu nampak keberatan terhadap tuntutan jaksa. Ia menyatakan kepada hakim bakal melakukan tindakan hukum selanjutnya "Saya akan melakukan pembelaan," kata Joko.

Pengacara Joko juga akan mengajukan pembelaan (pledoi).

Setelah jaksa selesai membacakan tuntutan, beberapa saat sebelum sidang berakhir, ada seorang pengunjung yang melakukan interupsi dan maju ke hadapan hakim. Ia memohon kepada Ketua Majelis hakim Rosmina.

Rosmina pun meminta peserta tersebut untuk menghormati sidang dan hal itu nanti disampaikan usai sidang. Kemudian Ketua Majelis hakim menutup sidang dengan mengetuk palu.

Gresnews.com menemui orang tersebut yang mengaku adalah salah seorang nasabah WanaArtha Life yang bernama Johanes Buntoro Fistanio.

Johanes datang dalam persidangan tersebut untuk memohon dan meminta keadilan kepada majelis hakim.

"Kita mengajukan permohonan karena kami ini kan nasabah yang tidak tahu apa-apa. Nasabah dari PT WanaArtha tapi saat ini rekeningnya disita (kaitan kasus Jiwasraya)," kata Johanes.

Johanes berkata ia dan nasabah lainnya hanya menabung dari hasil keringat mereka. Itu adalah uang hasil pensiun para nasabah yang harusnya bisa dipakai pada saat pandemi seperti sekarang.

Johanes mengatakan persoalannya adalah uang nasabah ditahan. Ia berharap agar uang para nasabah itu dapat dikembalikan karena adalah hak mereka dan bukan hasil kejahatan.

"Kami punya buktinya, Pak. Di mana kami menaruh, menabung uang itu. Kami mentransfer, pokoknya itu bukti kami yang kami miliki gitu loh," ungkapnya.

Para nasabah WanaArtha Life, kata dia, tidak tahu apa-apa mengenai kasus Jiwasraya.

"Kami pun juga tidak tahu Jiwasraya, nggak kenal. Tapi uang kami ada di sana semua. Sampai kami tidak bisa mencairkan uang kami," jelasnya. 

(G-2)

BACA JUGA: