JAKARTA - Sidang lanjutan perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) PT Asuransi Jiwasraya (Persero) kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua ahli, yakni Batara Maju Simatupang dan Muhammad Kodrat Muis.

Batara merupakan ahli risk management di bidang perbankan maupun asuransi. Sedangkan Kodrat adalah konsultan perbankan, keuangan, dan investasi.

Sidang tersebut menghadirkan terdakwa Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokrosaputro (Bentjok), Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, serta Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

Dalam persidangan itu ahli menjelaskan skenario hitam alias fraud yang dilakukan seperti modus pump and dump yang dilakukan Jiwasraya pada saham-saham yang tak memiliki fundamental bisnis baik.

"Skema kejahatan keuangan tidak pernah tercipta, tetapi karena kombinasi beberapa aktivitas kecurangan, hit and run, pump and dump," kata Batara, yang merupakan dosen STIE Indonesia Banking School, dalam persidangan yang diikuti Gresnews.com, Senin (7/9/2020).

Modus pump and dump adalah memompa harga saham ke titik tertentu sampai mencapai harga tinggi. Begitu sudah mencapai harga tinggi maka pelaku akan melepas dan keluar dari pasar.

Batara menjelaskan ada tiga indikator yang dapat mengindikasikan suatu fraud dilakukan. Pertama, kenaikan harga saham yang tidak wajar dalam perdagangan hari yang sama. Selanjutnya dengan kenaikan harga saham tersebut, banyak pihak lawan transaksi atau counterpart yang tiba-tiba menginginkan saham tersebut. Terakhir, saham-saham tidur alias saham gocap kemudian tiba-tiba bergerak.

Biasanya, lanjut Batara, counterpart atau lawan transaksi yang melakukan transaksi ini adalah dari kalangan menengah ke bawah yang mencari keuntungan.

"Saham tidur, saham gocap tiba tiba bergerak. Dari Rp50 ke Rp200 ada apa ini? Siapa yang offering, broker mana, kita pasti lakukan komunikasi, ada insider trading," tuturnya lagi.

Proses insider trading berkaitan dengan praktik pinjam nama dalam kepemilikan suatu saham di Indonesia (nominee).

Menurut Batara, nominee tidak mungkin dikendalikan oleh satu orang tanpa ada satu pemufakatan di antara akun nominee.

"Terkait nominee, apakah diperkenankan dalam melakukan investasi?" tanya angggota tim JPU Abdul Roni.

kata Batara, secara profesional ini tidak boleh dilakukan. Kenapa? Karena menghimpun suara-suara perusahaan yang ada di luar sana, sehingga berada di bawah kontrol (under control).

"Tentunya pada saat itu terjadi apa ada pemufakatan jahat dengan investor lain dan sebagainya. Inilah yang menimbulkan pump and dump, hit and run," katanya.

Batara menerangkan harus dicari lebih dulu master mind atau pengendali dari nominee ini.

JPU juga menggali informasi posisi produk JS Saving Plan Jiwasraya yang mengalami gagal bayar polis kepada nasabahnya.

Menurut Batara, produk saving plan tidak dikenal dalam dunia asuransi. Hal tersebut didasarkan pada UU 40/2014 tentang Perasuransian maupun dalam Peraturan OJK 27/2018 tentang Perubahan atas POJK 71/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

Ia menjelaskan saving plan masuk ke dalam produk perbankan. Artinya, apabila ada perusahaan asuransi yang memiliki produk pendamping (rider) dalam bentuk saving plan, hal tersebut telah menyalahi undang-undang.

Menurut Batara, yang diatur dalam undang-undang adalah produk asuransi yang memadukan produk investasi atau disebut unit link. Sehingga, saving plan tidak memiliki rumah dalam dunia perasuransian sehingga produk tersebut ilegal. (G-2)

BACA JUGA: