JAKARTA - Cara pemerintah dalam mengelola anggaran penanganan virus corona (Covid-19) mendapat kritikan. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti detail pengadaan alat kesehatan guna menangani Covid-19 yang disebutnya sulit menelusuri detail pengadaan alat kesehatan dalam penanganan virus corona secara spesifik.

Peneliti ICW Dewi Anggraini mengatakan hal ini menyulitkan masyarakat untuk menilai kewajaran harga dalam pembelian peralatan. Ada beberapa pos anggaran di Kementerian Kesehatan yang detail pekerjaan tidak secara lengkap disebutkan.

Menurutnya sejumlah kegiatan penanganan Covid-19 tidak dilengkapi informasi lebih mendalam. Uraian pekerjaan tidak tersedia, lokasi tidak ada, volume pekerjaan juga.

"Kami juga menyoroti pengadaan langsung yang dilakukan Kemenkes. Banyak Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang tidak ditemukan atau Kemenkes tidak memasukkan informasi (lengkap)," katanya dalam diskusi lewat webinar yang diikuti Gresnews.com, Selasa (1/9/2020).

Dari data RUP Kemenkes, hingga Juli 2020 paling tidak ada 74 pengadaan langsung alat kesehatan penanganan corona. Namun hanya 18 pengadaan yang dipublikasikan di halaman Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) kementerian tersebut.

ICW telah mencari nama paket, satuan kerja, dan besaran anggaran tetapi tidak menemukan rencana pengadaan tersebut.

Contoh tiga pengadaan yang tak disertai RUP adalah Buffer Stock Desinfeksi Pengendalian Faktor Risiko Covid-19, Respons Pengendalian Covid-19, dan Bahan Pemeriksaan Sampel Covid-19. Total tiga kegiatan tersebut memakan biaya Rp 323 juta.

Dewi juga menemukan sejumlah perusahaan pemenang tender pengadaan alat kesehatan (Alkes) terkait virus corona (Covid-19) yang diduga tidak memiliki pengalaman memadai. Temuan ICW itu berdasarkan data yang dikumpulkan dari LPSE di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang diakses pada 19-20 Juli 2020 lalu.

Ia memberikan contoh dari dugaan yang ditemukan pihaknya itu, salah satunya tender Pengadaan Bahan Reagensia Covid-19. Ia menyebut, tidak ada informasi di kolom pemenang pada halaman LPSE terkait tender itu.

Namun, bagian hasil evaluasi yang dibintangi adalah PT Ziya Sunanda Indonesia. Dari hasil penelusuran, perusahaan ini lebih banyak mengikuti tender pembangunan jaringan dan kontraktor, tidak ada pengalaman mengadakan alkes.

Contoh lainnya, tender Pengadaan Daya Tahan Tubuh Bagi Mahasiswa berupa Masker Dalam Rangka Penanganan Pandemi Covid-19 Poltekkes Kemenkes Kupang 2020.

Pemenangnya adalah CV Johan Agung, yang juga minim pengalaman dalam pengadaan alkes.

Dari penelusuran ICW beberapa tender yang pernah diikuti oleh perusahaan itu adalah Pengadaan Perlengkapan Gedung Kantor tahun 2019 dan Pengadaan Buku.

Selain dari LPSE, ICW juga mengumpulkan data pengadaan barang jasa terkait Covid-19 dari SiRUP Kemenkes pada 19-20 Juli. Beberapa poin temuan yakni sebagian besar nama paket pengadaan terlalu umum, tidak spesifik, dan uraian pekerjaan yang sering kali hanya diisi dengan informasi seadanya.

Dewi tak memungkiri, bahwa dalam keadaan darurat, pemerintah dituntut untuk melakukan pengadaan dengan cepat dan fleksibel. Namun, kata dia, pengadaan tersebut harus tetap transparan dan akuntabel.

"Kami rekomendasikan, informasi mengenai anggaran dan publikasi penanganan Covid-19 baik oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, maupun BNPB harus diumumkan secara berkala dan terperinci," pungkas Dewi.

Di kesempatan yang sama, Analis di Sekretariat Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Heru Prastyo mengatakan seluruh pengadaan yang dilakukan telah dilakukan sesuai Perpres 16 tahun 2018 dan juga terkait dengan pengaturan dalam keadaan darurat.

"Dalam bab 8 pengadaan khusus, yang di tindaklanjuti oleh pedoman pengadaan dalam penanganan dalam keadaan darurat yang dikeluarkan oleh LKPP 13 tahun 2018," kata Heru dalam diskusi tersebut.

Kedua, dalam keadaan darurat berhubungan dengan keselamatan manusia yang bersifat sangat mendesak perlu adanya penanganan yang segera dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan.

Ketiga, ialah melakukan mekanisme pengadaan untuk mencapai tujuan yang cepat dan memadai dan tepat selaras dan prinsipnya adalah pengadaan ini secara transparan.

Kriteria dalam keadaan darurat yaitu bencana alam, bencana nonton alam atau bencana sosial, pelaksanaan operasional pencarian dan pertolongan, kerusakan dan sarana dan pemberian bantuan kemanusiaan kepada negara yang lain yang terkena bencana.

"Dalam keadaan darurat kami tetap melakukan memakai surat edaran nomor 3 tahun 2020 LKPP tetap menjelaskan atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) penanganan covid-19 ini," jelasnya.

Selain itu dia menjelaskan bahwa Inspektorat Jenderal juga dilibatkan dalam untuk mengaudit kegiatan. "Jika ada pihak ketiga yang tidak spesifik dalam pengadaan nanti kami akan cek kembali," katanya.

Sedangkan Deputi Bidang Logistik dan Peralatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Prasinta Dewi mengatakan pihaknya juga melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pengadaan barang guna menangani Covid-19. Ini seiring adanya Surat Edaran KPK Nomor 8 tahun 2020 yang mengatur pencegahan korupsi dalam penggunaan anggaran penanganan Covid-19.

"Kami juga menyampaikan pesan Kepala BNPB agar ICW ikut bergabung untuk mengawasi kegiatan,” kata dia.

Menurutnya pandemik ini merupakan suatu keadaan darurat. Dimana keadaan darurat itu ada beberapa prinsip yang harus dilaksanakan.

Pertama adalah barang tersebut harus tepat jenis, tepat jumlah, tepat kualitas, tepat waktu, tepat sasaran, tepat biaya dan tepat laporan.

Kegiatan dalam pelaksanaan pemilihan. Dimana kegiatan Pejabat Pembuat Komintmen (PPK) memilih dan menunjuk penyedia terdekat yang sedang melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa sejenis atau pelaku dari usaha lain.

Diutamakan pelaku usaha setempat yang dinilai mampu dan dinilai memenuhi kualifikasi untuk melaksanakan pekerjaan yang dibutuhkan.

Khusus untuk pengadaan barang dan jasa material kesehatan atau Almatkes seperti alat VCR. Untuk proses perencanaan dan pelaksanaan pengadaannya BNPB sudah berkoordinasi atau bekerjasama dengan Litbangkes dari Kemenkes.

Kemudian, proses pembayaran dilakukan oleh dana siap pakai. Dimana presentase pembayarannya 50 persen sampai 80 persen. Kemudian dilakukan review oleh BPKP ini untuk menghindari kemahalan harga atau kerugian negara.

"Selain itu, kami juga menerima donasi juga. Selain dari pengadaan lewat APBN kami juga menerima donasi untuk didistribusiin kepada pengguna atau daerah yang membutuhkan,"pungkasnya. (G-2)

 

BACA JUGA: