JAKARTA - Tragedi kemanusiaan sedang berlangsung di sektor pendidikan selama masa pandemi COVID-19. Ada 35 guru di Surabaya meninggal karena diduga menjadi korban kebijakan pemerintah yang tidak melindungi para guru sebagai garda terdepan pendidikan di sekolah.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat setidaknya ada 203 guru yang dinyatakan positif COVID-19 di seluruh Indonesia. Selain itu juga sudah ada puluhan guru yang meninggal akibat terpapar COVID-19.

"Kami mencatat hingga 18 Agustus 2020 sudah ada 42 guru dan dua pegawai tata usaha sekolah yang meninggal karena COVID-19," ujar Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo dalam keterangan yang diterima Gresnews.com, Senin (24/8/2020).

Heru mengatakan data ini seperti puncak gunung es, artinya kemungkinan lebih banyak guru yang tertular COVID-19 tetapi tak terdata karena rendahnya tes dan tracing.

Selain itu, tidak ada transparansi terkait data penularan COVID-19, orang yang tertular, lokasi, waktu, dan klasternya. Kondisi tersebut, kata dia, menunjukkan perlindungan terhadap guru masih sangat lemah di masa pandemi ini.

Heru menjelaskan sebelum pandemi COVID-19 terjadi, Indonesia masih kekurangan pengajar. Karena itulah, jika guru tidak mendapatkan perlindungan maka jumlahnya akan terus berkurang.

"Padahal, sebelum pandemi saja kita sudah kekurangan guru. Kalau para guru tidak dilindungi, potensi penularan COVID-19 di lingkungan satuan pendidikan akan tinggi jika sekolah dibuka pemerintah daerah tanpa ada persiapan yang matang," ujarnya.

Dia menyebut, berdasarkan informasi yang diterimanya, guru-guru yang tertular COVID-19 ini sebagian ada yang melakukan kegiatan di sekolah, baik yang melaksanakan pembelajaran daring maupun tatap muka ataupun sekadar piket.

Ia pun mempertanyakan pembelajaran daring harus dilakukan di sekolah, namun ternyata sebagian pemerintah daerah mewajibkan guru tetap hadir ke sekolah setiap harinya untuk absen sidik jari.

"FSGI menilai bahwa Pemda sangat kaku memandang beban kerja guru sebagaimana yang diatur pada Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018 untuk memenuhi ketentuan 37,5 jam kerja efektif maupun 24 jam tatap muka," katanya.

Padahal, lanjut Heru, pemerintah melalui Surat Edaran MenPAN-RB Nomor 58 Tahun 2020 telah memberikan kelonggaran bagi ASN untuk melakukan pekerjaannya dengan fleksibilitas dalam pengaturan lokasi bekerja melalui pelaksanaan tugas kedinasan di kantor (work from office) maupun pelaksanaan tugas kedinasan di rumah (work from home) sesuai jenis pekerjaannya.

Menurutnya dalam melaksanakan tugasnya guru berhak memperoleh perlindungan sebagaimana yang diatur pada Pasal 39 UU Nomor 14 Tahun 2005 dan Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017.

Di samping berhak memperoleh perlindungan profesi, perlindungan hukum dan perlindungan hak atas kekayaan intelektual, guru juga berhak memperoleh perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja termasuk perlindungan terhadap risiko kesehatan lingkungan kerja.

Ia menegaskan perlindungan ini harus diberikan pemerintah, pemerintah daerah, sekolah, organisasi profesi dan masyarakat. Pada konteks situasi pandemi seperti saat ini, guru-guru harus memperoleh perlindungan dari penularan COVID-19 di lingkungan sekolahnya masing-masing.

Sebelumnya Pemerintah Kota Surabaya (Pemkot Surabaya) menyatakan sekitar 137 guru di Surabaya terpapar COVID-19.

Wakil Sekretaris Gugus Tugas COVID-19 Surabaya Irvan Widyanto menuturkan, pihaknya telah melakukan tes swab massal kepada 3.127 guru SD dan SMP di Surabaya, Jawa Timur.

Dari hasil tes usap tersebut, 137 guru dinyatakan positif COVID-19. Sementara itu, empat orang meninggal dunia.

Ada isu puluhan guru meninggal karena COVID-19, Irvan membantah kabar tersebut. "Hoaks," kata dia.

Sebelumnya, keputusan itu diambil Dinas Pendidikan Kota Surabaya mempertimbangkan hasil analisis dan rekomendasi tim kesehatan karena tingginya penyebaran COVID-19 di wilayah setempat.

"WFH ini diambil berdasarkan hasil analisis dan rekomendasi tim kesehatan terkait dengan persebaran COVID-19 di sekolah-sekolah di Surabaya," ujar dia, seperti dikutip dari Antara, Selasa (18/8/2020)

Supomo menuturkan, keputusan guru untuk bisa kembali kerja dari kantor atau work from office (WFO) akan menunggu kajian dari tim kesehatan.

Supomo tak menampik jika penyebaran COVID-19 juga terjadi di lingkup sekolah meskipun pembelajaran belum berjalan normal. Namun, ia enggan memaparkan sebaran klaster COVID-19 di lingkungan sekolah.

"Data saya tidak punya tapi dinas kesehatan yang punya karena ini dilindungi juga datanya oleh undang-undang," kata dia di Surabaya.

Meski menerapkan kebijakan kerja dari rumah untuk guru dan tenaga pendidik, Disdik Surabaya menerapkan piket untuk tenaga keamanan dan kebersihan untuk menjaga keamanan dan kebersihan sekolah selama tidak dipergunakan untuk beraktivitas.

"Yang piket petugas keamanan dan kebersihan, guru tidak perlu piket," katanya.

Sebelumnya kebijakan WFH diambil setelah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Surabaya meminta agar guru bisa lebih banyak bekerja dari rumah. Tidak harus bekerja di kantor.

Sebab, banyak guru yang meninggal diduga terpapar COVID-19. Apalagi, dalam satu sekolah ada 50 guru dan pegawai. Sulit menerapkan jaga jarak jika seluruhnya bekerja dari sekolah. (G-2)

 

BACA JUGA: