JAKARTA - Para saksi dari pihak Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkapkan adanya praktik kolusi dan manipulasi yang terjadi pada pengelolaan investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dalam sidang perkara tindak pidana korupsi Jiwasraya, Rabu (19/8/2020), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Ada tiga terdakwa yang menghadiri persidangan siang tadi, yakni Direktur Utama Hanson International Tbk (MYRX) Benny Tjokrosaputro (Bentjok), Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto, dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan lima saksi, yaitu Kepala Divisi Perdagangan BEI Irvan Susandi, Kepala Unit Pemeriksaan Transaksi BEI Endra F. Setiawan, Senior Head BEI Goklas Tambunan, staf BEI Vera Florida, dan Yanri Kurniadi dari PT Boss Money Changer

Menjelang siang ada satu saksi tambahan: Ratnawati Wiharjo, teman Heru.

Jaksa Yadyn mencecar Irvan untuk menjelaskan bagaimana modus yang dilakukan berkaitan dengan manipulasi perdagangan saham tersebut.

Irvan pun menjelaskan, berdasarkan pemeriksaan BEI, terjadi manipulasi transaksi perdagangan saham yang dimiliki Jiwasraya dengan tujuan untuk melambungkan harga saham agar naik sangat signifikan. Padahal secara fundamental, saham perusahaan tersebut tidak memiliki kinerja baik, merugi, bahkan tidak layak investasi.

Ia menjelaskan modus lainnya untuk membuktikan hal itu dilakukan oleh sekelompok orang, terungkap dari beberapa perusahaan yang saling terafiliasi dengan satu pemilik yang memiliki kesamaan alamat dan tempat bekerja.

"Jadi ada upaya memanipulasi transaksi dari saham-saham IIKP, TRAM, BJBR, BTEK? Saya ingin menanyakan rincian secara umum upaya manipulasi transaksi tersebut," tanya Yadyn.

Namun Irvan menjawab tidak ingat dan tak dapat menjelaskan satu per satu.

BEI sebetulnya sudah mencium bila ada aktivitas transaksi maupun pergerakan harga saham yang bergerak tidak wajar melalui pemantauan Unusual Market Activity (UMA). Itu terjadi jika suatu emiten harga sahamnya naik atau turun sangat signifikan.

Jaksa menanyakan apakah pergerakan tak wajar itu telah dilaporkan kepada otoritas yang berwenang.

Irvan menegaskan pergerakan harga saham yang tak wajar tersebut telah dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Akan tetapi Irvan tidak tahu tindak lanjut dari OJK. Ia hanya mengatakan pemeriksaan BEI itu dilakukan dari tahun pertama ketika memantau pergerakan saham dari anggota Bursa. Jadi pemeriksaan dilakukan secara spesifik efek per efek yang terindikasi memiliki pola transaksi yang manipulatif," terang Irvan.

Irvan membenarkan terjadi jutaan transaksi namun BEI memiliki early warning system untuk memantau ketika ada transaksi yang berindikasi manipulasi dan tidak wajar. Jadi sistem pengawasan yang dilakukan oleh BEI memberikan semacam alert apabila ada indikasi transaksi efek yang polanya berbeda dengan periode sebelumnya, misalnya 30 hari atau 60 hari Bursa sebelumnya. "Sistem kami akan memberikan alerting untuk melakukan analisa lebih lanjut," ujarnya.

Irvan mengatakan analisis lebih lanjut itu dipakai untuk menilai ada satu upaya `penggorengan` saham atau tidak.

Saksi lainnya, Endra, menambahkan bila ada transaksi yang peningkatan harganya sampai 900% maka diduga sebagai transaksi manipulatif. Jika ada indikasi pelanggaran maka dapat terkena sanksi yakni dihentikan sementara perdagangan efeknya.

Saksi lainnya, Goklas, menjelaskan jika ada indikasi penyimpangan maka dilakukan evaluasi atas permohonan pencatatan perusahaan, kemudian setelah tercatat, BEI melakukan pemantauan. Bila dari hasil pemantauan ternyata terbukti melanggar aturan bursa maka perusahaan itu bisa di-delisting dari bursa. (G-2)

BACA JUGA: