JAKARTA - Buruh perempuan menjadi korban terbanyak pemutusan hubungan kerja (PHK) menyusul kesulitan keuangan yang dialami sebagian besar perusahaan akibat pandemi COVID-19. Diperkirakan 80% perusahaan di Indonesia terancam kolaps, terutama di sektor pariwisata.  

"Mereka (perusahaan) kesulitan untuk membiayai buruh, membiayai operasional kerja, kemudian perusahaan melakukan efisiensi," kata anggota Komisi Kesetaraan Nasional Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Maria Erminta dalam INFID Webinar Series on Business and Human Rights: Implementasi Panduan Penerapan Prinsip-Prinsip PBB Mengenai Bisnis dan HAM (UNGPs on Business and Human Rights): Nasib Pekerja Perempuan di Masa Pandemi yang diikuti oleh Gresnews.com, Jumat (24/7/2020).

Maria berkata, dalam situasi sulit, perusahaan tentu berusaha untuk mengurangi hambatan-hambatan ekonomi. Itulah prinsip ekonomi dalam berbisnis. Tapi kalau melihat dari sudut pandang hak perempuan, terdapat sejumlah hak yang harus dipenuhi oleh perusahaan untuk buruh perempuan seperti cuti haid, cuti hamil, fasilitas menyusui, fasilitas penitipan bayi, skema perlindungan reproduksi, dan sebagainya. Itu semua tentu ada konsekuensi biaya dan lebih menimbulkan kesulitan bagi perusahaan kalau dibandingkan dengan buruh laki-laki.

"Pandangan ekonomi akan berusaha untuk melihat mana yang paling bermasalah, mana yang paling memungkinkan dikurangi biayanya. Itu cenderung mengarah pada perempuan," katanya.

Kendati begitu, Direktur Eksekutif INFID Sugeng Bahagijo mengatakan pada masa pandemi sektor bisnis/swasta sebenarnya berperan penting. 

"Kalau kita melihat dampak atau korban dari pandemi itu tidak merata. Kita tahu banyak korban dari COVID-19 ini jatuh ke pundak kaum perempuan, baik yang di rumah tangga maupun mereka yang bekerja. Hanya saja memang data-data kita belum memiliki secara kuat dan solid," kata Sugeng.

Sugeng berharap para pengusaha memberikan perhatian kepada kelompok rentan seperti buruh perempuan. Misalnya, dengan melakukan upaya agar ketimpangan upah tidak menjadi lebih lebar antara buruh perempuan dan laki-laki.  

"Kekerasan seksual kepada para pekerja baik di sektor manufaktur maupun di sektor perkebunan juga berkurang, ada banyak bukti, yang mungkin kita ingin membayangkan peranan bisnis yang lebih baik, lebih beretika, lebih inklusif, lebih mendorong tata kelola yang lebih terbuka, transparan, dan seterusnya," terangnya.

Menurut Asisten Deputi Agro, Farmasi, dan Pariwisata Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Dida Gardera, pemerintah menyiapkan rencana strategis nasional yang mendorong BUMN sebagai inisiator yang menempatkan prinsip-prinsip HAM dalam proses bisnis. "Perlu ada kebijakan yang afirmatif agar tidak ada pihak yang tertinggal di belakang," ujarnya.

Namun, ia juga mengakui penerapan prinsip-prinsip HAM dalam kehidupan bisnis di Indonesia masih pada tahap mencari bentuk yang tepat, kendati dari hari ke hari kesadaran terhadap HAM terus meningkat di kalangan dunia usaha. Semua pihak tetap perlu menjaga komitmen dan kesadaran akan HAM tersebut. "(Biasanya) kita baru menyadari HAM ini kalau sudah terjadi konflik atau hal-hal yang mencuat di media," imbuhnya.

Pada periode kedua Presiden Jokowi terjadi sejumlah perubahan yang berdampak terhadap kantor Kemenko Perekonomian. Beberapa isu berpindah yang sebelumnya dikoordinasikan di Kemenko Perekonomian menjadi di Kemenko Maritim dan Investasi, salah satunya isu lingkungan.

Ada sekitar 14 BUMN yang memegang peranan kunci dalam pergerakan ekonomi Indonesia yang Dida tangani, khususnya di sektor agro. Ada pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang menaungi banyak pekerja perempuan. (G-2)

 

 

 

 

BACA JUGA: