JAKARTA - Indonesia Corruption Wacth (ICW) berharap kasus korupsi Joko Soegiarto Tjandra dapat ditangani serius dan tuntas. Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk turut melakukan penyelidikan atas indikasi tindak pidana suap yang diterima pihak-pihak tertentu yang membantu pelarian dan memfasilitasi buronan Joko Tjandra untuk bisa mondar-mandir ke Indonesia tanpa terdeteksi.

Joko Tjandra menjadi perbincangan publik lantaran kehadirannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) awal Juni 2020 untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK). Terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali pada 1999 itu membuat kehebohan karena dikabarkan sempat mengunjungi beberapa tempat di Indonesia tapi tidak ditangkap. 

Koordinator Divisi Hukum dan Peradilan ICW Tama Satrya Langkun mengatakan perlu dilakukan pendalaman mengenai siapa saja yang membantu pelarian Joko Tjandra serta bagaimana proses dan teknis perbantuannya itu. "Kami berharap ada upaya serius untuk menelusuri dugaan-dugaan tersebut," kata Tama kepada Gresnews.com, Sabtu (18/7/2020).

Tapi Tama mengakui dalam hal itu ICW sebatas meraba-raba masalah. Ia belum tahu persis siapa saja yang membantu Joko Tjandra dan bagaimana caranya. ICW belum memiliki bukti atau informasi untuk menarik kesimpulan. "Kami minta siapa pun jika ada yang terlibat tentu harus diproses hukum," tuturnya.

Menurut Tama, Joko Tjandra adalah seorang pelarian. Dia telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi dan dijatuhi hukuman dua tahun penjara serta diwajibkan mengembalikan kerugian keuangan negara sebesar Rp546 miliar. Itu tercantum dalam putusan PK Nomor 12 PK/Pid.Sus/2009. 

MA menyatakan barang bukti berupa dana dalam Escrow Account atas rekening Bank Bali qq. PT Era Giat Prima sejumlah Rp546.468.544.738,- (lima ratus empat puluh enam miliar empat ratus enam puluh delapan juta lima ratus empat puluh empat ribu tujuh ratus tiga puluh delapan rupiah) dirampas untuk dikembalikan pada negara.

Putusan tersebut diperkuat dengan putusan Nomor 100PK/Pid.Sus/2009 (Permohonan PK dari Joko Tjandra ditolak).

"Jadi poinnya adalah pengadilan sudah bilang ini orang melakukan tindak pidana korupsi. Terbukti harus jalani pidana dan juga harus dieksekusilah uang-uang dan asetnya," jelasnya.

Tapi Joko Tjandra kabur melarikan diri ke luar negeri. 

"Menurut kita itu kan menampar, itu mencoreng, seolah-olah negara ini nggak berdaya," ujarnya.

ICW mempertanyakan mengapa itu bisa terjadi. ICW pun akhirnya mengeluarkan rekomendasi yang meminta nama-nama yang terlibat dan sudah diperiksa untuk dibuktikan sesuai proses hukum yang berlaku.

ICW berpandangan setidaknya ada enam kejanggalan dalam proses masuknya Joko Tjandra ke Indonesia.

Pertama, Direktorat Jenderal Imigrasi seakan-akan membiarkan begitu saja Joko Tjandra masuk ke wilayah yurisdiksi Indonesia, padahal yang bersangkutan merupakan buronan.

Kedua, adanya dugaan penghapusan nama Joko Tjandra dalam daftar red notice Interpol.

Ketiga, kelalaian Ditjen Imigrasi karena menerbitkan paspor Joko Tjandra.

Keempat, Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak serius dalam upaya mendeteksi keberadaan buronan termasuk aset yang harus dikembalikan kepada negara.

Kelima, pejabat administrasi kependudukan dan catatan sipil membiarkan Joko Tjandra mengurus dan mendapatkan e-KTP.

Keenam, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membiarkan buronan kelas kakap mendaftarkan permohonan PK tanpa menginformasikan kepada penegak hukum yang bertanggung jawab melakukan eksekusi (kejaksaan).

Namun ia juga menganggap penuntasan perkara ini sulit bila tidak ada pembenahan-pembenahan atau penelusuran-penelusuran di lembaga-lembaga terkait yang memiliki kewenangan dalam perjalanan Joko Tjandra di Indonesia maupun perjalanannya yang berpindah-pindah tempat selama ini.

Tapi ICW berharap kasus ini dituntaskan karena merupakan pekerjaan rumah (PR) yang tidak selesai selama ini dan telah menampar institusi penegak hukum maupun pemerintah.

"Bisa-bisanya (Joko Tjandra) lewat imigrasi juga bisa mengurus E-KTP. Meskipun lurah di Grogol Selatan sudah dinonaktifkan. Itu, di situ, ya mengerikan," katanya. 

Kemudian itu menjadi persoalan baru, mulai dari Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), Keimigrasian, dan berbagai informasi yang bertebaran di pemberitaan.

"Tapi apapun itu sepanjang memang itu berkaitan dengan Joko Tjandra dan pelariannya di Indonesia itu harus diperiksa, harus didalami. Ya kita berharap ini dituntaskan," tandasnya.

Polri telah mengambil langkah terhadap Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Polri, Brigjen Prasetijo Utomo, yang diduga turut serta membantu pelarian Joko Tjandra dengan mengeluarkan surat jalan.

Kapolri menerbitkan surat mutasi terhadap yang bersangkutan untuk kepentingan proses riksa (surat telegram nomor ST/1980/VII/KEP/2020).

Sebagaimana diungkapkan oleh Kadiv Humas Polri, surat jalan tersebut semestinya diperuntukkan bagi anggota kepolisian serta hanya dapat dikeluarkan oleh Kabareskrim atau Wakabareskrim. 

Sementara itu Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengapresiasi Kapolri Idham Azis yang bergerak cepat dan bertindak tegas dalam membongkar persekongkolan jahat para jenderal dalam melindungi Joko Tjandra.

Setelah mencopot dan menahan satu Brigjen dari Bareskrim, Kapolri kembali mencopot Kepala NCB Interpol Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB.

"Tiga jenderal sudah dicopot Kapolri dalam dua hari dan ini tentunya wujud dari sikap promoter untuk menjaga marwah kepolisian," katanya dalam keterangan pers yang diterima Gresnews.com, Sabtu (18/7/2020).

Menurut Neta, tentunya tidak cukup hanya sampai di situ agar kasus ini tuntas dan bisa membawa efek jera bagi para jenderal untuk bermain-main melindungi orang-orang bermasalah. Aada lima hal lagi yang patut dilakukan Kapolri.

Pertama, segera membuka CCTV Bareskrim, siapa yang mendampingi dan menjemput saat Joko Tjandra datang mengurus surat jalan.

Kedua, mengungkap motivasi para jenderal itu memberi keistimewaan kepada Joko Tjandra.

Ketiga, disebut-sebut dalam kasus Joko Tjandra ini ada dugaan gratifikasi dan ke mana saja aliran dananya.

Keempat, semua pihak di Polri yang terlibat kasus Joko Tjandra, terutama ketiga jenderal yang dicopot, segera diproses pidana agar kasusnya diadili. "Sebab kasus persekongkolan jahat dalam melindungi buronan Joko Tjandra adalah kejahatan luar biasa," katanya.

Kelima, semua pihak di luar Polri yang terlibat memberi keistimewaan kepada Joko Tjandra, mulai dari lurah hingga Dirjen Imigrasi, harus diperiksa Polri dan kasusnya diselesaikan di pengadilan. Tujuannya agar persekongkolan jahat melindungi Joko Tjandra bisa terungkap secara terang benderang dan selesai dengan tuntas di pengadilan.

Polri juga perlu mencermati proses PK Joko Tjandra dan jika ada indikasi negatif penyidik Bareskrim jangan segan-segan menciduk oknum yang terlibat. "Hanya dengan kerja keras yang promoter dari Kapolri Idham Azis, citra Polri bisa terbangun lagi setelah dihancurkan Joko Tjandra," katanya. (G-2)

BACA JUGA: