JAKARTA - Para nasabah Indosurya Simpan Pinjam sedang berjuang untuk mendapatkan kembali dananya melalui meja hijau. Sidang perkara penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) Koperasi Simpan-Pinjam (KSP) Indosurya Cipta kembali digelar dengan agenda pembahasan rencana perdamaian yang dihadiri ratusan nasabah.

Mereka memenuhi ruang sidang maupun area luar Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Senin (29/6/2020). Dalam sidang lanjutan ini mendatangkan polemik terkait skema perdamaian. Apalagi pengurus inti Indosurya justru tidak hadir sehingga diwakilkan oleh anggota yang menjabat sebagai pengelola di koperasi asosiasi Indosurya.

Masalah lainnya adalah dokumen perdamaian yang ditayangkan merupakan dokumen baru. Padahal sejak tanggal 12 Juni 2020, kreditur Indosurya telah menyampaikan dokumen rencana perdamaian. Namun saat diterima, isi dokumen itu tidak sesuai dengan yang diajukan oleh pihak kreditur.

"Agenda sidang ini harusnya pembahasan mengenai proposal perdamaian. Cuma memang dirasa proposal perdamaian ini tidak serius. Karena yang disampaikan di sini berbeda dengan yang telah disampaikan ke kami. Itu yang pertama dan perubahan itu baru kami terima hari ini. Seharusnya proposal itu sudah disampaikan jauh hari sebelum agenda pembahasan," kata kuasa hukum kreditur Indosurya, Agusto, kepada Gresnews.com, Senin (29/6/2020).

Salah satu hal yang berbeda adalah skema pembayaran utang yang awalnya akan dibayar mulai Januari 2021 tiba-tiba diubah menjadi Juni 2021. Lantaran adanya perubahan itu maka dalam sidang kreditur meminta kepastian dan kondisi keuangan Indosurya karena sampai saat ini belum pernah menyampaikan laporan keuangan

Menurutnya mengacu pada undang-undang kepailitan, pengawas berhak untuk memanggil ahli atau auditor guna mengetahui keadaan harta debitur. Para nasabah Indosurya pun keberatan untuk membahas skema perdamaian jika aset atau kekayaan yang dimiliki tidak diketahui.

"Terus ada kewajiban memberikan laporan harta kekayaan untuk menilai proposal ini layak atau tidak. Itu ada kewajibannya dari undang-undang," sambungnya.

Sementara majelis hakim meminta para kreditur Indosurya bijaksana memberi kesempatan debitur sebagai pihak yang mempunyai kewajiban untuk mengembalikan uang korban perdamaian Indosurya.

"Kita dengarkan dulu perjalanan debitur menjelaskan. Nanti setuju atau tidak setuju terhadap yang dibacakan debitur," pinta hakim dalam sidang.

Menurut Agusto semua pasti setuju dengan perdamaian, asal terbuka dan punya iktikad baik dan jelas. Namun melihat proposal yang diajukan maka kreditur minta ditunda. "Dibahas dulu dengan sesama. Karena kami juga baru terima. Kami harus konsultasi juga, kami harus pelajari juga. Baru kemudian nanti akan dibahas. Dan kami juga meminta laporan harta kekayaan dari koperasi Indosurya," tandasnya.

Dengan diketahuinya harta kekayaan Indosurya maka kreditur akan meminta Down Payment masuk skema perdamaian.

Sementara itu, Andi Winata, salah seorang nasabah koperasi Indosurya, menginginkan hakim memutuskan untuk mempailitkan Indosurya. "Keinginan saya pailit. Soalnya curang banget ini, bohong ini semua," kata Andi kepada Gresnews.com usai sidang.

Andi mengaku memiliki dana simpanan sebesar Rp3 miliar. Ia telah menjadi anggota koperasi simpan pinjam koperasi Indosurya dua tahun, dari 2018.

"Baru dua tahun ya. Tadinya (simpanan) lebih Rp8 miliar. Belakangan turun-turun. Terakhir tidak dikasih bunga bulan 3 (2020)," pungkasnya.

Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat telah memutuskan status PKPU bagi Koperasi, sesuai surat putusan Nomor: 66/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jakarta Pusat. Kini, sidang PKPU telah sampai pada agenda pembahasan rencana perdamaian.

Seusai itu, pemungutan suara atau voting menyikapi proposal perdamaian akan digelar. Terakhir, majelis hakim pengawas PKPU akan melaksanakan sidang permusyawaratan.

Sementara itu di luar gedung PN Pusat, sejumlah nasabah Indosurya protes sambil berteriak, "No DP, no damai! No DP, pailit!" Mereka membawa spanduk dan karton bertuliskan kalimat bernada protes, mereka berulang kali meneriakkan kalimat yang sama.

Mereka menuntut adanya pembayaran uang muka sebesar 30% sebelum restrukturisasi utang diberikan kepada koperasi tersebut. Uang muka pembayaran utang ini teramat penting bagi kliennya. Mengingat mereka kebanyakan para lansia, yang hendak menikmati sisa umur dengan uang yang telah dikumpulkan. Tak sedikit dari mereka yang kini pun kesulitan bertahan hidup.  (G-2)

BACA JUGA: