JAKARTA - Pandemi COVID-19 telah menghancurkan perekonomian dunia. Pertumbuhan ekonomi negara pun jatuh hingga minus kendati Indonesia telah mulai memasuki new normal.

Namun selalu ada hikmah di balik musibah. Pandemi ini setidaknya dapat dijadikan momentum yang tepat untuk Indonesia melakukan percepatan digitalisasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

"Karena digitalisasi dalam arti yang sesungguhnya, yakni memperkuat daya lenting UMKM menghadapi krisis hari ini dan mengantisipasi berbagai perubahan ke depan," kata Staf Ahli Kementerian Koperasi dan UKM Agus Sudarsono dalam Webinar Strategi Bertahan dan Bangkit Pasca Pandemi COVID-19 yang diikuti Gresnews.com, Kamis (18/6/2020).

Menurutnya digitalisasi UMKM harus menjadi agenda kolektif melalui edukasi dan inkubasi bagi UMKM agar terhubung dengan ekosistem digital.

Agus menambahkan kebijakan restrukturisasi penundaan cicilan subsidi bunga dan ketersediaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) akan terus berjalan untuk membantu cash flow dan modal kerja UMKM.

"Reaktivasi usaha sesuai arahan pemerintah dan memastikan kesiapan UMKM untuk menerapkan protokol kesehatan. Itu harapan dan pesan Pak Menteri Koperasi terkait digitalisasi," tuturnya.

Perubahan perilaku yang terjadi akibat pandemi COVID-19 harus disambut baik dengan semangat untuk digitalisasi. Banyak peluang yang muncul dari e-commerce. Berbagai data menunjukkan Indonesia adalah negara terbesar ke-9 di dunia.

Sebanyak 60% penduduk Indonesia (130 jutaan) telah terkoneksi internet. Ini menjadi suatu peluang, tinggal bagaimana nanti untuk melakukan literasi penggunaan pemanfaatan ekonomi digital serta penggunaan alat-alat yang membantu untuk itu.

Kemudian, lanjut Agus, literasi digital untuk UMKM perlu diperkuat oleh berbagai kanal media untuk menjangkau UMKM sebanyak-banyaknya.

"Jadi di undang-undang koperasi itu ada UKM. Perlu kami sampaikan bahwa di koperasi itu ada sistemnya, ada yang membantu," jelasnya.

Selain itu, perubahan perilaku konsumen dengan membatasi interaksi fisik dengan mengurangi aktivitas di luar rumah terbukti memberi peluang UMKM dengan sistem digital dapat bertahan. Proses digitalisasi ini meminimalisir kontak secara langsung. "Ini ada 64 juta populasi UMKM di Indonesia berdsarkan data dari BPS," imbuhnya.

Dari jumlah tersebut baru 13% saja yang telah terhubung di ekosistem digital, sedangkan 87% belum. UMKM lainnya bersifat offline atau aktivitas mereka seperti pembelian, pembayaran masih sangat bergantung pada interaksi fisik.

Menurut Agus, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki punya visi UMKM dan koperasi digital. Koperasi digital ini artinya membuat produk jasa sistem pembayaran, ada transfer, ada digital money, dan sebagainya. Sistem pembayaran ini otoritasnya adalah Bank Indonesia.

Selain itu koperasi digital ini akan dikembangkan produk jasa keuangan. Tentunya ini harus di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kemudian, kata Agus, selama ini koperasi rawan digunakan tindakan pidana pencucian uang. Oleh karena itu Kemenkop akan bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Tujuannya untuk memantau adanya transaksi keuangan yang mencurigakan. Misalnya memantau kewajiban laporan transaksi tunai Rp100 juta ke atas ke PPATK.

Selain itu, Kemenkop UKM akan membangun send box regulation dalam rangka membangun inovasi baru. "Kita masukkan juga para pelaku koperasi digital. Kemudian asosiasinya ada asosiasi koperasi digital. Ada yang syariahnya ada inbook dan KNKES. Itu kita akan membangun bersama-sama membangun send box," tutur Agus.

Send box itu seperti laboratorium produk jasa keuangan. Produk jasa keuangan didesain untuk kemanfaatan anggota dan menganulir kerugian seminimal mungkin.

"Sehingga yang dibangun nanti ketika koperasi digital dan produk jasa keuangannya itu dikeluarkan, diimplementasikan maka sudah aman. Baik itu dari bantuan OJK, baik itu dari Bank Indonesia juga nanti dari PPATK," tandasnya.

Sementara, Tutuk Cahyono dari Bank Indonesia (BI) cabang Kalimantan Timur mencoba mengembangkan UKM dengan menikahkan antara ekonomi dan keuangan, baik konvensional maupun syariah.

Artinya pola pembinaan dari BI untuk UMKM tidak boleh hanya dianggap sektor informal saja atau di mikro saja. Tetapi dengan sentuhan manajemen keuangan maka UMKM harusnya naik pangkat menjadi usaha kecil dan selanjutnya naik lagi usaha menengah.

Tutuk mengatakan, BI kini sedang memperkenalkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). QRIS adalah salah satu tools agar masyarakat terbiasa untuk menggunakan uang nontunai sehingga diharapkan mampu memberikan kemudahan dalam bertransaksi.

Karena era COVID-19 ini mendorong orang tidak bersentuhan, tidak berhubungan langsung secara fisik. Makanya perlu social distancing.

"Itu dijawab dengan QRIS ini, karena QRIS itu punya fitur-fitur tanpa tatap muka," tuturnya.

Menurutnya, bila UMKM telah terkena sentuhan QRIS maka akan sangat powerful. Selain itu, BI juga tidak hanya menggarap bidang ekonomi saja tapi keuangan juga harus digandeng. Sehingga perbankan atau lembaga keuangan akan tahu berapa kemampuan di sektor informal atau UKM bisa mengembalikan pinjaman ketika mendapatkan pinjaman.

Tutuk menekankan mengenai pentingnya transformasi digital Bank Indonesia di bidang UKM/UMKM. "Dan saya kira onboarding UMKM sudah menjadi program kami tahun lalu," ungkapnya.

Selain itu, program BI selain go digital juga go export. Ujungnya BI ingin membantu bagaimana menciptakan pertumbuhan yang inklusif sekaligus mengurangi defisit.

"Ini yang paling penting karena negara kita ini masih defisit di antara semua negara di Asia," pungkasnya. (G-2)

BACA JUGA: