JAKARTA - Sejumlah kalangan mulai melontarkan desakan agar pemerintah membatalkan rencana pemindahan ibu kota negara ke Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Pandemi COVID-19 yang hingga kini masih merebak membuat beban hidup masyarakat semakin berat dan negara terbebani utang yang semakin besar.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menegaskan rencana pemindahan ibu kota baru tersebut seharusnya dibatalkan saja. "Saat ini lebih baik fokus menangani COVID-19, (gunakan) semua sumber daya untuk jaga kesehatan dan keselamatan warga," kata Mardani kepada Gresnews.com, Selasa (7/4).

Lagi pula, lanjut Mardani, hingga kini rancangan undang-undang pemindahan ibu kota belum ada. Selain itu, kajian dan naskah akademis mengenai pemindahan ibu kota juga belum masuk ke DPR. Kendati demikian, meskipun masih dalam tahap kajian dan belum memiliki landasan hukum berbentuk undang-undang, pemerintah telah mengalokasikan anggaran Rp2 triliun untuk pemindahan ibu kota yang diplot dalam anggaran sejumlah kementerian.

Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menduga ada motif bisnis di balik tetap ngototnya pemerintah membangun ibu kota baru di tengah pandemi COVID-19. "Dalam hal ini, perburuan untung besar oleh oligarki penguasa-pengusaha yang tampaknya menjadi motif utama ambisi Jokowi memindahkan ibu kota," kata Marwan kepada Gresnews.com, Selasa (7/4).

Menurut dia, total anggaran pemindahan ibu kota adalah sekitar Rp466 triliun, yang berasal dari APBN, swasta dan swasta/BUMN dalam skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merinci anggaran pemindahan ibu kota negara dengan skema pembiayaan melalui APBN, porsi 19,2% atau Rp89,472 triliun dan melalui swasta, 26,2% atau Rp122,092 triliun, serta melalui mekanisme KPBU, 54,6% atau Rp254,436 triliun. KPBU itu untuk membangun gedung eksekutif, legislatif, dan yudikatif; infrastruktur selain yang tercakup APBN; sarana pendidikan dan kesehatan; museum dan lembaga permasyarakatan; dan sarana penunjang.

Jika dilihat sepintas, anggaran untuk pemindahan ibu kota tersebut hanya menggunakan APBN sebesar Rp89,472 triliun. "Supaya terlihat rendah, ternyata mengandung unsur manipulasi," cetus Marwan.

Namun, menurut Pasal 5 Peraturan Presiden (Perpres) 38/2015 tentang KPBU, sarana yang boleh dikerjasamakan sesuai skema KPBU adalah sarana ekonomi dan sosial. Karena itu, sarana gedung eksekutif, legislatif dan yudikatif, jelas tidak termasuk sarana yang didanai swasta melalui skema KPBU, tetapi harus didanai negara melalui APBN. 

Marwan mengatakan meskipun sarana dan gedung-gedung tersebut dikerjasamakan dengan swasta melalui skema KPBU, pada akhirnya pemerintah perlu membayar biaya sewa dalam bentuk biaya operasi setiap kementerian dan lembaga yang memanfaatkan sarana tersebut. Akhirnya, tetap saja negara, melalui APBN, yang harus membayar biaya sewa/operasi sarana tersebut.

"Bahkan jumlahnya pun pasti lebih besar karena di dalam skema KBPU terkandung unsur keuntungan swasta yang harus dibayar, dibanding jika sarana dibangun pemerintah," kata dia.

Kemudian, Marwan melanjutkan, biaya sebesar Rp466 triliun di atas hanya memperhitungkan pembangunan sarana. Padahal dengan pemindahan ibu kota, sebagian Aparatur Sipil Negara (ASN) pemerintah pusat yang saat ini berjumlah 1,4 juta orang juga perlu pindah. Jokowi memastikan seluruh ASN di pemerintah pusat akan pindah ke ibu kota baru pada 2024.

Menurut dia, pemindahan ibu kota yang dipromosikan sebagai economic deriver untuk pertumbuhan ekonomi merupakan program yang memberatkan keuangan negara, tidak propemerataan, tidak prioritas, serta tidak didukung kajian dan pertimbangan objektif, yang akan menambah beban utang negara, serta berpotensi bahaya moral (moral hazard). Apalagi jika melihat kondisi ekonomi rakyat dan keuangan negara yang semakin morat-marit akibat pandemi COVID-19.

Pada Februari 2020, pemerintah menambah utang sebesar Rp130,63 triliun terhadap total utang yang sebelumnya telah mencapai Rp4.817,55 triliun. Selama sekitar lima tahun `berkuasa`, Jokowi telah meningkatkan utang negara dari Rp2.600 triliun pada Desember 2014 menjadi Rp4.948,18 triliun pada akhir Februari 2020. Artinya, Jokowi telah menambah utang negara sebesar Rp2.348 triliun atau meningkat sekitar 90%.

Dengan adanya pandemi COVID-19, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) 1/2020 yang antara lain berisi ketentuan relaksasi batas defisit APBN menjadi 5%, dari 3% yang berlaku saat ini, untuk tiga tahun ke depan. Selain itu, perppu ini juga menambah alokasi belanja Rp405 triliun yang, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, sebagian didanai dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), dana BLU, realokasi penyertaan modal negara, dan utang.  

Menkeu tidak menyebutkan secara eksplisit tentang akan adanya realokasi dan pengurangan atau penghapusan anggaran yang tidak prioritas, seperti anggaran untuk ibu kota Baru. Dengan demikian, sebagian besar anggaran untuk tambahan belanja Rp405 triliun tersebut akan ditutup dengan utang baru. Artinya utang negara yang sudah sangat besar tersebut akan semakin meningkat akibat pandemi COVID-19 dan akan diperparah oleh ambisi Jokowi memindahkan ibu kota negara.

Namun terlepas dari beban APBN yang berat tersebut, pihak swasta akan sangat dominan membangun ibu kota baru. Penggunaan skema KPBU yang menggunakan dana swasta hingga Rp254 triliun, ditambah swasta murni Rp122 triliun, akan menjadikan kantor-kantor ibu kota negara sebagai proyek bisnis yang sangat menguntungkan bagi swasta/asing.

Marwan menegaskan pemerintah melakukan kesalahan-kesalahan secara bersamaan yakni membisniskan sarana vital negara, memberi peluang dan keuntungan bisnis oligarki kepada swasta/asing, membebani keuangan negara secara jangka panjang, serta  sekaligus menggadaikan kedaulatan negara dan martabat bangsa. Ditambah dengan beban utang yang akan meroket, serta target pemerataan dan pengentasan kemiskinan yang tidak akan efektif dan efisien, pembangunan ibu kota baru memang sudah saatnya dibatalkan.

(G-2)

BACA JUGA: