JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) telah menerima dan menetapkan gugatan yang diajukan oleh sebanyak 312 korban banjir DKI Jakarta pada 1 Januari 2020 sah sebagai gugatan perwakilan kelompok (Class Action). Proses selanjutnya dari gugatan yang terdaftar dengan Nomor: 27/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Pst itu adalah pemberitahuan kepada anggota kelompok dan pembuktian.

Kuasa hukum penggugat, Azas Tigor Nainggolan, menyatakan dalam persidangan Selasa (17/3/2020), tidak ada keberatan sama sekali dari majelis hakim untuk menerima gugatan tersebut karena telah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) 1/2002 tentang Tata Cara Gugatan Class Action.

Menurut PERMA tersebut, selain harus memenuhi syarat formal gugatan seperti diatur dalam Hukum Acara Perdata, gugatan Class Action juga harus memuat antara lain definisi kelompok secara rinci dan spesifik, identitas lengkap dan jelas wakil kelompok, posita dari seluruh kelompok (aspek kesamaan kepentingan), dan petitum/tuntutan yang jelas dan rinci termasuk tentang tata cara distribusi ganti kerugian kepada seluruh anggota kelompok. Dalam Class Action ada yang disebut sebagai Wakil Kelompok (Class Representative), yaitu satu atau lebih orang yang menderita kerugian dan mengajukan gugatan sekaligus mewakili kelompok; dan Anggota Kelompok (Class Members), yaitu sekelompok orang dalam jumlah banyak yang kepentingannya diwakili oleh Wakil Kelompok.

"Lima wakil kelasnya cocok dengan 307 korban banjir lainnya. Kejadiannya juga sama. Korbannya banyak," kata Tigor kepada Gresnews.com, Rabu (18/3).

Tigor menegaskan, tuntutan dalam gugatan itu adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan diputus melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) karena tidak melakukan kewajiban hukumnya sebagai gubernur untuk melindungi warga Jakarta dari dampak banjir Jakarta pada 1 Januari 2020. Pertama, Anies tidak melakukan Peringatan Dini (Early Warning System) agar warga korban bisa bersiap diri menghadapi banjir yang terjadi di Jakarta pada 1 Januari 2020. Kedua, Anies tidak melakukan atau tidak memberikan Bantuan Darurat (Emergency Response) kepada para korban banjir Jakarta pada 1 Januari 2020.

Penggugat meminta kepada majelis hakim untuk memutus bahwa Gubernur DKI Jakarta melakukan PMH dan membayar ganti rugi materil sebesar Rp60,040 miliar Dan ganti rugi imateriil sebesar Rp1 triliun. 

Sidang dijadwalkan berlangsung lagi pada Selasa, 31 Maret 2020. Agenda sidang adalah pihak penggugat mengajukan blanko pemberitahuan (notifikasi) dan mekanisme pemberian informasi kepada majelis hakim untuk ditetapkan sebagai alat untuk proses notifikasi gugatan.

Sebenarnya, selain gugatan di atas, terdapat satu lagi gugatan Class Action berkaitan dengan banjir, yang didaftarkan di PN Jakpus, yakni perkara Nomor: 42/Pdt.G/2020/PN Jkt.Pst dengan penggugat Klopas Nainggolan dkk dengan kuasa hukum Tommy Sihotang, yang baru memasuki tahap pemeriksaan awal. Tergugat Gubernur DKI Jakarta dkk.

Tuntutan penggugat ada empat: 1) perbaikan tempat tinggal, termasuk mengganti seluruh peralatan rumah tangga yang rusak karena banjir sampai dapat ditinggali secara layak; 2) perbaikan terhadap kendaraan, baik roda dua maupun roda empat, yang rusak sampai bisa digunakan lagi secara layak; 3) perbaikan lingkungan perumahan tempat tinggal penggugat sampai kembali seperti semula; 4) membayar ganti rugi atas hilangnya mata pencaharian penggugat sebesar Rp5 juta per bulan untuk setiap kepala keluarga yang terdampak banjir.

Sementara itu Bank Indonesia (BI) Perwakilan DKI Jakarta mencatat banjir yang terjadi di sejak 1 Januari 2020 menyebabkan kerugian materiil sebesar Rp960 miliar. Kepala Perwakilan BI DKI Jakarta Hamid Ponco Wibowo mengatakan, jumlah itu didapat berdasarkan laporan dari berbagai himpunan asosiasi pedagang, maupun pengusaha di Jakarta. 

"Kami ini menghitung secara umum, dan menghimpun data dari asosiasi pedagang seperti Aprindo, HIPPI, dan KADIN. Setelah dijumlahkan, angkanya kira-kira sekitar Rp1 triliun, ini paling rendah ketimbang tahun-tahun lalu yang jumlahnya mencapai 10 kali lipatnya," ujar Ponco, Senin (3/3).

Ponco menjelaskan, kerugian banjir Februari 2015 sebesar Rp1,5 triliun, Januari-Februari 2014 sebesar Rp5 triliun, Februari 2007 Rp8,8 triliun, serta Februari 2002 Rp 9,8 triliun. 

Ponco menuturkan, angka Rp 960 miliar tersebut belum dihitung dengan sektor yang mengalami kerugian lainya seperti perdagangan, transportasi, pergudangan dan logistik, dan badan/jasa keuangan, sehingga apabila ditotal sebesar Rp1 triliun.

Pada 2002, gugatan Class Action banjir terhadap Gubernur DKI Jakarta juga dilakukan di PN Jakpus oleh 15 warga korban. Hasilnya: ditolak. Pertimbangan hakim adalah yang bertanggung jawab terhadap banjir di Jakarta bukanlah Gubernur DKI, melainkan masing-masing wali kota di lima wilayah DKI.

Majelis berpendapat berdasarkan UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan otonomi berada pada tingkat kotamadya dan/atau kabupaten, bukan pada provinsi. Oleh karena itu hanya pemerintahan kabupaten dan/atau kotamadya yang dapat dimintai pertanggungjawaban hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Selain itu disebutkan pula bahwa Tergugat II (Gubernur DKI) telah berdaya upaya dan berusaha menanggulangi dan mengendalikan banjir di Jakarta sepanjang Januari-Februari 2002.

(G-2

BACA JUGA: