JAKARTA - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah Riau (WALHI Riau) mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menetapkan mantan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan (22 Oktober 2009-1 Oktober 2014) sebagai tersangka korupsi yang berhubungan dengan perizinan alih fungsi kawasan hutan di Provinsi Riau pada 2014.

“Kesalahannya sudah terang benderang terkait kasus alih fungsi lahan di Riau,” kata Direktur Eksekutif WALHI Riau, Riko Kurniawan, kepada Gresnews.com di Jakarta, Rabu (11/3).

Menurut Riko, Zulhas—sapaan Zulkifli Hasan—yang merupakan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) 2020-2025 dan Wakil Ketua MPR 2019-2024 itu, sejak 2016 sudah diselidiki oleh KPK. “Dia benar-benar licin dan lolos terus dari ancaman tersangka,” kata Riko.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan penyidik telah memeriksa Zulhas. Namun, saat ini KPK masih fokus pada pendalaman terhadap PT Palma Satu, sebagai tersangka korporasi. Setelah itu pemberkasan dan tahap pemeriksaan persidangan.

“Dilihat fakta-faktanya, apakah nanti ada pihak lain (yang terlibat). Masuk nggak Zulhas ini. Baru tentukan sikap setelah itu,” kata Ali kepada Gresnews.com di kantor KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (11/3) malam.

Pada 29 April 2019, KPK menetapkan korporasi PT Palma Satu, Legal Manager PT Duta Palma Group tahun 2014 Suheri Terta, dan pemilik PT Darmex Group/PT Duta Palma Surya Darmadi sebagai tersangka suap terkait dengan pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau Tahun 2014. Perkara ini adalah hasil pengembangan dari pokok perkara Tindak Pidana Korupsi Suap terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan Riau Tahun 2014 kepada Kementerian Kehutanan. Dugaan suap alih fungsi hutan ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Kamis, 25 September 2014. Dalam kegiatan tangkap tangan ini, KPK mengamankan uang dengan total Rp2 miliar dalam bentuk Rp500 juta dan 156 ribu Dolar Singapura. Surya sebagai Beneficial Owner PT Palma Satu bersama-sama Suheri dan PT Palma Satu selaku korporasi dan kawan-kawan diduga memberi uang senilai Rp3 miliar dalam bentuk dolar Singapura kepada Annas Maamun selaku Gubernur Riau terkait dengan pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau.

Ali menegaskan pihaknya pasti akan mengembangkan kasus itu setelah ada fakta-fakta persidangan. “Baru setelah fakta-fakta persidangan, penuntut umum di dakwaannya menyangkut pihak-pihak lain. Tentunya pasti nanti dikembangkan,” ujarnya.

Ali, yang berlatar belakang jaksa, itu juga menyatakan dalam kasus ini perlu dibedakan antara perbuatan suap dan perbuatan kebijakan yang kemudian menguntungkan orang lain. Aspek pembuatan kebijakan itu yang nantinya akan dilihat kaitannya dengan perbuatan melawan hukum. “Itu harus dipisahkan dulu. Kalau dicampur, saya kira nanti malah tidak jelas, ini perbuatan yang mana,” kata Ali.

Zulhas telah memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa dalam kasus tersebut pada Jumat, 14 Februari 2020. Saat itu ia menyangkal terlibat kasus tersebut. “Sama sekali tidak ada izin karena ditolak, permintaannya ditolak,” kata besan pendiri PAN Amien Rais itu.

Gresnews.com menghubungi Zulhas, Rabu (11/3) malam, melalui WhatsApp, untuk meminta tanggapan atas pernyataan WALHI Riau, materi perkara korupsi yang tengah disidik itu, serta dugaan maupun spekulasi yang berkembang bahwa Zulhas menerima uang dari pihak yang berkepentingan dengan alih fungsi hutan tersebut. Namun, hingga berita ini diturunkan, terdapat tanda centang biru yang berarti pesan sudah dibaca, tetapi belum dibalas.

Berdasarkan riset Gresnews.com, putusan Annas sudah berkekuatan hukum (inkracht van gewijsde) tetap sejak 15 September 2015 pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Bandung dan terdaftar dengan Putusan Nomor: 22/PID.TPK/2015/PT BDG. Putusan banding menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung Nomor: 35/PID.SUS/TPK/PN.BDG tanggal 24 Juni 2015. Annas dihukum pidana penjara selama enam tahun dan denda sebesar Rp200 juta subsider kurungan dua bulan. Majelis hakim yang memutus perkara itu adalah H. Lexsy Mamonto (hakim ketua), Karel Tuppu, dan Afninur Kamaroesid.

Di dalam dakwaan terhadap Annas terdapat sejumlah peran yang dilakukan oleh Zulhas, antara lain:

“Bahwa pada acara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Propinsi Riau tanggal 9 Agustus 2014, Terdakwa menerima kunjungan ZULKIFLI HASAN (Menteri Kehutanan) yang memberikan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor: SK.673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan Seluas ±1.638.249 ha (satu juta enam ratus tiga puluh delapan ribu dua ratus empat puluh sembilan hektar), Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Seluas ±717.543 ha (tujuh ratus tujuh belas ribu lima ratus empat puluh tiga hektar) dan Penunjukkan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan Seluas ±11.552 ha (sebelas ribu lima ratus lima puluh dua hektar) di Propinsi Riau. Pada pidatonya dalam acara HUT Propinsi Riau, ZULKIFLI HASAN memberikan kesempatan kepada masyarakat melalui Pemerintah Daerah Propinsi Riau untuk mengajukan permohonan revisi jika terdapat daerah atau kawasan yang belum terakomodir dalam SK tersebut.”

“Selanjutnya Surat Gubernur Riau tersebut dibawa ke kantor Kementerian Kehutanan oleh ARSYAD JULIANDI RACHMAN (Wakil Gubernur Riau), M. YAFIZ, IRWAN EFFENDY dan CECEP ISKANDAR yang bertemu dengan ZULKIFLI HASAN pada tanggal 14 Agustus 2014. Pada pertemuan itu ZULKIFLI HASAN memberi tanda centang persetujuan terhadap sebagian kawasan yang diajukan dalam surat tersebut, yang peruntukannya antara lain untuk jalan tol, jalan propinsi, kawasan Candi Muara Takus dan perkebunan untuk rakyat miskin seluas 1.700 ha (seribu tujuh ratus hektar)di Kabupaten Rokan Hilir. Selain itu ZULKIFLI HASAN secara lisan memberikan tambahan perluasan kawasan hutan menjadi bukan hutan Propinsi Riau maksimal 30.000 ha (tiga puluh ribu hektar).”

Kemudian terjadi pengajuan revisi SK Menteri Kehutanan Nomor: 673/Menhut-II/2014 tersebut, pada Agustus 2014. Annas ditemui oleh Gulat Medali Emas Manurung.

Terdakwa ditemui oleh GULAT MEDALI EMAS MANURUNG di rumah dinas Gubernur Riau untuk meminta bantuan agar areal kebun sawit yang dikelola GULAT MEDALI EMAS MANURUNG dapat dimasukkan ke dalam usulan revisi dari kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan. Terdakwa lalu meminta GULAT MEDALI EMAS MANURUNG berkoordinasi dengan CECEP ISKANDAR yang pada saat itu sedang berada di rumah dinas Terdakwa terkait pelaporan hasil kunjungan ke Jakarta menemui Menteri Kehutanan. Menindaklanjuti arahan Terdakwa kemudian GULAT MEDALI EMAS MANURUNG membicarakan hal tersebut dengan CECEP ISKANDAR, yang pada intinya meminta agar areal kebun sawit yang dikelola GULAT MEDALI EMAS MANURUNG di Kabupaten Kuantan Sengingi seluas kurang lebih 1.188 ha (seribu seratus delapan puluh delapan hektar) dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas kurang lebih 1.214 ha (seribu dua ratus empat belas hektar) dapat dimasukkan ke dalam usulan revisi SK Menteri Kehutanan NomorSK.673/Menhut-II/2014 padahal lokasi tersebut diluar lokasi yang direkomendasikan oleh Tim Terpadu Kehutanan Riau.”

Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat pada Senin, 23 Februari 2015, menghukum Gulat dengan pidana tiga tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan, karena terbukti menyuap Annas sebesar Rp2 miliar (166,1 ribu dolar Singapura) berkaitan dengan pengajuan alih fungsi hutan di Provinsi Riau.

Sebagai informasi, Gulat adalah Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) 2019-2024. Dalam jajaran Dewan Pembina APKASINDO terdapat nama Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Dr. Moeldoko, S.IP.

(G-2)

BACA JUGA: