JAKARTA - Wahana Lingkungan Hidup Jawa Timur (WALHI Jatim) menduga telah terjadi pelanggaran hukum dalam hal penggunaan kawasan hutan untuk wilayah pertambangan Bukit Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur, oleh anak perusahaan PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA), yakni PT Bumi Suksesindo (BSI). Saham perusahaan tersebut antara lain dikuasai secara langsung maupun tidak langsung oleh kakak Menteri BUMN Erick Thohir, Garibaldi (Boy) Thohir, dan bekas calon Wakil Presiden pada Pemilu 2019, Sandiaga Salahuddin Uno.

Direktur Eksekutif WALHI Jatim Rere Christanto mengatakan dugaan terjadinya pelanggaran tersebut antara lain berkaitan dengan perubahan status kawasan hutan lindung menjadi hutan produksi terbatas, penerbitan Izin Pinjam Pakai Lawasan Hutan (IPPKH), dan prosedur tukar-menukar kawasan hutan. Urusan perizinan itu terjadi pada zaman Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan (22 Oktober 2009-1 Oktober 2014), yang kini menjabat Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) sekaligus Wakil Ketua MPR 2019-2024. 

"Hutan yang sekarang dipakai sebagai kawasan pertambangan emas oleh PT Merdeka Copper Gold Tbk. awalnya adalah kawasan hutan lindung," kata Rere kepada Gresnews.com, Senin (9/3).

Rere pun menjelaskan kronologi dan permasalahan perizinan wilayah pertambangan Bukit Tumpang Pitu.

Pada 10 Oktober 2012, melalui Surat Nomor: 522/635/429/108/2012, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengusulkan perubahan fungsi kawasan Hutan Lindung seluas +9.743,28 hektare yang terletak di Bagian Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Sukamade, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, menjadi Kawasan Hutan Produksi Tetap. "Permohonan perubahan itu jelas terkait dengan kepentingan pertambangan emas yang tidak diperbolehkan berlangsung di hutan lindung," jelas Rere.

Pada 19 November 2013, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan (SK Nomor: 826/Menhut–II/2013) 1.942 hektare hutan lindung di Tumpang Pitu kemudian diturunkan statusnya menjadi hutan produksi. Padahal penurunan status kawasan hutan tidak boleh dilakukan dengan sembarangan. Pasal 39 Peraturan Pemerintah (PP) 104/2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan menyebutkan bahwa perubahan fungsi kawasan hutan lindung menjadi kawasan hutan produksi hanya bisa dilakukan dengan ketentuan jika kawasan hutan lindung tersebut sudah dinilai tidak memenuhi kriteria sebagai kawasan hutan lindung.

Menurut Rere, kriteria suatu wilayah bisa ditetapkan sebagai hutan lindung dapat dilihat pada SK Menteri Pertanian Nomor: 837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria Dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung yang pada dasarnya merujuk kepada lereng lapangan dan jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi dan intensitas hujan dari wilayah yang bersangkutan.

"Pada wilayah BKPH Sukamade yang diajukan perubahan kawasan hutannya dari hutan lindung menjadi hutan produksi, sejauh ini tidak ada perubahan besar yang mengakibatkan tingkat lereng lapangan serta jenis tanah menurut kepekaan terhadap erosi dan intensitas hujan dari kawasan hutan lindung di Tumpang Pitu untuk menjadi dasar perubahannya menjadi hutan produksi, sehingga perubahan kawasan itu dari hutan lindung menjadi hutan produksi layak dipertanyakan," papar Rere.

Berkaitan dengan penerbitan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan melalui mekanisme IPPKH memunculkan permasalahan pada tingkat implementasi, terutama kemampuan peminjam untuk melakukan reklamasi dan mengembalikan objek pinjam pakai kawasan hutan seperti semula.  Saat ini kawasan hutan di Provinsi Jawa Timur masih kurang dari 30% (28,47%), sedangkan kegiatan pertambangan dalam kawasan hutan tentu meningkatkan angka deforestasi. "Penerbitan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan tidak sejalan dengan UU 41/1999 tentang Kehutanan yang mengamanatkan luas kawasan hutan minimal 30% dari luas DAS atau pulau dengan sebaran secara proporsional," ujar Rere.

Pada 25 Juli 2014, setelah penurunan status hutan lindung maka keluarlah Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) Nomor: 812/Menhut –II/2014, serta pada 29 Februari 2016 dengan Surat Nomor: 18/1/IPPKH/PMDN/2016. Namun, dalam Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2016 yang dipublikasikan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan bahwa IPPKH Nomor: SK.812/Menhut-II/2014 yang dimiliki PT Bumi Suksesindo tercantum dalam kategori: Non Tambang. "Hal itu tidak sesuai dengan aktivitas PT Bumi Suksesindo yang jelas-jelas adalah pertambangan," ujarnya.

Permasalahan berikutnya adalah tentang prosedur tukar-menukar kawasan hutan. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.32/Menhut-II/2010 tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan menyebutkan larangan untuk menebang pohon dan wajib mempertahankan keadaan vegetasi hutan pada kawasan perlindungan setempat pada areal dengan radius atau jarak sampai dengan: 500 meter dari tepi waduk atau danau; 200 meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa; 100 meter dari kiri kanan tepi sungai; 50 meter dari kiri kanan tepi anak sungai; dua kali kedalaman jurang dari tepi jurang; dan 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.

Ia mencermati dengan masifnya pembabatan hutan di kawasan hutan yang sekarang dipakai sebagai wilayah pertambangan emas, patut diduga kuat telah terjadi penebangan pada kawasan perlindungan setempat di wilayah tersebut. Masyarakat menyatakan di wilayah yang sekarang dipakai sebagai areal pertambangan terdapat sumber mata air yang kemudian turun menjadi sungai yang bermuara di Pulau Merah.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.32/Menhut-II/2010 tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan juga menggariskan bahwa lahan pengganti kawasan hutan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) letak, luas dan batas lahan penggantinya jelas; 2) letaknya berbatasan langsung dengan kawasan hutan; 3) terletak dalam daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi yang sama; 4) dapat dihutankan kembali dengan cara konvensional; 5) tidak dalam sengketa dan bebas dari segala jenis pembebanan dan hak tanggungan; 6) mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota.

Rere menegaskan, hingga saat ini letak, luas, dan lahan pengganti kawasan hutan yang dipakai oleh PT Merdeka Copper Gold Tbk. tidak pernah ditunjukkan secara pasti. "Ketiadaan informasi ini menguatkan dugaan bahwa proses tukar-menukar kawasan hutan di areal pertambangan emas Tumpang Pitu tidak dilakukan dengan benar dan memiliki potensi pelanggaran," katanya.

Sebagai perimbangan, merujuk pada Laporan Keuangan MDKA (Q3 2019), tercantum bahwa Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bumi Suksesindo di Bukit Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur, berdasarkan Keputusan Bupati  Banyuwangi Nomor: 188/547/KEP/429.011/2012 yang terbit 9 Juli 2012 berlaku sampai dengan 25 Januari 2030 dan dapat diperpanjang dua kali masing-masing 10 tahun, sebagaimana diubah terakhir berdasarkan Keputusan Bupati Banyuwangi Nomor: 188/928/KEP/429.011/2012 tanggal 7 Desember 2012. Luas wilayah pertambangan di Sumberagung, Pesanggaran, Banyuwangi adalah 4.998 hektare (tidak diaudit).

Informasi lainnya, masih berdasarkan Laporan Keuangan MDKA (Q3 2019), pada 19 Februari 2016, BSI mengadakan perjanjian fasilitas pinjaman berikut dengan fasilitas lindung nilai dengan beberapa bank yang terdiri dari Societe Generale Asia Limited, BNP Paribas, dan The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited yang diamendemen pada 15 Februari 2018 dengan menambahkan fasilitas pinjaman. 

Pada 19 Oktober 2018, BSI menandatangani perjanjian fasilitas sebesar AS$200.000.000 dengan beberapa bank yang terdiri dari BNP Paribas, Credit Agricole Corporate and Investment Bank, PT Bank HSBC Indonesia, ING Bank N.V. Singapore Branch, Societe Generale Hongkong Branch, Sumitomo Mitsui Banking Corporation Singapore Branch, PT Bank UOB Indonesia, dan Goldman Sachs Lending Partners LLC dengan tingkat suku   bunga LIBOR ditambah marjin (marjin onshore lenders 3,675% per tahun dan marjin offshore lenders 3,50% per tahun) yang akan jatuh tempo   pada 31 Maret 2022.

(G-2)

BACA JUGA: