JAKARTA - Pemerintah telah menyerahkan naskah Rancangan Undang-Undang (Omnibus Law) Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) kepada DPR pada Rabu lalu. Namun, kalangan serikat buruh menolak RUU itu. Alasannya, mereka merasa tidak dilibatkan dalam penyusunan naskah RUU Cipta Kerja.

Pelaksana Tugas Ketua Konsolidasi DPP Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) menegaskan sejak awal pihaknya menolak RUU Cipta Kerja, terlebih lagi pemerintah tidak melibatkan serikat buruh dalam penyusunan naskah RUU tersebut. "Kemudian dalam undangan ini tiba-tiba konsep Undang-Undang Omnibus Law itu sudah ada dan sudah masuk DPR," kata Husni kepada Gresnews.com seusai pertemuan antara serikat buruh dan perwakilan dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), Kamis (13/2).

Sikap SBSI, kata Ketua Federasi Transportasi Nelayan dan Pariwisata (F-TNP) SBSI itu, tegas menolak dan keluar dari forum. SBSI menyatakan tidak terlibat lagi dan konsisten untuk melakukan perlawanan terhadap RUU Cipta Kerja itu.

"Sekarang (kami) membangun kekuatan di daerah-daerah, membangun solidaritas untuk tetap melakukan perlawanan terhadap Omnibus Law, dan melakukan aksi turun ke jalan," kata Husni.

Sementara itu, Ketua Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPI) Indra Munaswar juga menyatakan pada prinsipnya menolak RUU Cipta Kerja. Alasannya, untuk melindungi generasi masa depan. Dia mencontohkan permasalahan tentang upah minimum daerah, provinsi dan pusat, yang rencananya akan dihapus. Bila saat ini upah minimun di Karawang saja sudah Rp4,9 juta, sementara upah Provinsi Jawa Barat baru Rp1,8 juta, itu artinya sudah menabrak peraturan perundang-undangan, salah satunya UU Otonomi Daerah.

Kendati demikian, ia masih membuka pintu dialog dengan persyaratan. "Kalau berbicara sikap, pada prinsipnya menolak. Tapi kalau mau dibahas, ayo duduk sama-sama, (dengan) mengedepankan kesetaraan dan keadilan. Itu harus diutamakan dalam pembicaraan untuk menyikapi UU tersebut. Duduk sama-sama yang benar. Bukan asal tunjuk, bukan asal ada forum seperti ini. Harus benar-benar karena apa. Ini bicara rakyat, bicara anak bangsa masa depan. Harus kita berikan perlindungan," kata Indra.

Di sisi lain, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker Hayani Rumondang menegaskan pertemuan dengan serikat buruh itu adalah tindak lanjut dari rapat yang dilaksanakan di kantor Kemenaker pada 11 Februari 2020. "Kami tadi sepakat menyusun jadwal. Lalu kemudian memberikan kesempatan untuk membaca, mendalami draf, dan lanjutkan rapat pada Selasa depan (18/2)," kata Hayani kepada Gresnews.com.

Hayani juga mengakui ada perwakilan buruh yang tetap menolak pembahasan. "Nanti lanjut kok, punya niat baik untuk duduk bareng-bareng. Karena apa yang mau dibahas, karena barangnya aja nggak tahu. Apa yang mau ditolak, karena nggak tahu apa yang mau ditolak," kata Hayani.

(G-2)

BACA JUGA: