JAKARTA - Rencana pemerintah untuk memulangkan mantan pengikut Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) ke tanah air memantik reaksi yang luas dari masyarakat berupa penolakan. Namun, ternyata tak semua yang berangkat untuk bergabung dengan ISIS itu adalah mereka yang berniat untuk berperang. Banyak juga yang hanya menjadi korban propaganda ISIS. Salah satunya adalah Febri Ramadani.

Febri tiba di Suriah pada September 2016 dan selama 300 hari ia tinggal di wilayah yang dikuasai oleh ISIS. "Pada 2014 dan 2015 saya belum berangkat. Saya masih ragu," kata Febri dalam acara peluncuran dan bedah buku 300 Hari Di Bumi Syam di Kampus Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, Selasa (11/2).

Febri bercerita, keluarganya telah lebih dulu pergi ke Suriah pada Agustus 2015, dengan rombongan yang berjumlah sebanyak 26 orang. Saat itu Febri ditinggal sendirian di Indonesia. Keluarganya pergi begitu saja tanpa pernah mengajaknya, lantaran Febri selalu mempertanyakan tentang pemerintahan ISIS. "Keluarga saya pergi, karena (merasa) ada harapan baru," kata Febri kepada Gresnews.com.

Febri pun tinggal di sebuah rumah kos. Lantas ia mulai mencari tahu tentang ISIS melalui situs internet. Ia mulai membuka laman-laman yang pro-ISIS. Ia mengakui, ISIS melakukan propaganda yang bagus. Disebutkan, misalnya, bahwa tinggal di bawah panji ISIS maka kesejahteraan terjamin. Begitu pula dengan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan telah disediakan oleh pemerintahan ISIS. Bahkan, pemimpin ISIS saat itu, Abu Bakar Al-Baghdadi, mengatakan pengikut ISIS boleh menjadi apa saja dalam pekerjaan dan tidak ada sama sekali paksaan untuk berperang. "Yang jadi faktornya juga karena dibilangnya waktu itu janjinya di bawah syariat Islam. Mereka menegakkan syariat Islam dengan sempurna seperti zaman Nabi Muhammad (SAW)," jelas Febri.

Berawal dari propaganda itulah, yang kemudian terbukti iming-iming belaka, Febri merasa tertarik. Setelah proses berpikir setahun lamanya maka ia memutuskan pergi untuk bergabung bersama keluarganya yang sudah lebih dulu berangkat ke Suriah.

Febri mengungkapkan, perjalanannya ke Suriah melalui Turki. Dari Turki baru menuju ke Kota Hatay, perbatasan antara Turki dan Suriah. Dia dibantu oleh saudaranya untuk sampai ke sana. "Dari Jakarta saya langsung ke Istanbul (Turki). Kurang lebih di sana stay sekitar lima hari," katanya. Sesampainya di Turki, ia melanjutkan perjalanan ke Hatay. Di Hatay, semua dokumen untuk warga negara Indonesia (WNI), mulai dari paspor, KTP dan sebagainya sudah dipersiapkan. Setelah itu langsung masuk ke Suriah.

Febri lantas menemui keluarganya di Kota Raqqah, tempat mereka tinggal selama di Suriah. Kedatangan Febri dipertanyakan oleh keluarganya. Untuk apa datang ke Suriah? "Kami saja ingin pulang ke Indonesia. Selama setahun di sini, semua janji yang disebarkan melalui propaganda itu hanyalah sebuah kebohongan, tipu daya dan iming-iming saja," kata Febri menirukan ucapan keluarganya saat itu.

"Jadi selama satu tahun di situ, tidak mendapatkan apa yang dijanjikan oleh ISIS. Malah kita mendapat intimidasi, diancam dan segala macam. Akhirnya mereka (keluarga Febri) menjelaskan semua keburukan-keburukan yang ISIS lakukan," kata Febri.

Pada Juni 2017, Febri dan keluarga ditemui oleh pihak pemerintah Indonesia untuk dijemput kembali ke tanah air, hingga saat ini. "Dubes juga ada di sana. Itu untuk proses pemulangan," kata dia.

Febri berpesan kepada warga negara Indonesia lainnya, terutama yang masih terpengaruh ISIS, untuk lebih berhati-hati menerima berita/informasi, agar lebih jeli dan selektif untuk mengecek kebenarannya.

"Ya, penting buat semua orang untuk tabayyun, crosscheck segala berita yang masuk kepada mereka. Jadi jangan asal tampung, terus kita percaya dengan berita itu. Harus dilihat dari berbagai macam sumber," ungkap Febri.

(G-2)

BACA JUGA: