JAKARTA - PT Arutmin Indonesia telah mengajukan perpanjangan kontrak dan melakukan perubahan status dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK OP), akhir November lalu. Perpanjangan kontrak itu menjadi polemik lantaran perusahaan pemegang PKP2B sudah puluhan tahun mengeruk tambang dan dalam UU Minerba ada opsi untuk ditawarkan lebih dulu ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tambang.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menjelaskan soal evaluasi yang telah dilakukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk para pemegang kontrak PKP2B seharusnya dilihat dengan lebih komprehensif. Kedepankan kepentingan nasional, sehingga melihat dari perspektif untuk lahan PKP2B wajib ditawarkan terlebih dahulu kepada BUMN dan BUMD. Ini dilakukan untuk menjaga ketahanan energi nasional dalam jangka panjang. "Kalau mereka (BUMN dan BUMD) menolak, baru dilakukan proses tender terbuka," kata Yusri kepada Gresnews.com, Selasa (17/12).

Dalam periode 2019-2025 mendatang, terdapat delapan perusahaan PKP2B generasi pertama yang akan berakhir masa kontraknya. Delapan perusahaan itu adalah PT Tanito Harum yang kontraknya habis pada 14 Januari 2019, PT Arutmin Indonesia yang kontraknya akan berakhir pada 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia yang perjanjiannya akan berlaku hingga 13 September 2021, dan PT Kaltim Prima Coal yang masa berlaku PKP2B-nya akan habis pada 31 Desember 2021.

Selain itu, dalam daftar tersebut juga terdapat PT Multi Harapan Utama yang pada 1 April 2022 kontraknya akan berakhir. Kemudian PT Adaro Energy Tbk. (ADRO), yang masa kontraknya akan habis pada 1 Oktober 2022, PT Kideco Jaya Agung yang kontraknya hanya sampai 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal yang masa kontraknya akan habis pada 26 April 2025.

Menurut Yusri, Kementerian ESDM tak memiliki kewajiban dan keharusan untuk memperpanjang izin kontrak kepada operator tambang PKP2B yang lama. Misalnya, yang terjadi pada PT Tanito Harum, kontrak perpanjangan yang sebelumnya diberikan oleh Kementerian pada Januari lalu, tiba-tiba dibatalkan.

Ada dua sebabnya, yakni revisi PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang menjadi landasan hukum belum rampung dan surat KPK yang ditembuskan ke Presiden Joko Widodo terkait revisi PP tersebut. Seperti diketahui, revisi keenam PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara tak kunjung selesai. Hal itu dinilai menjadi hambatan bagi PKP2B generasi I yang akan habis kontraknya, untuk mendapat perpanjangan kontrak. Perpanjangan kontrak Tanito Harum disorot KPK sejak diteken oleh Dirjen Minerba pada 11 Januari lalu. KPK menilai mekanisme perpanjangan kontrak selama 20 tahun yang diberikan Dirjen Minerba ke Tanito Harum tidak sesuai regulasi, harusnya ditawarkan dulu kepada BUMN.

Yusri menegaskan tidak adanya kewajiban dan keharusan Kementerian ESDM untuk memperpanjang izin kontrak kepada operator yang lama (PKP2B). Menurutnya, sangat wajar dan benar langkah yang diambil oleh KPK yang menyarankan kepada Kementerian ESDM untuk membatalkan perpanjangan kontrak PT Tanito harum pada Januari 2019. (G-2)

BACA JUGA: