JAKARTA - Pemerintah sebaiknya melakukan audit lingkungan terlebih dahulu terhadap perusahaan-perusahaan yang selama ini memegang izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), yang masa berlakunya akan berakhir dalam waktu dekat. Setelah dipastikan tak bermasalah dalam pengelolaan lingkungan, baru boleh menjalankan tahapan selanjutnya.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur Rere Christianto mengatakan seharusnya seluruh operasi pertambangan mineral masuk ke dalam usaha berisiko tinggi. "Mengingat perluasan pertambangan akan mengancam keselamatan ekologis wilayah tersebut," katanya kepada Gresnews.com, Senin (25/11).

Ia menjelaskan audit lingkungan itu bisa bersifat sukarela dari pengelola usaha, bisa juga berupa kewajiban. Audit lingkungan yang bersifat wajib jika usahanya masuk dalam kategori usaha berisiko tinggi, atau dicurigai tidak melaksanakan kewajiban sesuai dokumen lingkungan yang ada.

Sayangnya, kata Rere, memang ada dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (PerMen LH) Nomor 03 Tahun 2013 tentang Audit Lingkungan yang menyebutkan kegiatan tambang yang tidak menggunakan tailing bawah laut tidak dimasukkan dalam usaha yang audit lingkungannya bersifat kewajiban. PerMen LH tersebut juga mengatur bahwa audit lingkungan juga hanya menjadi pertimbangan untuk perpanjangan izin bukan menjadi sebuah syarat. "Seharusnya pemerintah mewajibkan saja (menjadi sebuah syarat)," katanya.

Memang dalam aturan PerMen tersebut audit lingkungan bisa menjadi wajib jika ada dugaan pelanggaran dokumen lingkungan hidup. Bila pengelola usaha tidak taat pada Amdal/UKL-UPL, SPPL dan perizinan lainnya.

Dalam periode 2019-2025 mendatang, terdapat delapan perusahaan PKP2B generasi pertama yang akan berakhir masa kontraknya. Delapan perusahaan itu adalah PT Tanito Harum yang kontraknya habis pada 14 Januari 2019, PT Arutmin Indonesia yang kontraknya akan berakhir pada 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia yang perjanjiannya akan berlaku hingga 13 September 2021, dan PT Kaltim Prima Coal yang masa berlaku PKP2B-nya akan habis pada 31 Desember 2021. Selain itu, dalam daftar tersebut juga terdapat PT Multi Harapan Utama yang pada 1 April 2022 kontraknya akan berakhir. Kemudian PT Adaro Energy Tbk (ADRO), yang masa kontraknya akan habis pada 1 Oktober 2022, PT Kideco Jaya Agung yang kontraknya hanya sampai 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal yang masa kontraknya akan habis pada 26 April 2025.

Mengutip profil perusahaan di laman Bursa Efek Indonesia, misalnya, PT Adaro Energy Tbk. (ADRO), untuk posisi Presiden Direktur dijabat oleh Garibaldi Thohir (Boy Thohir), yang merupakan kakak dari Menteri Negara BUMN Erick Thohir. Sementara itu posisi Presiden Komisaris diduduki oleh Edwin Soeryadjaya. 

Emiten dari Grup Bakrie juga menanti keputusan perpanjangan atau penghentian kontrak batu bara, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia yang merupakan entitas ventura bersama di PT Bumi Resources Tbk. (BUMI). Sebagai catatan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pernah menjabat Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar semasa Aburizal Bakrie (Ical) menjadi Ketua Umum Partai Golkar, namun ia mundur pada 2014. Luhut juga diketahui berbisnis batu bara melalui PT Toba Sejahtra. 

PT Toba Bara Sejahtera Tbk. (TOBA) mayoritas sahamnya saat ini dikuasai oleh Highland Strategic Holdings Pte. Ltd. Mengutip laman resmi perusahaan, sejak awal tahun 2017, Highland Strategic Holdings Pte Ltd, suatu perusahaan investasi yang berbasis di Singapura, melakukan pengambilalihan saham mayoritas PT Toba Bara Sejahtra Tbk (“Toba Bara”) sebesar 61,7% dari PT Toba Sejahtra, dimana kepemilikan Luhut Binsar Pandjaitan di TBS melalui TS menjadi 9,99%. (G-2)

BACA JUGA: