JAKARTA - Dalam waktu dekat, izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang dipegang oleh sejumlah perusahaan pertambangan di Indonesia akan berakhir. Masyarakat perlu mengawasi, sebelum jatuh tempo, apakah mereka telah menjalankan kewajiban pemulihan lingkungan sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) Bisman Bhaktiar mengatakan pemegang Kontrak Karya maupun PKP2B memiliki kewajiban untuk melakukan pemulihan lingkungan dan reklamasi pascatambang. "Hal itu sesuai dengan isi KK dan UU Minerba," kata Bisman kepada Gresnews.com, Selasa (5/11).

Menurut Bisman, kewajiban pemulihan lingkungan itu harus dilaksanakan oleh pemegang KK maupun PKP2B dan tidak berpengaruh terhadap keputusan perpanjangan kontrak atau kelanjutan kontrak. Prinsipnya, kontrak berakhir atau pun lanjut, kewajiban lingkungan harus dilaksanakan. 

Sementara itu soal ekses lingkungan diatur dalam KK, dalam UU Minerba, dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU Lingkungan Hidup). Namun demikian, ujarnya lagi, kepatuhan pemegang KK terhadap kewajiban pemulihan lingkungan selama ini perlu menjadi indikator dan evaluasi bagi pemerintah jika akan memperpanjang KK dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

"Jika selama ini patuh dalam pelaksanaan pemulihan lingkungan bisa dipertimbangkan untuk lanjut menjadi IUPK. Jika tidak patuh terhadap ketentuan kewajiban pemulihan lingkungan, harus diambil sikap tegas, stop KK-nya dan bila perlu proses hukum," ungkapnya.

Pada periode 2019-2025, terdapat delapan perusahaan PKP2B generasi pertama yang akan berakhir masa kontraknya. Delapan perusahaan itu adalah PT Tanito Harum yang kontraknya habis pada 14 Januari 2019, PT Arutmin Indonesia yang kontraknya akan berakhir pada 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia yang perjanjiannya akan berlaku hingga 13 September 2021, dan PT Kaltim Prima Coal yang masa berlaku PKP2B-nya akan habis pada 31 Desember 2021.

Selain itu, dalam daftar tersebut juga terdapat PT Multi Harapan Utama yang pada 1 April 2022 kontraknya akan berakhir. Kemudian PT Adaro Energy Tbk (ADRO), yang masa kontraknya akan habis pada 1 Oktober 2022, PT Kideco Jaya Agung yang kontraknya hanya sampai 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal yang masa kontraknya akan habis pada 26 April 2025.

Mengutip profil perusahaan di laman Bursa Efek Indonesia, misalnya, PT Adaro Energy Tbk. (ADRO), untuk posisi Presiden Direktur dijabat oleh Garibaldi Thohir (Boy Thohir), yang merupakan kakak dari Menteri Negara BUMN Erick Thohir. Sementara itu posisi Presiden Komisaris diduduki oleh Edwin Soeryadjaya (Grup Astra). Boy Thohir juga merupakan Komisaris Utama PT Aplikasi Karya Anak Bangsa, yaitu badan hukum yang menaungi Gojek (didirikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim).

Emiten dari Grup Bakrie juga menanti keputusan perpanjangan atau penghentian kontrak batu bara, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia yang merupakan entitas ventura bersama di PT Bumi Resources Tbk. (BUMI). Sebagai catatan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pernah menjabat Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar semasa Aburizal Bakrie (Ical) menjadi Ketua Umum Partai Golkar, namun ia mundur pada 2014. Luhut juga diketahui berbisnis batu bara melalui PT Toba Sejahtra.

PT Toba Bara Sejahtera Tbk. (TOBA) mayoritas sahamnya saat ini dikuasai oleh Highland Strategic Holdings Pte. Ltd. Mengutip laman resmi perusahaan, sejak awal tahun 2017, Highland Strategic Holdings Pte Ltd, suatu perusahaan investasi yang berbasis di Singapura, melakukan pengambilalihan saham mayoritas PT Toba Bara Sejahtra Tbk. sebesar 61,7% dari PT Toba Sejahtra, dimana kepemilikan Luhut Binsar Pandjaitan di TBS melalui TS menjadi 9,99%. (G-2)

BACA JUGA: