JAKARTA - PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (Kode Emiten: PGAS) melalui anak usaha PT Saka Energi Indonesia (PT SEI) telah melakukan investasi di Lapangan Kepodang Blok Muriah, Jawa Tengah. Alih-alih untung, investasi yang dilakukan tanpa pertimbangan matang itu justru merugikan sekitar US$70 juta (hampir setara Rp1 triliun). Belum lagi kerugian yang timbul dari potensi pendapatan yang hilang akibat terhentinya penyaluran gas dengan nilai sekitar Rp23,69 triliun.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan Saka Energi adalah anak usaha PGN yang memiliki 20% Participating Interest (PI) di Blok Muriah melalui bendera Saka Energi Muriah Ltd. Saka Energi mengambil 20% PI di Blok Muriah dari Sunny Ridge Ltd. pada 16 Desember 2014. "Masalah ini harus dituntaskan dari awal sebelum Petronas membeli dari BP (British Petroleum)," kata Yusri kepada Gresnews.com, Selasa (8/10).

Menurut Yusri, klaim habisnya cadangan gas di Lapangan Kepodang yang baru dibor sejak 2016 hingga awal 2017 membuka mata publik bahwa kondisi itu menyimpulkan adanya ketidaksesuaian dengan cadangan gas yang telah disertifikasi oleh lnstitut Teknologi Bandung (ITB) dari hasil eksplorasi yang pernah dilakukan oleh BP sekitar 2004. Sebelumnya, Petronas—pemilik 80% PI—mengumumkan kondisi kahar atau force majeur di Lapangan Kepodang pada Juni 2017, karena cadangannya diperkirakan habis tahun ini. Padahal, di dalam rencana semula, gas Kepodang diramal masih bisa berproduksi hingga 2026.

Yusri pernah berhitung adanya potensi kerugian penerimaan negara hingga Rp23,69 triliun akibat kontrak operasional yang terhenti ini. Selama ini pasokan gas dari Lapangan Kepodang dikirimkan kepada PT PLN (Persero) untuk pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) Tambak Lorok. Potensi itu dihitung berdasarkan kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC) dengan mekanisme cost recovery.

Basis perhitungannya adalah bila Lapangan Kepodang selama delapan tahun tidak memproduksi gas dan suplai gas terhitung sejak 2019 hingga 2026 ke PLN berhenti. Rinciannya, harga jual gas US$6 per MMBtu dengan gas flow 200 MMscfd, produksi 360 hari per tahun dengan 25% cost recovery, dan 70:30 revenue split.

Berdasarkan perhitungan tersebut, jelas Yusri, potensi penerimaan negara yang hilang adalah perkalian 200 MMscfd dikalikan US$6 per MMBtu dikalikan 360 hari dikalikan delapan tahun dikalikan 75% net revenue dikalikan 70% split, hasilnya menjadi US$1,8 miliar atau sekitar Rp23,69 triliun (kurs Rp13.160), dengan catatan 1 MMscfd sama dengan 1.000 MMBtu/d.

Kegiatan investasi hulu PGN di Lapangan Kepodang Blok Muriah dilakukan sekitar 2014 pada saat Hendi Prio Santoso menjabat sebagai Direktur Utama PGN (2008-2017). Kini Hendi menjabat sebagai Direktur Utama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR).

Berdasarkan penelusuran Gresnews.com, perkara bermula pada 2010 saat Direksi PGN menetapkan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2010-2020. Salah satunya menganggarkan akuisisi terhadap Blok Muriah melalui PI Sunny Ridge Ltd. sebesar 20% senilai US$100 juta. Sementara itu kas internal PGN tahun 2011 yang dialokasikan untuk proyek hulu sebesar US$250 juta.

Pada 2013, barulah Direksi PGN menetapkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PGN SAKA untuk periode 2014, yang di dalamnya memuat anggaran investasi di Blok Muriah dengan PI 20% sebesar US$49 juta. Pada 2014, anggaran itu ‘dikoreksi’ menjadi US$108,53 juta. Juli 2014, diteken Keputusan Direksi untuk investasi pada Blok Muriah dengan transaksi pada harga perkiraan pembelian US$45 juta. Oktober 2014, ditandatangani Sales and Purchase Agreement (SPA) antara Sunny Ridge Offshore M Limited dan Saka Energi Exploration Production B.V.

Selanjutnya pada Desember 2014 dilakukan pembayaran dari Saka Energi EP BV ke rekening Sunny Ridge di Bank DBS Singapura. Pembayaran berlanjut Januari 2015 berupa Cash Call Payment ke Sunny Ridge di Singapura. Setelah transfer dana dieksekusi, pada Maret 2015, Deloitte baru melakukan valuasi terhadap rencana akuisisi Blok Muriah melalui PI 20%. Nilai yang diperhitungkan sampai dengan 2026, namun nyatanya saat ini Lapangan Kepodang telah berhenti produksi. (G-2)

BACA JUGA: