JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan para pemegang Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPK) tidak diketahui pemenuhan Kewajiban Membangun Kebun 20% bagi masyarakat dan pemeliharaan areal bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value Forest/HCVF).

Aturan tentang hal itu termuat dalam surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tentang pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan.

Menurut Laporan Hasil Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu Atas Perizinan, Sertifikasi, dan Implementasi Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Yang Berkelanjutan Serta Kesesuaiannya Dengan Kebijakan Dan Ketentuan Internasional Pada Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan, Kementerian Pertanian Dan Instansi Terkait Lainnya Di DKI Jakarta, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Dan Papua Barat, nomor: 7/LHP/XVII/02/2019 Tanggal 28 Februari 2019, yang diperoleh Gresnews.com, Senin (2/9), sepanjang 1987-2018, jumlah pemegang IPK untuk pembangunan kebun kelapa sawit sebanyak 518 perusahaan dengan luas pelepasan 5.418.412,99 hektare.

“Kewajiban pemenuhan HVCF mulai diberlakukan bagi 156 perusahaan yang memperoleh IPK mulai tahun 2009, sedangkan kewajiban membangun 20% kebun untuk masyarakat bagi 138 perusahaan mulai diberlakukan tahun 2011,” demikian Laporan BPK.

Menurut BPK, hasil pemeriksaan atas dokumentasi pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit menunjukkan seluruh SK pelepasan tidak mencantumkan lokasi HCVF dan hanya sebagian SK pelepasan yang mencantumkan luas kewajiban HCVF.

Tidak terpenuhinya dua kewajiban itu, kata BPK, menyebabkan tujuan pemenuhan HCVF untuk memerangi isu deforestasi dan isu konflik satwa tidak tercapai.

“Tujuan pemberdayaan masyarakat dalam kemitraan pembangunan kebun dan redistribusi lahan seluas 338.487,31 hektare yang berasal dari pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit tidak tercapai.” (G-1)

BACA JUGA: