JAKARTA - Infak dan zakat merupakan salah satu instrumen dalam ekonomi syariah untuk mengatasi masalah sosial dan ekonomi umat. Namun, sejauh ini, kendati memiliki potensi hingga ratusan triliun rupiah, realisasinya ternyata tak lebih dari Rp10 triliun.

Anggota Dewan Pakar Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Aries Muftie memberikan resep agar infak dan zakat bisa memiliki daya ungkit dalam masalah ekonomi umat. Pertama, perlu literasi terhadap umat, baik di perguruan tinggi, pondok pesantren (ponpes) maupun khotbah dari para ulama bahwa zakat dan infak bisa dimanfaatkan bukan hanya untuk masjid, ponpes, sekolah dan bencana alam.

"Tapi juga untuk menggerakkan ekonomi seperti mart (toko) di masjid, industri pengolahan pangan di ponpes, dan lainnya," kata Aries kepada Gresnews.com, Rabu (28/8).

Kedua, regulasi, misalnya, zakat dan infak melalui lembaga amil, serta mengurangi pajak sebagai insentif, karena zakat dan infak bermanfaat untuk delapan ashnaf, dhuafa dan mustadafin. Termasuk juga zakat profesi dan perusahaan, sehingga yang tidak bayar zakat untuk kalangan muslim ada pidananya, seperti layaknya mereka yang tidak membayar pajak. Menurut Aries, lebih baik lagi buat muslim zakatnya langsung diambil dari pajaknya sebagai faktor pengurang. Jadi muslim yang bayar pajak, di situ sudah ada bagian zakat yang harus dipisahkan penggunaannya. "Siapa yang menggunakan? Adalah Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang terakreditasi,” tuturnya.

Ketiga, institusi, yaitu pengumpul, adalah amil pemerintah langsung dari pajak yang ada bagian zakat. Penyalur dan pemberdayaan adalah LAZ yang terakreditasi dan terbukti programnya sukses. Keempat, penggunaan teknologi. Jadi, institusi untuk infak bisa LAZ, kalau zakat harus pemerintah, bisa menggunakan pola kerjasama dengan fintech atau e-market place. "Sehingga berinfak bisa di mana saja, kapan saja dan siapa saja (bencana alam atau kemiskinan tak ditanya agama, etnis, partai dll) semua bisa dapat manfaat," ujarnya.

Kelima, institusi amil dan LAZ harus diperiksa dan diaudit serta diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas, ada Standar Operasional Prosedur (SOP). Bila terjadi penyelewengan, masuk kategori tindak pidana korupsi dan dihukum lebih berat daripada koruptor karena yang diambil adalah harta dhuafa.

Keenam, yang paling penting memiliki sumber daya insani mumpuni, saleh dan menguasai aset manajemen layaknya seperti bankir investasi, karena itu boleh dibayar seperti para bankir. Bahwa nanti gajinya mau diinfakkan kembali sebagian, itu yang terbaik.

Ketujuh, ada reward and punishment. Bila punishment, sudah kita bahas maka untuk reward bisa dengan pengurangan pajak buat zakat dan infak berupa keringanan pajak dan saat restitusi tidak perlu diperiksa lagi. Khusus untuk infak ada point by name, by address yang poin ini bisa ditukar dengan umroh atau haji yang dipercepat keberangkatannya, jadi tak usah antre lama. "Ini bisa diambil dari hak amil biayanya. Insentif bagi LAZ yang mampu memberdayakan ekonomi dan industri umat," tutupnya. (G-2)

BACA JUGA: