JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini memiliki satu unit baru yakni forensic accounting. Unit ini yang akan melakukan investigasi secara mendetail terkait transaksi ilegal termasuk mengungkap mencari aset-aset dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), salah satunya milik konglomerat Sjamsul Nursalim, yang sekarang berstatus buron perkara korupsi.

Gresnews.com menjelaskan adanya dugaan peralihan aset milik Nursalim yang diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dahulu, yakni Gajah Tunggal. Aset itu kemudian kembali menjadi milik Sjamsul Nursalim dialihkan melalui perusahaan-perusahaan investasi seperti Garibaldi Venture Fund Limited (Malaysia), Denham Pte. Ltd (Singapura), dan Global Union Fiber Investment Ltd (Malaysia). Saham Denham dikuasai oleh keluarga Sjamsul Nursalim.

"Kamu tadi menyebutkan nama-nama itu dari awal itu sudah bisa dilihat kemana larinya. Tapi apakah nanti menjadi target, belum bisa ngomong itu, nanti kami lihat dulu," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang kepada Gresnews.com, Rabu (7/8).

Ia menjelaskan sudah menjadi komitmen KPK untuk memberantas korupsi sehingga memerlukan accounting forensic untuk menelisik lebih dalam. KPK juga berkomitmen untuk berupaya seoptimal mungkin mengembalikan uang negara, salah satunya lewat accounting forensic.

Berdasarkan riset Gresnews.com—terutama dari putusan Nomor 39/PID.SUS/TPK/2018/PN.JKT.PST dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung dan Laporan Keuangan PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) di Bursa Efek Indonesia (BEI)—terungkap fakta sebagai berikut:

Berdasarkan Neraca penutupan Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) per 21 Agustus 1998, kewajiban BDNI sebesar Rp47,2 triliun dan total nilai asetnya Rp18,85 triliun. Jadi Jumlah Kewajiban Pemegang Saham (JKPS) sebesar Rp28,4 triliun. Nilai JKPS ini yang menjadi patokan Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA).

Dalam MSAA disepakati, Rp28,4 triliun itu akan diselesaikan dengan cara pembayaran tunai sebesar Rp1 triliun dan penyerahan aset senilai Rp27,4 triliun kepada perusahaan yang dibentuk oleh BPPN yaitu PT Tunas Sepadan Investama (PT TSI).

Aset yang diserahkan adalah berupa saham tiga perusahaan, yaitu: PT Gajah Tunggal Tbk (GT), PT GT Petrochem Industries (GTPI), dan PT Dipasena Citra Darmaja. Penyerahan terjadi pada 1999.

Namun, pada 27 April 2004, perusahaan pencatat efek PT Datindo Entrycom, menyatakan PT TSI bentukan BPPN mengalihkan seluruh sahamnya ke sebuah perusahaan bernama Garibaldi Venture Fund Limited. Direktur Garibaldi Venture Fund Limited Bambang Sugeng bin Kajairi mengajukan permohonan registrasi saham atas PT GT dan PT GTPI menjadi atas nama Garibaldi Venture Fund Limited.

Pada 6 Desember 2004, PT Datindo Entrycom melaporkan perubahan kepemilikan saham PT Gajah Tunggal Tbk dari pihak penjual Garibaldi Venture Fund Limited (Malaysia) kepada pihak pembeli Global Union Fiber Investment Ltd (Malaysia).

Selanjutnya mulai 2005, masuk nama baru yakni Denham Pte. Ltd ke dalam struktur pemegang saham Gajah Tunggal. Per hari ini, menurut catatan Bursa Efek Indonesia, Denham Pte. Ltd adalah pemegang saham mayoritas emiten PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) dengan porsi 49,51%.

Berdasarkan keterangan Presiden Direktur PT Gajah Tunggal Tbk Budhi Santoso Tanasaleh, dalam persidangan terdakwa Syafruddin Temenggung di PN Jakarta Pusat, pemegang saham Denham Pte. Ltd adalah Michelle (putri Sjamsul Nursalim), William (putra Sjamsul Nursalim), dan Tan Enk Eee (menantu Sjamsul Nursalim). Sekarang, Tan Enk Eee menjabat sebagai Wakil Presiden Direktur PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL).

Jumlah aset PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) per 30 Juni 2019 adalah Rp19,3 triliun. Kini Denham menguasai 49,51% saham GJTL. Sementara mayoritas saham Denham dikuasai sebuah perusahaan bernama GITI Tire Pte. Ltd (G-2)

BACA JUGA: