JAKARTA, GRESNEWS.COM - Ada hal menarik dalam susunan 13 orang penerima Bintang Jasa Utama yang dianugerahkan oleh Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Kamis (13/8). Bintang Jasa itu diberikan sesuai Keputusan Presiden RI Nomor 84/TK/TAHUN 2015 tanggal 7 Agustus 2015. Apakah ini ganjaran sebanding untuk konglomerat penyokong Jokowi?

Tanda kehormatan Bintang Jasa diberikan berdasarkan Pasal 28 Ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, kepada para tokoh yang memenuhi tiga kriteria, yakni berjasa besar di sesuatu bidang atau peristiwa tertentu yang bermanfaat bagi keselamatan, kesejahteraan, dan kebesaran negara dan bangsa; pengabdian dan pengorbanannya di bidang sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan beberapa bidang lain yang bermanfaat bagi bangsa dan negara; serta darma bakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional.

Pasangan mertua dan menantu disematkan bintang jasa: Mochtar Riady (Lippo Group) dan menantunya, Dato Sri Prof. Dr. Tahir, M.B.A., (pemilik Mayapada Group). Tahir adalah orang terkaya nomor 11 di Indonesia versi Forbes, penerbitan media yang juga miliknya itu. Kekayaannya mencapai US$1,75 miliar (setara Rp24 triliun). Istri Tahir, Rossy Riady, adalah putri Mochtar Riady yang juga pendiri H2H Outlet dan Yayasan Jadilah Terang. Mochtar sendiri adalah orang terkaya ke-5 di Indonesia versi Forbes tahun ini dengan total kekayaan US$2,2 miliar.

"Saya hanya bisa mengatakan terima kasih Indonesia. Kedua, sebuah penghargaan selalu didampingi oleh tanggung jawab. Orang mau penghargaan tapi tidak mau bertanggung jawab itu melekat. Jadi artinya penghargaan besar, tanggung jawabnya lebih besar," kata Tahir di Istana Negara, Jakarta, Kamis (13/8).

Penyematan Bintang Jasa bagi dua orang konglomerat yang ada kaitannya dengan Lippo Group itu seolah menguatkan persepsi masyarakat tentang eratnya pemerintahan saat ini dengan Lippo. Apalagi sejumlah relawan Jokowi juga nyatanya mendorong "orang-orang" Lippo untuk masuk pemerintahan.

Sehari sebelumnya, Jokowi juga melansir perombakan kabinet, yang salah satunya memasukkan Rizal Ramli sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman. Rizal pernah menjabat Komisaris Independen di salah satu perusahaan Lippo Group, yakni PT. First Media Tbk (KBLV), periode 2008-2013.

Ada pula nama Darmin Nasution yang diposisikan menjadi Menteri Koordinator Perekonomian. Darmin pernah menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 1 September 2010-23 Mei 2013. Sebelum menjabat gubernur, dia menjabat Pelaksana Tugas Gubernur BI pada 27 Juli 2009-1 September 2010.

Fakta lainnya adalah semasa Darmin menjabat gubernur tersebut, pada 2010, BI diberitakan mengeluarkan pernyataan bahwa Mochtar tidak termasuk dalam Daftar Orang Tercela (DOT). Pada 1999, Mochtar adalah pemilik Bank Lippo yang disuntik dana Rp6 triliun oleh pemerintah sehingga 59% sahamnya dikuasai pemerintah. Lalu Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) melakukan divestasi. Swissasia Global "menang" pada nilai Rp1,25 triliun. Namun Swissasia melepas kepemilikannya di Bank Lippo kepada Khazanah Berhard, Malaysia senilai US$ 350 juta. Hingga akhirnya, dengan adanya kebijakan kepemilikan tunggal, Khazanah menggabungkan Bank Niaga dan Lippo menjadi Bank CIMB Niaga.

Setelah lepas dari "kuk" kasus BLBI, muncullah PT. Bank Nationalnobu Tbk (NOBU). Dikutip dari laporan keuangan NOBU per 31 Maret 2015 (tidak diaudit), Bank Nobu merupakan entitas anak dari PT Kharisma Buana Nusantara, dimana pemegang saham mayoritas adalah Mochtar Riady. Komposisi pemegang saham NOBU adalah: PT. Kharisma Buana Nusantara (23,19%), Nio Yantony (9,28%), PT. Prima Cakrawala Sentosa (20,15%), OCBC Securities Pte Ltd - Client A/C (22,86%), dan masyarakat (24,52%).

Menteri Perdagangan hasil reshuffle, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), menjabat sebagai Kepala Divisi Asset Management Investment (AMI) BPPN periode 1999-2001. Tugasnya adalah menangani aset-aset obligor BLBI. Kepala BPPN saat itu Glenn MS Yusuf (22 Juni 1998-12 Januari 2000), Cacuk Sudarijanto (12 Januari 2000-6 November 2000), Edwin Gerungan (6 November 2000-25 Juni 2001). Sementara Rini Mariani Soemarno (saat ini menjabat sebagai Menteri BUMN), ketika itu adalah Deputi Kepala BPPN (1998-2000). Rini sempat menjadi atasan Tom Lembong di BPPN.

Artikel Tom Lembong baru-baru ini berjudul Commentary: Regionalism the Future of Asian Finance yang dimuat oleh Jakarta Globe menggambarkan pemikirannya tentang masa depan ekonomi regional.

Kini bisnis Lippo Group semakin besar dan dioperasikan oleh dua putra Mochtar. Stephen Tjondro Riady memimpin dari Singapura, dan James Tjahaja Riady mengurusi bisnis yang ada di Indonesia. Pada Juli 2015, Forum Relawan Jokowi memasukkan nama James sebagai kandidat untuk mengisi posisi Menteri Perdagangan. Sementara Barisan Relawan Jokowi mengusung Rizal Ramli mengisi posisi Menko Kemaritiman.

Di Indonesia, saat ini Lippo tengah gencar membangun rantai bisnis bioskop dan layanan kesehatan dengan investasi mencapai US$410 juta untuk asuransi kesehatan. Bisnis lainnya "menari" di lantai bursa, masuk Indeks LQ-45 dengan kapitalisasi pasar yang besar:

- Lippo Karawaci Tbk (LPKR) dengan kapitalisasi pasar Rp25,2 triliun
- Matahari Department Store Tbk (LPPF) Rp44,8 triliun
- Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) Rp19,2 triliun
- Siloam International Hospitals Tbk (SILO) Rp15,3 triliun

Emiten Lippo Group lainnya antara lain PT. First Media Tbk (KBLV), PT. Link Net Tbk (LINK), PT. Bank Nobu Tbk (NOBU), dan PT. Lippo Cikarang Tbk (LPCK).

Bisnis Lippo Group lainnya seperti BIG TV, BeritaSatu Media Holdings, 1Health Media, The Indonesia Channel, Lippo General Insurance, Internux, Daum Communications Indonesia, Cinemaxx, Philips Indonesia, dan Books & Beyond.

Peneliti politik senior dari Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) R. Siti Zuhro berpendapat, hubungan antara penguasa dan pengusaha bukan fenomena baru. Namun, terkait hubungan Lippo-Jokowi ini, Siti mempertanyakan apakah hubungan ini merupakan hubungan sinergis yang benar-benar dibawa ke ranah untuk membangun Indonesia dalam arti yang sebenarnya, atau ini hanya untuk lebih menunjukkan sekadar kolaborasi antara pengusaha dan penguasa saja tanpa ada embel-embel membangun indonesia.

"Dampak dari hubungan ini secara politik akan saling menguntungkan. Tentu saja dalam perspektif ekonomi, pengusaha tidak mau ada free lunch, penguasa pun demikian. Jadi pola siapa dan berperan apa dalam konteks hubungan ini senantiasa akan muncul. Itu akan ada kalkulasi-kalkulasi ekonominya jadi ini sangat political economy," kata Siti kepada gresnews.com, Kamis (13/8) malam.

Pihak Lippo Group belum bisa dimintai tanggapan atas artikel ini. (Lukman Al Haries/Dtc)

BACA JUGA: