Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy sempat menyebut situasi pandemi COVID-19 Indonesia sudah dalam keadaan darurat militer. Namun, Menko Polhukam Mahfud Md menjelaskan maksud darurat militer yang disampaikan Muhadjir bukan persyaratan suatu ketentuan hukum (17/6). Ia menjelaskan terdapat tiga keadaan darurat, yaitu sipil, militer dan darurat perang.

Nah tips hukum kali ini akan memaparkan secara singkat kondisi kedaruratan dalam negara.

Apabila kita mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 Tentang Pencabutan Undang-Undang Nomor 74 dan Penetapan Keadaan Bahaya (Perppu 23/59), kita dapat membaca bahwa kondidi darurat negara terjadi apabila seluruh atau sebagian wilayah dalam kondisi bahaya.

Menurut Perppu 23/59, Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang, apabila:

  1. keamanan atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau disebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;
  2. timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;
  3. hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan- keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala- gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.

Penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden/ Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

Pasal 4 Perppu 23/59 menyatakan:
Ayat (1) Di daerah-daerah penguasaan keadaan darurat sipil dilakukan oleh Kepala Daerah serendah-rendahnya dari Daerah tingkat II selaku Penguasa Darurat Sipil Daerah yang daerah hukumnya ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

Ayat (2) Penguasa Darurat Sipil Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dibantu oleh suatu badan yang terdiri dari:
1. Seorang Komandan Militer tertinggi dari daerah yang bersangkutan.;
2. Seorang Kepala Polisi dari daerah yang bersangkutan;
3. Seorang Pengawas/Kepala Kejaksaan dari daerah yang bersangkutan.

Pasal 5 Perppu 23/59 menyatakan:
Ayat (1) Di daerah-daerah penguasaan keadaan darurat militer dilakukan oleh Komandan Militer tertinggi serendah-rendahnya Komandan kesatuan Resimen Angkatan Darat atau Komandan Kesatuan Angkatan Laut/Angkatan Udara yang sederajat dengan itu selaku Penguasa Darurat Militer Daerah yang daerah-hukumnya ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

Ayat (2) Penguasa Darurat Militer Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dibantu oleh:
1. Seorang Kepala Daerah dari daerah yang bersangkutan;
2. Seorang Kepala Polisi dari daerah yang bersangkutan;
3. Seorang Pengawas/Kepala Kejaksaan dari daerah yang bersangkutan.

Pasal 6 Perppu 23/59 menyatakan:
Ayat (1) Di daerah-daerah penguasaan keadaan perang dilakukan oleh
Komandan Militer tertinggi serendah-rendahnya Komandan kesatuan Resimen Angkatan Darat atau Komandan Kesatuan Angkatan Laut/Angkatan Udara yang sederajat dengan itu selaku Penguasa Perang Daerah yang daerah-hukumnya ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

Ayat (2) Penguasa Perang Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dibantu oleh suatu badan yang terdiri dari:
1. Seorang Kepala Daerah dari daerah yang bersangkutan;
2. Seorang Kepala Polisi dari daerah yang bersangkutan;
3. Seorang Pengawas/Kepala Kejaksaan dari daerah yang bersangkutan.

HARIANDI LAW OFFICE

BACA JUGA: