JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tayangan televisi akhir-akhir ini kerap berisi muatan yang dinilai tak sehat dan tak bermanfaat. Industri televisi kerap kali atas nama rupiah menyiarkan tayangan dengan muatan kekerasan, melecehkan perempuan, kelompok tertentu seperti penyandang disabilitas, masyarakat adat atau menayangkan informasi tidak relevan dengan kebutuhan publik seperti kabar perceraian artis atau pernikahan pesohor.
 
Kalaupun ada tayangan informatif seperti siaran berita, kerap kali berita diproduksi sesuai kepentingan pemilik media, sehingga informasi yang bersifat kebohongan, fitnah dan tidak berimbang kerap disuguhkan ke publik. Padahal stasiun-stasiun televisi itu menyiarkan tayangannya melalui frekuensi publik yang biaya pemeliharaannya dibiayai publik lewat pajak.

Memang saat ini sudah ada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang bertugas mengawasi industri penyiaran. Sayangnya kinerja lembaga ini belum optimal. Gelisah dengan kondisi seperti ini, Remotivi, sebuah lembaga studi dan pemantauan media, khususnya televisi pun meluncurkan sebuah fitur bernama Rapotivi.

Apa itu Rapotivi? Yaitu sebuah aplikasi android untuk mengadukan tayangan televisi tak sehat. "Setiap aduan yang masuk setelah diverifikasi akan diteruskan ke Komisi Penyiaran Indonesia," kata Direktur Remotivi Roy Thaniago di acara peluncuran Rapotivi, di Jakarta, sabtu (21/2) kemarin.

Tim Rapotivi, kata Roy, akan secara berkala melaporkan status aduan yang disampaikan oleh warga dengan mengawal proses yang ada di KPI. "Selain itu, Rapotivi juga akan menerbitkan komik, infografis, dan berita pendek soal isu pertelevisian di Indonesia. Rapotivi juga bisa diakses di rapotivi.org," ujarnya.

Inisiatif pembuatan aplikasi ini didasari pada kenyataan bahwa kebanyakan industri TV di Indonesia hari ini gagal memenuhi hak warga untuk mendapatkan tayangan TV yang sehat, benar, dan bermanfaat. Selain itu, KPI selaku lembaga yang bertugas mengawasi industri penyiaran kinerjanya juga belum maksimal.

"Sebab itu Rapotivi hadir untuk menjembatani publik dengan KPI, agar lembaga ini bekerja lebih cepat, responsif, dan progresif," tegas Roy.

Roy berpendapat, tayangan di TV tidak gratis. Untuk bisa sampai ke rumah warga, stasiun TV bersiaran menggunakan gelombang frekuensi. Frekuensi adalah milik publik. Pajak publik dipakai untuk membiayai pengelolaan frekuensi tersebut. "Karena sudah meminjam frekuensi dan mengambil untung dari siaran iklan, stasiun TV wajib menyediakan tayangan yang sehat, benar, dan bermanfaat bagi publik," kata Roy.

Rapotivi adalah program dari Remotivi yang didanai oleh Cipta Media Seluler. Remotivi adalah sebuah lembaga studi dan pemantauan media, khususnya televisi di Indonesia. Dibentuk di Jakarta pada 2010, Remotivi merupakan bentuk inisiatif warga untuk merespon praktik industri televisi pasca Orde Baru yang semakin komersial dan mengabaikan tanggung jawab publiknya.

Untuk mengapresiasi partisipasi warga, Rapotivi akan menyediakan hadiah secara berkala bagi pengguna paling aktif. "Hadiah langung juga bisa didapatkan seturut skor yang dihasilkan pengguna," kata Manajer Program Rapotivi Septi Prameswari.

Septi juga menambahkan, bahwa dalam mencapai tujuannya, Remotivi akan, pertama, mengupayakannya dengan mengawal proses aduan yang selama ini tak terkawal, mulai dari aduan terverikasi dikirim ke KPI hingga tindak lanjut KPI terhadap aduan tersebut. Kedua, mempublikasikan aduan warga secara masif agar dapat menjadi sanksi sosial bagi industri televisi.

Sebab, selama ini keluhan warga terkait tayangan TV selain tak terpusat dan terprogram, juga banyak yang tak diketahui. Dan ketiga, data aduan di Rapotivi diharapkan bisa menjadi peringatan bagi pengiklan untuk tidak memasang iklan pada tayangan tak sehat.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara yang hadir dalam acara peluncuran Rapotivi mengapresiasi inisiatif tersebut. "Saya secara pribadi merasa senang dengan adanya Rapotivi karena jadi ada feedback system terhadap sistem regulasi," ujarnya.

Dia menilai, tugas KPI yang hanya diisi 9 komisioner memang harus diperkuat dan didukung. Rudiantara berharap, ke depannya lembaga seperti Remotivi dengan aplikasi Rapotivinya bisa menjadi penyeimbang sistem rating yang kerap didewakan televisi. "Karena itu saya berharap Remotivi bertindak independen, tidak terafiliasi dengan salah satu lembaga penyiaran," ujarnya.

Kementrian Informasi dan Informatika sendiri, kata Rudiantara, tidak bisa ikut campur terkait konten yang disajikan oleh televisi. "Kemenkominfo hanya bisa fokus pada konteks infrastruktur," katanya.

Hanya saja, menurut Rudiantara, pihaknya akan berusaha melakukan pendekatan informal untuk masuk ke konten penyiaran. "Kalau berdasarkan peraturan,Kemenkominfo hanya di infrastruktur, tapi saya juga mengejar dan mendekatkan diri secara informal tentang konten," ujarnya.

Psikolog anak Alzena Masykouri juga menyambut baik hadirnya aplikasi ini. Dia menilai arus informasi tidak dapat lagi dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. "Sayangnya, tidak semua informasi, baik yang bersifat berita atau hiburan, dibuat dengan memperhatikan kepentingan masyarakat. Apalagi anak-anak," ujarnya dalam kesempatan terpisah.

Anak, kata Alzena, adalah konsumen potensial yang seringkali menjadi korban. Tanggung-jawab tidak hanya terletak pada keluarga (baca : orangtua) untuk mendampingi dan menyaring informasi bagi anak sesuai usia, tetapi sebenarnya ada tanggung jawab dari pembuat program.

Karena itu, dia menilai, Rapotivi dengan aplikasinya mencoba menjadi media yang memberikan fasilitas pelaporan bagi para pengguna media televisi agar dapat memantau tayangan televisi merupakan inisiatif yang baik.

"Tentu diperlukan peran aktif masyarakat dan keluarga untuk menciptakan tayangan bermanfaat yang dapat memberikan pengetahuan dan informasi positif bagi anak," tegasnya. 

BACA JUGA: