JAKARTA, GRESNEWS. COM - Kabar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan tentang Penanganan Konflik Agraria tak menyurutkan aksi petani untuk longmarch dari Jambi ke Jakarta. Para petani yang telah menempuh berjalan sejauh  300 Kilometer tak surut langkah  dan bertekad melanjutkan perjalanan hingga ke Istana.  

Para petani tetap akan mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan konflik agraria di Jambi yang sudah berlarut  sejak  1980-an. Para petani dan Suku Anak Dalam (SAD) berkonflik dengan perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) di lahan yang selama ini mereka garap. SAD dari Kabupaten Batanghari misalnya menuntut lahan mereka yang diserobot oleh PT Asiatic Persada dikembalikan.

Kepala Biro Humas KLHK Novrizal mengaku sudah melakukan upaya penyelesaian konflik agraria di Jambi. Diantaranya  dengan menerbitkan SK Menteri LHK. "Sudah diterbitkan SK Menterinya," kata Novrizal kepada gresnews.com, Jumat (1/4).

Menurutnya, Kementerian KLHK bahkan tengah mengupayakan mediasi antara perusahaan dengan petani untuk menyelesaikan konflik. Setelah terbitnya SK tersebut, pihak pemerintah melakukan pertemuan dengan Pemprov Jambi, Pemda, dan perwakilan petani.  Menteri LHK telah menerbitkan SK LHK No. 242 /Menlhk/Setjen/Kum.0/3/2016 tentang penyelesaian konflik yang terjadi antara petani dan perusahaan pemegang HGU.

Adapun isi Surat Keputusan Menteri LHK itu sebagai berikut :

1. Terhadap lahan yang telah menjadi kampung/desa, fasum dan fasos akan diselesaikan dengan kajian analisis dengan penataan kampung/desa dalam areal kerja PT Asiatic Perkasa, PT Agro Nusa Alam Sejahtera, PT Wanakasita dan PT REKI

2. Terhadap tuntutan masyarakat untuk penguasaan lahan perorangan yang luasnya sampai 15 ha diselesaikan dengan HTR dan kemitraan. Sementara yang lebih dari luasan tersebut akan dilakukan evaluasi terhadap kondisi lapangan dan langkah penegakan hukum.

3. Terhadap permasalahan Tanah Berbak khususnya terkait dengan keberadaan Desa Sungai Rambut, Desa Rantau Rasau, Desa Ramau Bako Tuo, Desa Air Hitam Laut, Desa Cemara, Desa Lebuan Pering akan dilakukan identifikasi lapangan dan evaluasi untuk penyelesaian penataan desa dan pengaturan tata batas kawasan.

4. Dibentuk tim penyelesaian konflik dengan anggota 4 Dirjen LHK, 7 eselon 2 LHK, Gubernur Jambi, Bupati Sarolangun, Bupati Batanghari dan Kadishut Provinsi Jambi.

Terkait dengan target penyelesaian konflik tersebut, Novrizal mengaku  belum dapat memastikan. Ia menyatakan masih memerlukan waktu menyelesaikan masalah-masalah teknis tersebut.  Namun ia berjanji akan menyelesaikan dalam waktu secepat mungkin. "Kita harapkan bisa secepat mungkin. Tapi ada hal teknis yang harus dirapikan," ujarnya.

Dalam penyelesaian itu, Novrizal mengaku akan mengadopsi sistem RTH dan kemitraan seperti yang dituntut oleh para petani. "Kan sudah ada konsepnya. Bisa HTR atau Kemitraan," ujar Novrizal.

DESAK TERBITKAN IZIN HTR - Ketua Umum Serikat Tani Nasional (STN) Ahmad Rifai melaporkan bahwa peserta aksi jalan kaki kondisinya semakin memburuk sejak beberapa hari terakhir. Pada Kamis (31/3) sebanyak 19 peserta terpaksa dilarikan ke Rumah Sakit Sungai Lilin dan harus mendapat perawatan intensif akibat mengalami infeksi karena keletihan dan faktor makanan. "Sampai saat ini, peserta hanya tersisa sejumlah 215-an orang," tuturnya kepada gresnews.com Jumat, (1/4).

Namun demikian peserta yang tersisa bertekad akan tetap jalan menuju Istana Negara dan Kementerian LHK.  Aksi itu demi mendapatkan SK Pencadangan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dari Menteri Lingkungan Hidup dan kehutanan.

Sebab, menurut Rifai, terbitnya SK Menteri LHK terkait penyelesaian konflik agraria di Jambi tidak serta merta akan membuka peluang bagi petani penggarap dapat menggarap tanah yang sudah mereka tempati. Padahal, petani lebih dulu menggarap sebelum izin konsesi perkebunan diberikan ke pihak perusahaan.

Rifai menegaskan petani menarget keluarnya Pancadangan HTR dari Menteri LHK, karena pencadangan HTR merupakan pintu masuk bagi petani untuk bisa mengakses kembali lahan mereka. "SK penyelesaian konflik bisa saja selesai tetapi tidak serta merta ada akses bagi warga mengakses lahan,” ujar Rifai.

Warga sendiri meminta kepada Kementerian LHK agar memberikan pencadangan HTR dengan sistem mutlak mandiri. Sebab cara itu, sesuai dengan prinsip keadilan sehingga petani bisa diberikan izin menggarap lahannya. (Armidis Fahmi)

BACA JUGA: