JAKARTA, GRESNEWS.COM - Keputusan Menteri Kesehatan Nila Djuwita F. Moeloek untuk melelang kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menuai protes dari anggota Komisi IX DPR. Para anggota DPR ini berpendapat jabatan kepala BKKBN merupakan wewenang presiden sehingga tak perlu dilakukan lelang jabatan.

Plt Sestama BKKBN Ambar Rahayu menjelaskan dasar hukum pengisian jabatan berdasar pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 2015 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) dimana tata cara lelang jabatan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP). Namun, hingga kini, PP tersebut belum juga diterbitkan, sehingga Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 13 Tahun 2014 tanggal 27 Maret 2014. Permen tersebut diundangkan pada Berita Negara RI Tahun 2014 Nomor 447 dan telah berlaku semenjak diundangkan yaitu 15 April 2014.

"Jabatan kepala BKKBN akan diseleksi secara terbuka sesuai UU ASN No 5 tahun 2015," kata Ambar Rahayu saat Rapat  Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI di Ruang Rapat Komisi IX, Senayan, Rabu (18/2).

Dalam Permen PAN dan RB No 13 tahun 2014 dinyatakan seleksi terbuka untuk pengisian jabatan bertujuan untuk terselenggaranya seleksi calon pejabat pimpinan tinggi utama, madya dan pratama yang transparan, objektif, kompetitif dan akuntabel. Walaupun menurutnya terdapat aturan lain yang mengatakan pemilihan Kepala BKKBN haruslah melewati penunjukan presiden.

Dengan mengacu hal tersebut, Kemenpan dan RB mengamanatkan seleksi terbuka oleh menteri yang mengkoordinasikan BKKBN. "Makanya Ibu Nila membuat panitia seleksi,  BKKBN hanya bisa mengikuti perintah Menkes," katanya memberi penjelasan.

Sebelumnya pimpinan komisi IX, Dede Yusuf mempertanyakan penggantian kepala BKKBN yang terkena UU ASN. Namun di satu sisi, BKKBN bertanggung jawab langsung kepada presiden dan presiden memiliki hak prerogatif untuk memilih langsung. Seperti diamanatkan Pasal 53 Ayat 2 Undang-Undang nomor 52/2009 tentang Kependudukan.

"Presiden boleh tunjuk kepala BKKBN sesuai kompetensi untuk kemajuan lembaga ini," katanya di kesempatan yang sama.

Kepala BKKBN tak boleh hanya sekadar bisa, namun harus memiliki pemahaman arah politik kependudukan. Hal itu berguna agar lembaga ini dapat bekerja secara cepat dan efisien dalam menjalankan tugasnya menekan angka kelahiran.

Semula pula, terjadi penolakan dari anggota komisi IX lain, Rieke Diah Pitaloka yang menginginkan siapa pun kepala BKKBN terpilih agar memiliki pemahaman arah politik kependudukan. Sebab arah kebijakan tentang kependudukan, selama ini dinilai belum jelas. Ia juga menandai politik anggaran untuk BKKBN yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. "Kepala BKKBN kali ini harus cakap tidak hanya bidang teknis, tapi juga dalam hal politis," katanya.

Sementara Pius Lustrilanang, Wakil Ketua Komisi IX sekaligus pemimpin RDP kali itu menyatakan persetujuannya terhadap lelang jabatan ini. Asalkan dengan catatan sesuai kapasitas dan aturan koordinasi yang benar. "Jangan sampai ada perbedaan kebijakan dalam pengangkatan kepala badan," katanya dalam kesempatan tersebut.

BACA JUGA: