JAKARTA, GRESNEWS.COM – Sejumlah ketua umum partai akan mengakhiri masa jabatannya pada 2015 mendatang, diantaranya Demokrat, Gerindra, PAN, dan PDIP. Partai-partai tersebut cenderung akan memajukan kembali ketua umum mereka, untuk menduduki jabatan hingga 2019. Namun majunya kembali sejumlah ketua umum yang telah lanjut usia dinilai akan mengganggu proses regenerasi partai. Disisi lain tokoh-tokoh tua ini dikhawatirkan tidak bisa menjawab tantangan pemilih 2019 yang diperkirakan didominasi usia muda.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti mengatakan empat partai yang disebutkan di atas memang diperkirakan akan lolos dari potensi perpecahan seperti yang dialami PPP dan Golkar. Tapi kemungkinan besar mereka akan terhambat dalam regenerasi karena tokoh lama didesain untuk kembali menjadi ketua umum.

"Partai politik rasa-rasanya tidak akan berubah di 2015," ujar Ray dalam diskusi Bincang Politik Akhir Tahun di Kedai Kopi Deli, Jakarta, Senin (22/12).

Lebih lanjut Ray mengatakan, para ketua umum itu akan dipilih secara aklamasi. Ia sendiri menilai aklamasi di era reformasi  sama sekali tidak mendidik dan memunculkan kompetisi. Apalagi di setiap partai politik menghendaki adanya pemilihan ketua umum. Kata pemilihan saja sebenarnya sudah mensyaratkan agar aklamasi tidak terjadi dan setidaknya terdapat dua calon ketua umum.

Terkait dampak yang akan timbul, jika ketua umum dipilih secara aklamasi dan memunculkan tokoh lama, menurutnya, pada pemilu 2019, publik semakin cerdas, media semakin kritis, dan didominasi pemilih baru sekitar 80%. Sehingga kemungkinan pemilih baru tersebut tidak memiliki afiliasi dengan partai politik. Sehingga tren preferensi pemilih tidak akan sama dengan pemilu 2014. Ia mencontohkan pemilih tidak lagi akan memilih partai Islam karena ia beragama Islam.

Melihat potensi perubahan yang terjadi pada pemilih di 2019, partai yang akan melakukan pemilihan ketua umum harus diingatkan bahwa partai mereka harus bisa melahirkan pemimpin yang peka pada perubahan pemilih. Ia mencontohkan Ketua Umum PDIP Megawati dan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono sudah berumur sekitar 70 tahun pada 2019, sehingga perlu dipertanyakan apakah mereka bisa menghadapi pemilih yang punya tradisi berbeda.

Sementara Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow berpendapat pesimis akan terjadi regenerasi pada pemilihan ketua umum partai politik. Karena partai saat ini memang mereka jadikan jalan untuk menduduki posisi atau jabatan publik. Kalau melihat partai ini masih ada keinginan pimpinan partai menduduki jabatan tersebut.

"Saat ini yang punya uang tokoh-tokoh lama di partai, karena mereka sudah mendapatkan keuntungan dari mengelola partai selama ini. Jadi orang yang akan maju relatif yang secara ekonomi sudah mapan atau sudah berkelebihan sehingga partai akan hidup dari kemampuan finansial orang ini," ujar Jeirry usai diskusi di Kedai Kopi Deli, Jakarta, Senin (22/12).

Ia menambahkan mereka yang diajukan partai untuk mencalonkan diri kembali sebagai ketua umum sebenarnya tidak dengan elektabilitas dan popularitas partai khususnya untuk Pemilu 2019. Sehingga mereka lebih peduli pada dirinya secara pribadi, soal apa yang mereka bisa dapat dari posisi sebagai pimpinan partai. Implikasinya jika partai dipimpin tokoh lama atau ketua umum incumbent maka partai akan dikelola dengan cara yang sama seperti sebelumnya atau statis dalam mengelola partai. Akibatnya dinamika partai menjadi tidak menarik.

 Jeirry memprediksi elektabilitas partai tentu akan menurun pada 2019. Contohnya Golkar, Ketua Umum incumbentnya Aburizal Bakrie (Ical) sudah terbukti tidak mampu menaikkan suara partai pada pemilu 2014. Tapi masih tetap mau dicalonkan. Sehingga bisa disimpulkan Ical tidak berpikir soal kemenangan Golkar di 2019.

BACA JUGA: