JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus pertanahan di Indonesia masih belum dapat diselesaikan dengan adil dan berfihak pada masyarakat kecil. Bahkan dalam beleid terbaru berupa Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan yang sedang dibahas DPR pun belum mengakomodir tuntutan land reform (reformasi agraria) yang selama ini diharapkan petani.

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai RUU Pertanahan yang dibahas DPR saat ini belum mengakomodir tuntutan reformasi agraria yang selama ini diharapkan petani. Mereka menilai RUU Pertanahan ini juga tak lebih maju dari UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ( UU PA).

Agar lebih maju dari UU PA, RUU Pertanahan seharusnya lebih menerjemahkan pasal-pasal UU PA tentang land reform dan kelembagaan pelaksana agar bisa mengakomodir tujuan reformasi agraria. Seperti ketimpangan struktur, maraknya konflik dan tidak dijalankannya UU PA. Termasuk menghentikan sektoralisme, kapitalisme dan liberalisasi agraria di Indonesia.

"Kalau hal itu tidak diakomodir, RUU Pertanahan yang rencananya disahkan sebelum September 2014 ini, belum bisa menjadi jalan keluar persoalan agraria," kata Sekretaris Jenderal KPA Iwan Nurdin pada Gresnews.com, Selasa (18/2).

Salah satu prinsip dari UU PA ini adalah tanah tidak boleh menjadi alat penghisapan, apalagi penghisapan modal asing terhadap rakyat Indonesia. Karena itu, dalam ketentuan UU PA, telah ditegaskan keharusan untuk menghapus semua hak eigendom, domeinverklaring, hukum agraria buatan kolonial dan bentuk-bentuk penghisapan lainnya.

Dalam UU PA ditegaskan soal pelaksanaan land reform. Pada satu sisi, land-reform berarti penghapusan segala hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial di atas tanah, dan mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur. Disisi lain, land reform berarti memperkuat dan memperluas pemilikan tanah untuk seluruh rakyat Indonesia, khususnya kaum tani.

Menurut Iwan, UU PA adalah pengejawantahan secara konkret dari pasal 33 UUD 1945. UU PA punya semangat yang sama dengan pasal 33 UUD 1945, yaitu merombak susunan ekonomi kolonialisme. Selain itu, dalam UU PA, agraria tidak diartikan dengan tanah semata, tetapi agraria diartikan sebagai tanah, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Jadi, semangatnya benar-benar Pasal 33 UUD 1945 Ayat (3). Sayang sekali, UU PA tidak pernah dijalankan secara konsisten.  Menurutnya, selama ini pemerintah telah absen dalam menjalankan reformasi agraria di Indonesia. Konflik agraria diberbagai daearah merupakan bukti bahwa agenda reforma agraria harus dijalankan.

Selain itu, menurut Iwan upaya-upaya pengkerdilan terhadap petani dan pejuang agraria hingga saat ini terus berlanjut seperti yang dialami Okih, penggiat Serikat Tani Indramayu (STI). Okih, buruh tani di lahan Perhutani itu malah ditangkap polisi sekitar 28 Agustus 2013 atas tuduhan pencurian kayu milik Perhutani.

Delapan potong kayu yang digunakan Okih untuk memperbaiki gubuknya dianggap telah merugikan Perhutani sebesar Rp 4.200.000. Kerugian ini membuat Okih diancam dengan Pasal 50 Ayat (3) Huruf f UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo. Pasal 78 Ayat 5 dan 7 dengan ancaman denda sebanyak Rp 5-10 miliar dan masa kurungan 5-15 tahun.

"Atas tuduhan Perhutani itu, Okih telah menjalani sidang sebanyak 15 kali, termasuk sidang putusan hari ini," kata Iwan Nurdin.

Pada proses persidangan terungkap bahwa, delapan potong kayu bukan dicuri Okih, tetapi diberikan oleh mandor dan asisten Perum Perhutani (Asper). Pada 2005 pohon kayu tersebut roboh karena bencana alam dan kemudian direndam agar menjadi kuat. Di tahun 2009 kayu tersebut dimanfaatkan oleh Okih atas arahan dari mandor Kasda Ade, Sukri dan Asper Nanang. Iwan Nurdin menduga, perubahan sikap Perhutani terjadi saat Okih bergabung dengan STI pada 2012.

RUU Pertanahan merupakan implementasi TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam atau reformasi agraria. TAP MPR ini tidak pernah dijalankan pemerintah. Buktinya draf RUU Pertanahan saja baru disiapkan DPR.

RUU Pertanahan secara formil akan menggantikan UU Nomor PA. Menurut Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa secara materiil RUU Pertanahan yang disahkan nanti, akan melengkapi menyempurnakan dan mengoperasionalkan UU PA. "RUU tentang Pertanahan rencanaya akan disahkan sebelum masa jabatan anggota DPR periode 2009-2014 berakhir. Artinya, sebelum September 2014, DPR harus dapat mensahkan RUU Pertanahan," jelasnya beberapa waktu lalu.

Sebab, RUU Pertanahan kini sudah masuk dalam rapat panitia kerja (panja). Apalagi, sudah ada beberapa daftar inventarisasi masalah (DIM) yang disepakati bersifat tetap. DIM yang masih perlu pembahasan diserahkan ke rapat panja. Dalam rapat panja, apabila ada hal yang prinsip karena mensinergikan seluruh undang-undang (UU) sektoral soal kehutanan, BUMN (Badan Usaha Milik Negara), dan meminta pendapat para ahli dan pakar.

Salah satu poin krusial dari RUU Pertanahan ialah terkait tata kelola lahan tanah. Seperti hak guna usaha, hak pakai, penguasaan tanah yang ada di BUMN maupun  Kementerian Pertanian. "Termasuk tata kelola di bawah permukaan yang menyangkut tambang dan energi," jelas Agun Gunanjar.

BACA JUGA: