JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan anggota Komnas HAM (periode 1998-2002) Mayor Jenderal Purnawirawan Samsudin menganggap mantan Komandan Jenderal Kopassus Prabowo Subianto mempunyai penyakit megalomania. Menurut Samsudin, alasannya, sewaktu menjadi Danjen Kopassus, Prabowo membemtuk Tim Mawar tanpa sepengetahuan atasannya.

Kata Samsudin, penculikan aktivis 1998 tidak pernah dilaporkan kepada Kepala Staf Angkatan Darat (semasa itu) yaitu Wiranto, dan Panglima ABRI Faisal Tanjung. Hal itu pun diakui Prabowo, kata Samsudin, tanpa ada perintah dari atasan, Danjen Kopassus terpanggil untuk bertindak sendiri. "Kawan kita ini (Prabowo) ada penyakit megalomania," ujar mantan Pangdam Lambung Mangkurat itu di Cikini, Jakarta, Minggu (8/6).

Dalam diskusi yang bertajuk "Penculikan: Fakta atau Fitnah?" itu Samsudin mengatakan Prabowo juga bisa diadili di Pengadilan HAM ad hoc walaupun sudah diadili di Dewan Kehormatan Perwira (DKP). Ia beralasan, pengadilan Dewan Kehormatan Jenderal bukan lembaga yudisial.

Sementara itu, mantan aktivis sekaligus politisi partai Nasional Demokrat (Nasdem), Taufik Basari, mendesak pemerintah untuk mencari korban penculikan tragedi 1998. Menurut pria yang akrab dipanggil Tobas ini, hingga sekarang belum ada langkah konkret dari pemerintah untuk mencari korban tersebut.

"Satu-satunya yang punya kemampuan untuk mengungkap korban atau mencari adalah pemerintah. Tapi langkah-langkahnya pun tidak ada. Tidak ada tim khusus atau tim lain yang dibentuk untuk mencari korban," ungkap mantan Direktur Advokasi Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) itu.

Tobas menambahkan, Presiden SBY mempunyai kewenangan dan bisa memerintahkan institusi yang ada di bawahnya untuk menelusuri kasus ini. Baik itu lewat dokumen dari institusi militer, intelijen, maupun dokumen penyelidikan dari Komnas HAM dan Polisi Militer.

Mantan Komandan Pusat Polisi Militer Mayjen TNI (Purn) Syamsu Djalal yang juga hadir dalam diskusi itu membenarkan bahwa Polisi Militer ketika itu menemukan bukti Prabowo bersalah. "Yang saya dengar, hasil sidang itu cukup bukti Prabowo melanggar. Harus dicopot dan diberhentikan. Kalau sudah begitu sudah jelas," ungkapnya.

Syamsu Djalal juga sependapat dengan pernyataan mantan anggota Komnas HAM Mayjen (Purn) Samsudin, bahwa DKP bukan lembaga penegak hukum. Oleh karena itu, ia juga berpendapat kasus ini bisa dibawa ke ranah hukum yang berwenang mengusut kasus tersebut.

BACA JUGA: