JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perempuan, mempunyai peran penting dalam siklus pembangunan ekonomi nelayan. Dalam sehari, dibandingkan dengan nelayan laki-laki, nelayan perempuan mempunyai porsi kerja yang lebih besar, yakni 18 jam. Sayangnya dengan porsi kerja yang lebih besar tersebut perlindungan terhadap mereka juga terabaikan.

Di tingkat pengambilan keputusan dalam perdagangan skala kecil saja misalnya, nelayan perempuan tidak pernah dilibatkan. Dalam undang-undang kelautan pun tidak diatur asuransi bagi mereka, pinjaman modal untuk pengembangan usaha juga sulit didapatkan. Jika terdapat program bantuan untuk nelayan laki-laki, seperti pugar dan inka mina untuk perbaikan kapal dengan dalih gender mereka akan disingkirkan.

Menurut catatan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) ada banyak nelayan perempuan yang harus menjadi tulang punggung keluarga akibat kematian para suami yang pergi melaut. Data pada tahun 2010 terdapat 85 nelayan laki-laki meninggal karena melaut, di tahun 2013 meningkat hingga 225 jiwa, data terakhir hingga Agustus 2014 sudah ada 207 jiwa melayang.

Data ini menunjukkan setidaknya terdapat 200-an janda nelayan harus bertahan hidup demi keluarganya. Dengan tidak diakomodirnya para nelayan perempuan di setiap bantuan, kemiskinan pun semakin menghantui mereka.

"Bahkan banyak didapati para perempuan ini tidak hanya menjual ikan, namun ikut pergi melaut, saya sudah jumpai sendiri di Aceh dan Jepara. Dan masih mungkin terdapat di daerah lain juga. Ironisnya para janda ini tak pernah ditanggung negara, padahal dapat dipastikan ke depannya akan lebih banyak nelayan perempuan yang jadi kepala keluarga," ucap Slamet Daroyni, Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan KIARA kepada Gresnews, Sabtu, (4/10).

Ke depannya, KIARA akan terus mendorong dipenuhinya hak-hak nelayan perempuan, karena harapan dimasukkannya rancangan ini dalam undang-undang kelautan pupus. Maka target selanjutnya memasukkan ke dalam undang-undang perlindungan nelayan. Karena peningkatan kesejahteraan perempuan tidak akan benar-benar tercapai tanpa adanya payung hukum yang jelas.

Dalam konferensi Rio+20 juga telah dilahirkan kesepakatan penegasan komitmen negara-negara untuk mendalami jumlah, sebaran, dan peran nelayan perempuan. Menurut Ketua Presidium PPNI, Jumiati walaupun Indonesia ikut dalam pertemuan tersebut, namun hingga saat ini belum ada pelaksaan jelas demi perlindungan nelayan perempuan.

 

BACA JUGA: