Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Hakim menilai gugatan yang dilayangkan PT RAPP bukan kewenangan PTUN.

Adapun gugatan yang dilayangkan PT RAPP ialah untuk membatalkan SK MenLHK No.5322/Men-LHK-PHPL/UHP/HPL.1/10/2017 yang membatalkan Rencana Kerja Usaha (RKU) PT RAPP untuk tahun 2010-2019. Surat itu membuat PT RAPP tidak bisa beroperasi terkait usahanya di bidang kehutanan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan menolak RKU tersebut karena belum disesuaikan dengan kebijakan perlindungan gambut. "Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," putus ketua majelis Oenoen Pratiwi, yang dikutip dari website Mahkamah Agung, Kamis (21/12).

Menanggapi putusan itu, kuasa hukum PT RAPP, Hamdan Zoelva, menegaskan putusan tersebut bukan berarti menolak gugatan. Hamdan menjelaskan akan melakukan koordinasi dengan PT RAPP terkait upaya hukum luar biasa.

"Jadi ini bukan ditolak, ini hakim menyatakan putusan tidak diterima karena hakim menganggap ini bukan permohonan fiktif positif," ucap Hamdan saat dimintai konfirmasi terpisah.

Putusan pengadilan ini disambut baik oleh masyarakat. Henri Subagiyo, Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menyatakan putusan hakim ini patut diapresiasi karena sudah memberikan perlindungan bagi lingkungan dan masyarakat Indonesia dari resiko Karhutla.

Selain itu, dengan putusan ini sesungguhnya menunjukkan dengan terang bahwa PT RAPP adalah betul melakukan pembangkangan dengan menghindari kewajiban hukumnya. "Dengan adanya putusan ini, perintah KLHK agar RAPP merevisi RKU tetap berlaku, Sebaiknya dipatuhi oleh PT RAPP. Jika tidak kami masyarakat sipil juga tidak akan berhenti untuk mendorong agar negara bertindak lebih tegas lagi demi perlindungan lingkungan hidup dan masyarakat dari akibat Karhutla yang sudah kronis," ujarnya.

Apresiasi tidak hanya datang dari kalangan CSO, tapi juga dari akademisi hukum lingkungan. Andri G. Wibisana, ahli hukum lingkungan dari Universitas Indonesia yang juga merupakan salah satu penyusun Amicus Curiae dalam kasus tersebut berharap agar putusan ini juga memberikan pelajaran berharga bagi pemerintah agar lebih berani dan tegas dalam melakukan penegakan hukum terkait kebakaran hutan dan gambut.
"Karena toh kalau benar akan banyak yang mendukung juga, seperti akademisi dan CSO," ujarnya.

Andri dalam Amicus Curiae-nya menyatakan penerapan asas non-retroaktif harus pula disandingkan dengan asas-asas terkait lingkungan hidup lainnya dan menggarisbawahi ketentuan serta batasan dalam penggunaan norma fiktif-positif.

Putusan ini merupakan kado akhir tahun yang baik bagi upaya perlindungan lingkungan, tetap perjuangan masih panjang. "Pemerintah harus bersiap menghadapi upaya hukum lain yang dapat dilakukan RAPP untuk menghindari kewajibannya," tegas Henri. (mfb)
 

BACA JUGA: