JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sudah hampir dua bulan sejak Anies-Sandi resmi dilantik menjadi Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, dalam catatan Komite Pemantau Pembangunan Intermediate Treatment Facility (ITF) Jakarta, belum ada respons atau pernyataan resmi dari Gubernur Anies terkait kelanjutan rencana Pemprov DKI Jakarta memiliki fasilitas pengolahan sampah modern atau ITF ini.

Ketua Komite Pemantau Pembangunan ITF Jakarta Ubaidillah berharap, agar Anies melanjutkan rencana pembangunan ITF sebagai komitmen memajukan tatakelola persampahan di Jakarta menjadi lebih baik. Pembangunan ITF selain telah menjadi agenda Pemprov DKI Jakarta sejak dahulu, mengingat juga Jakarta sudah lama masuk dalam kategori ´darurat sampah´.

"karena produksi sampah Jakarta yang besar mencapai 6.500-7.000 ton per hari tidak jelas pola penanganannya dan bergantung pada TPST Bantargebang Kota Bekasi dengan ditumpuk secara terbuka (Open Dumping)," katanya dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Kamis (7/12).

Ubaidillah mengatakan, sistem pembuangan sampah secara terbuka atau open dumping tidak lagi diperbolehkan sebagaimana amanat Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Persampahan. Menurutnya, amanat UU No.18 Tahun 2008 tentang Persampahan, Pasal 29 huruf (e), melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir tidak diperbolehkan lagi.

Dia menjelaskan larangan menimbun sampah secara terbuka di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), mengingat sampah yang ditumpuk dibiarkan terbuka dan membiarkan air lindi (leacheate) tidak terkelola serta gas methana (CH4) yang timbul akibat reaksi biokimia penyebab terjadinya ledakan dan kebakaran di TPA. Gas methana (CH4) yang dihasilkan pada timbunan sampah dilokasi TPA juga telah menyumbang 20-30 kali lebih besar daripada karbon dioksida (CO2) yang merupakan pembentuk emisi gas rumah kaca (GRK), penyebab meningkatnya suhu bumi atau yang biasa disebut dengan istilah pemanasan global (gkobal warming).

Ubaidillah memberikan contoh TPA atau TPST Bantargebang, meskipun ada upaya perbaikan, TPA jenis itu sangat merusak lingkungan dan menjadi sumber berbagai penyakit, mencemari udara, tanah dan air tanah, mencemari irigasi dan badan-badan air, bau yang meresahkan hingga radius 5-10 km, penyebab krisis air bersih dan rawan konflik sosial. "Karena itu kedepan Jakarta harus memiliki ITF untuk mengolah sampah sendiri di dalam kota DKI Jakarta yang efektif dan ramah lingkungan, agar tidak bergantung terus pada TPA Bantargebang kota Bekas," ujarnya.

Seperti diketahui Pemprov DKI Jakarta berencana membangun fasilitas pengolahan sampah dalam kota, Intermediate Treatment Facility (ITF) di kawasan Sunter Jakarta Utara atau ITF Sunter. Pemprov DKI Jakarta telah memilih PT Fortum Finlandia, sebagai pihak investor pemenang tender untuk membangun ITF Sunter.

Kontrak perjanjian kerjasama (PKS) proyek pembangunan ITF Sunter telah ditandatangani pada 16 Desember 2016 antara Pemprov DKI Jakarta yang menugaskan badan usaha milik daerah (BUMD) PT. Jakarta Propertindo (Jakpro) dengan PT Fortum Finlandia.

ITF Sunter yang akan dibangun Pemprov DKI Jakarta adalah fasilitas pengolahan sampah modern dengan menggunakan energi panas bertempratur tinggi (Incinerator) untuk memusnahkan sampah berkapasitas 2.500 ton per hari.

Energi panas dari proses pembakaran sampah tersebut rencananya akan dimanfaatkan menjadi listrik atau pembangkit listrik berbasis sampah (PLTSa) menghasilkan hingga 40 megawatt (MW). Selain di Sunter, Pemprov DKI Jakarta juga berencana membangun ITF di kawasan Marunda, Cilincing dan Duri Kosambi. (mag)

BACA JUGA: