JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat mengecam keras kegiatan pembangunan sarana wisata di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ir Juanda seluas 590 hektare oleh Balai Pengelolaan Tahura Ir Juanda selaku pengelola kawasan tersebut. Direktur Walhi Jawa Barat Dadan Ramdan megatakan, kawasan Tahura Juanda merupakan salah satu kawasan hutan di wilayah Kawasan Bandung Utara (KBU) yang memiliki fungsi konservasi/pelestarian, perlindungan bagi kawasan di bawahnya.

"Tahura memiliki fungsi ekologi yang strategis bagi keberlanjutan layanan alam Cekungan Bandung. Fungsi alamiah hutan dan ekosistemnya harus dipertahankan seiring dengan daya dukung lingkungan KBU sudah menurun dan semakin membabi butanya pembangunan sarana komersil-wisata di KBU," ujar Dadan dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Sabtu (4/11).

Dadan menilai, aktivitas pembangunan atas nama penataan sarana wisata yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan Tahura berupa penataan lahan parkir, pembangunan betonasi jogging track Goa Jepang-Maribaya dan pembangunan sarana wisata di Tebing Keraton terlalu dipaksakan, berlebihan, mengabaikan aturan-aturan dan belum dijamin sesuai dengan zonasi/blok pemanfaatan yang direncanakan sebagaimana dalam dokumen rencana pengelolaan Tahura.

Dadan mengatakan, aktivitas pembangunan /penataan ini telah mengabaikan asas dan prinsip kelestarian, keterbukaan, keadilan, partisipasi, kehati-hatian, kebersamaan dan keterpaduan sebagaimana diatur dalam Undang Kehutanan No 41 Tahun 1990, UU KSDAE No.5 tahun 1990 dan Perda No 25 tahun 2008 tentang Pengelolaan Tahura Juanda. Selain itu, aktivitas pembangunan yang sedang berjalan.

Proyek itu juga telah mengabaikan Perda No 2 tahun 2016 tentang Pedoman Pengendalian KBU sebagai Kawasan Strategis Provinsi (KSP) dimana dalam pemanfaatan ruang di KBU harus mendapatkan rekomendasi Gubernur dan sesuai dengan blok pemanfaatan Tahura. "Saat ini, kita juga belum tahu seperti apa rekomendasi yang diberikan oleh Gubernur /BPMPT Jawa Barat," ujarnya.

Bahkan merujuk pada Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang PPLH dan PP 27 tahun 2012, setiap usaha atau kegiatan pembangunan yang wajib Amdal / UKL-UPL wajib memperoleh Izin Lingkungan, apalagi pembangunan sarana wisata berada dalam kawasan hutan yang akan menganggu bentang alam hutan.

Kawasan Tahura juga berada didalam kawasan rawan bencana/patahan lembang. "Ada indikasi kuat, pembangunan wisata yang sedang berjalan tidak disertai izin lingkungan, karena pihak Tahura tidak menunjukan dokumen tersebut kepada warga," tegas Dandang.

Bukan itu saja, pembangunan sarana wisata ini juga telah mengabaikan aturan Undang-Undang No 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, hingga saat ini warga belum mendapatkan informasi utuh mengenai rencana pembangunan, dokumen perizinan dan dokumen lingkungan dan dll yang diminta/dimohon oleh warga. informasi proyek pembangunan/penataan pun tidak disampaikan secara rinci kepada warga setempat, pedagang dan pihak-pihak lainnya.  

Dari tinjauan lapangan dan laporan warga yang kami terima, selain proses perencanaan pembangunan sarana wisata yang tidak melibatkan partisipasi warga setempat/pelaku usaha warga sekitar kawasan, pembangunan sarana wisata yang sedang berjalan telah memberikan akibat sosial dan ekonomi bagi pedagang, warga setempat serta pelaku usaha lainnya.

Karena itu, Dadan Ramdan meminta Gubernur, Kepala Balai Pengelolaan Tahura menghentikan pembangunan sarana wisata yang mengganggu fungsi kawasan, melibatkan partisipasi dan memberdayakan warga setempat dalam pengelolaan Tahura. "Pihak terkait juga harus mengakomodir segala komplain dan tuntutan warga yang dirugikan oleh kegiatan pembangunan yang sedang berjalan," pungkasnya. (mag)

BACA JUGA: