JAKARTA, GRESNEWS.COM - Hasil survei WWF-Indonesia dan Nielsen Survey tahun 2017 menunjukkan, sebanyak 63% konsumen Indonesia bersedia mengkonsumsi produk ramah lingkungan dengan harga yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan peningkatan kesadaran konsumen yang signifikan terhadap konsumsi produk ramah lingkungan dan mengindikasikan kesiapan pasar domestik menyerap produk-produk yang diproduksi secara berkelanjutan.

Survei persepsi konsumen dilakukan WWF dan Nielsen terhadap 916 responden di Jakarta, Medan, Surabaya, Denpasar, dan Makassar yang mewakili konsumen kelas menengah ke atas berusia 15-45 tahun. Survei dilakukan di bulan Juni hingga Juli 2017.

Lebih lanjut, hasil survei menunjukkan alasan terbanyak yang melatarbelakangi persepsi konsumen ini adalah efek pemanasan global yang langsung dirasakan, rasa tanggung jawab atas dampak lingkungan yang dihasilkan dari aktivitas konsumsi sehari-hari (61%) serta perasaan bahagia karena telah berkontribusi pada upaya pelestarian lingkungan (52%). Terkait kampanye konsumen ´Beli Yang Baik´ yang diinisiasi WWF-Indonesia pada bulan Juni 2015, sebanyak 34% responden mengetahui adanya kampanye tersebut dan 72% di antaranya mengaku dapat memahami pesan kampanye tersebut dengan mudah.

Director Consumer Insights Nielsen Survey Hety Riatono mengatakan, hasil survei persepsi menunjukkan pemahaman dan kesadaran konsumen Indonesia yang membaik mengenai konsumsi produk ramah lingkungan. Namun, hal ini belum terakomodir oleh ritel sebagai penyedia produk di pasar yang belum memprioritaskan penjualan produk-produk ramah lingkungan di toko-tokonya.

"Hal ini mungkin disebabkan oleh masih rendahnya pemahaman ritel tentang praktik bisnis berkelanjutan serta persepsi ritel mengenai resiko penjualan produk ramah lingkungan," ungkap Hety, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Selasa (19/9).

Bersamaan dengan dikeluarkannya hasil survei ini, di sektor produksi dua mitra dampingan WWF-Indonesia asal Kalimantan berhasil memperoleh sertifikasi produksi berkelanjutan atau ekolabel untuk masing-masing komoditas yang diproduksinya. Kedua mira dampingan itu adalah Perkumpulan Petani Rotan Katingan (P2RK) yang mendapatkan sertifikasi FSC (Forest Stewardship Council) untuk komoditas rotan dan PT Mustika Minanusa Aurora (PT.MMA) yang memperoleh sertifikasi ASC (Aquaculture Stewardship Council) untuk komoditas udang windu budidaya.

Secara alami, tumbuhan rotan mampu mencegah terjadinya deforestasi akibat ketergantungannya terhadap ekosistem hutan yang sehat. Implementasi standar sertifikasi FSC FM/CoC (Forest Management/Chain of Custody) oleh P2RK diyakini dapat meningkatkan nilai produk rotan alami sehingga dapat makin mencegah kecenderungan masyarakat Katingan mengkonversi hutan alam sumber rotan mereka menjadi tanaman pertanian lain. Dengan skema FSC FM/CoC maka isu ketelusuran asal usul bahan baku rotan di wilayah anggota P2RK menjadi lebih terjamin karena diverifikasi oleh pihak independen.

Perolehan sertifikasi FSC oleh P2RK merupakan yang pertama untuk komoditas rotan di Indonesia. Area lahan P2RK yang tersertifikasi mencapai luas 690,58 hektare dengan jumlah petani 209 orang yang berasal dari 6 kecamatan dan 21 desa di Kabupaten Katingan.

Adapun perkiraan produksi komersial tahunan dari komoditas rotan yang disertakan dalam lingkup sertifikat berkisar 1.002,75 ton/tahun meliputi sembilan jenis rotan. Perolehan sertifikasi FSC diharapkan dapat meningkatkan nilai tawar petani rotan sehingga mencegah terjadinya alih fungsi lahan yang mengarah ke deforestasi.

"Rotan adalah tumpuan harapan kami untuk mengembalikan kelestarian hutan di Katingan sekaligus memperbaiki perekonomian rakyat setempat. P2RK mengharapkan perolehan sertifikasi FSC mampu meningkatkan nilai ekonomi rotan sekaligus mengundang lebih banyak permintaan dari pasar di dalam maupun luar negeri," jelas Oscar Sukah, Ketua P2RK.

Di sektor perikanan, PT MMA adalah perusahaan pertama di Indonesia yang berhasil mendapatkan sertifikasi ASC untuk komoditas udang windu budi daya. PT MMA menerapkan sistem budi daya tradisional tanpa aerasi dan tanpa penggunaan pakan.

Dengan sistem ini PT MMA mengutamakan konservasi ekosistem hutan bakau sebagai faktor penunjang utama produksi komoditasnya. Setiap tahunnya PT.MMA mampu memproduksi sebanyak 20 ton produk udang windu per tahun dan hingga saat ini perusahaan telah berkontribusi melestarikan area hutan bakau di wilayah Tarakan dan Bulungan, Kalimantan Utara hingga seluas 30 hektare.

Perolehan sertifikasi ASC menunjukkan kemampuan PT MMA dan para mitra petambaknya untuk melakukan praktik konservasi, yaitu melindungi habitat mangrove dan menekan ancaman terhadap keanekaragaman hayati sekaligus mempertahankan kualitas produk dengan menjaga kualitas air dan meminimalisir penyebaran penyakit pada budi daya udang. Terobosan ini juga membuktikan bahwa praktik budi daya tradisional mampu menembus dan bersaing dengan industri budi daya yang intensif dalam memenuhi standar sertifikasi berkelanjutan yang diakui pasar global.

"Praktik budi daya yang dijalankan PT MMA telah menerapkan seluruh prinsip budi daya laut yang bertanggung jawab dan telah dibuktikan melalui perolehan sertifikasi ASC. Oleh karena itu, WWF mendorong adanya dukungan pasar untuk memperluas implementasi praktik budi daya serupa oleh pelaku usaha lainnya," ujar Abdullah Habibi, FIP & AIP Manager WWF-Indonesia.

Bertumbuhnya kesadaran konsumen Indonesia untuk mengkonsumsi produk ramah lingkungan dan bertambahnya jumlah produsen yang mampu menghasilkan produk bersertifikasi ekolabel menandai kemajuan dan kesiapan industri dan pasar Indonesia untuk menerapkan praktik produksi dan konsumsi yang memperhatikan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Di sektor produksi, usaha skala industri maupun skala masyarakat Indonesia telah membuktikan kemampuannya memenuhi persyaratan industri dan pengelolaan yang terbaik yang di dunia.

"Melalui upaya kampanye publik dan advokasi kepada pemerintah dan pihak swasta, WWF-Indonesia akan meluaskan implementasi konsumsi dan produksi berkelanjutan di komoditas-komoditas lainnya demi mewujudkan misi konservasi, yaitu keseimbangan alam dengan kehidupan manusia," pungkas Habibi. (mag)

BACA JUGA: