JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menegaskan kinerja ekspor bulan Juli 2017 tercatat meningkat sebesar 16,8% dibanding bulan sebelumnya (MoM), sehingga menjadi US$13,6 miliar. Peningkatan tersebut didukung oleh kenaikan ekspor nonmigas sebesar 19,9%, sedangkan ekspor migas turun 7,8%.

"Kinerja ekspor Indonesia yang terus tumbuh pada pertengahan tahun ini menunjukkan indikasi positif bahwa perekonomian global telah membaik," jelas Enggar dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Sabtu (19/8).

Negara-negara penyumbang surplus nonmigas terbesar pada bulan Juli 2017 dengan jumlah mencapai US$17,2 miliar yaitu India, Amerika Serikat, Filipina, Pakistan, dan Belanda. Sedangkan mitra dagang yang menyebabkan defisit terbesar yang jumlahnya mencapai US$13,4 miliar yaitu China, Thailand, Australia, Korea Selatan, dan Argentina.

Kinerja ekspor bulan Juli 2017 ini, lanjut Mendag, memberikan kontribusi terhadap kinerja perdagangan kumulatif Januari-Juli 2017 yang menghasilkan surplus US$7,4 miliar. Surplus ini dihasilkan dari surplus perdagangan nonmigas yang mencapai US$12 miliar dikurangi defisit perdagangan migas sebesar US$4,6 miliar. "Surplus ini jauh lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar US$4,8 milliar," ungkap Mendag.

Ekspor selama Januari-Juli 2017 masih mengalami peningkatan sebesar 17,3% atau menjadi US$93,6 miliar. Peningkatan ekspor selama periode tersebut didorong oleh penguatan ekspor nonmigas 7,4% menjadi sebesar US$84,8 miliar dan kenaikan ekspor migas 16,9% menjadi sebesar US$8,8 miliar.

Menurut Enggar, ekspor ke beberapa negara mitra dagang di sektor nonmigas selama Januari-Juli 2017 menunjukkan kinerja yang baik. Pada periode tersebut, ekspor nonmigas ke India, China, dan Spanyol naik signifikan dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 55,7%; 53,1% dan 42,6% (YoY).

Sementara itu, produk yang nilai ekspornya naik tinggi pada Januari-Juli 2017 antara lain besi dan baja (76,9%), timah (62,4%), karet dan barang dari karet (54,0%), bahan bakar mineral/ batu bara (52,3%) bahan kimia organik (42,2%), kopi, teh dan rempah (39,6 %), berbagai produk kimia (25,8%), dan kendaraan bermotor dan bagiannya (22,1%).

Enggar juga menyampaikan bahwa beberapa negara ekonomi besar dunia yang menjadi tujuan utama ekspor Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi positif di tahun 2017 ini. Sebagai contoh, perekonomian AS pada Triwulan II-2017 tumbuh 2,1%, RRT tumbuh 6,9%, Kawasan Eropa tumbuh 2,1%, dan Jepang tumbuh 2,0%.
Dibandingkan dengan Triwulan I-2016, pertumbuhan negara-negara tersebut pada Triwulan II-2016 relatif lebih baik (AS tumbuh 1,3%; RRT 6,7%; Kawasan Eropa 1,6%; dan Jepang 0,9%).

Sementara itu, Enggar mengungkapkan, Kinerja impor pada bulan Juli 2017 tercatat mencapai US$13,9 miliar, atau naik 39,0% dibanding Juni 2017 (MoM). Kenaikan impor bulan ini disebabkan oleh meningkatnya impor nonmigas sebesar 44,3% (MoM) menjadi US$12,1 miliar, dan impor migas yang naik sebesar 11,1% (MoM) menjadi US$1,8 miliar.
Kenaikan impor di bulan Juli 2017 ini menyebabkan defisit neraca perdagangan sebesar US$0,3 miliar di bulan yang sama.

Namun, menurut Enggar, peningkatan impor tersebut digunakan untuk pemenuhan kebutuhan di bulan Juli yang tertunda di bulan Juni yang nilai dan volume impornya turun masing-masing sebesar 10,7% dan 6,9%. "Pertumbuhan nilai impor nonmigas bulan Juli 2017 sebesar 44,3% MoM sebagai imbas dari kenaikan rata-rata harga agregat barang impor non migas bulan Juli sebesar 16,9% MoM," terang Enggar.

Secara kumulatif, impor Januari-Juli 2017 mencapai US$86,2 miliar atau naik 14,9% (YoY). Kenaikan nilai impor tersebut didorong oleh kenaikan impor seluruh jenis barang. Impor bahan baku/penolong naik sebesar 16,3%, dan impor barang modal naik sebesar 9,3%, serta barang konsumsi naik sebesar 13,5%.

Pembangunan infrastruktur di Indonesia secara masif tercermin dari peningkatan sektor konstruksi (6,5%), sektor transportasi dan pergudangan (8,2%) serta industri pengolahan (3,9%) dalam struktur PDB Indonesia pada Semester I-2017. Hal ini juga didukung dengan pertumbuhan investasi (dari modal domestik maupun asing) (qoq) di sektor tersebut yang naik pesat, yakni sektor konstruksi naik hampir mencapai sembilan kali lipat, transportasi dan telekomunikasi (31,6%), serta industri pengolahan logam dan elektronik (35,0%).

Peningkatan pembangunan tersebut mendorong meningkatnya produk-produk impor yang terkait dengan dua sektor tersebut yaitu impor kategori barang modal maupun bahan baku/penolong. Impor kategori barang modal yang tumbuh tinggi pada Januari-Juli 2017 adalah alat angkutan untuk industri (81,6% YoY) dan barang modal kecuali alat angkutan (3,2% YoY). Sedangkan kategori bahan baku/penolong yang tumbuh signifikan adalah bahan bakar & pelumas (processed), bahan bakar motor, serta suku cadang dan perlengkapan barang modal dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 65,7%, 39,7%, dan 10,3% YoY. (mag)

BACA JUGA: