TRIYOGA MUHTAR HABIBI
Sarjana Hukum dari Universitas Brawijaya Malang, Ketua Unit Kerja Khusus Reformasi dan Tranformasi Kelembagaan Ombudsman RI 

Perkembangan teknologi informasi yang berjalan begitu cepat turut mendorong perubahan pada tatanan kehidupan masyarakat. Salah satu perubahan yang dapat kita lihat adalah semakin berkurangnya interaksi secara langsung antaranggota masyarakat. Masyarakat cenderung berkomunikasi melalui jaringan, terutama yang berbasis media sosial.

Pola komunikasi melalui jaringan yang tidak membatasi jumlah peserta, ruang dan waktu, dianggap lebih efektif karena dapat dilakukan setiap saat dan disampaikan kepada masyarakat dalam jumlah banyak. Namun demikian, pola komunikasi melalui jaringan tersebut selain memberikan kemudahan, ternyata juga membawa dampak negatif berupa gampangnya melakukan tindakan menyebarkan informasi bohong. Hal itu disebabkan pada komunikasi melalui jaringan dapat dikatakan hanya berlaku satu arah di mana pemberi informasi tidak memerlukan adanya konfirmasi dari penerima informasi. Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai kementerian yang bertanggung jawab atas peredaran informasi di masyarakat hampir setiap hari menyampaikan data mengenai pemberitaan yang tidak benar atau mengandung kebohongan.

Dampak negatif yang sangat dimungkinkan ikut “menumpang” dalam perubahan pola komunikasi tersebut harus dicarikan solusi sehingga sedini mungkin dapat dicegah. Hal ini disebabkan, banyaknya berita bohong yang beredar, selain memberikan informasi yang tidak benar dan menyesatkan, apabila terjadi secara terus menerus dapat menggiring masyarakat memiliki karakter negatif berupa rasa tidak percaya masyarakat kepada pemerintah, pemangku kepentingan atau bahkan anggota masyarakat lainnya. Selain itu juga dapat menimbulkan karakter masyarakat yang tertutup, egois bahkan anarkis.  

Kondisi-kondisi tersebut dapat terjadi pada setiap komponen masyarakat, baik pada masyarakat bawah maupun masyarakat yang menempati level kelas menengah dan atas. Sikap masyarakat yang tertutup dan egois tentu tidak sesuai dengan kondisi dan budaya di Indonesia yang mengedepanan toleransi dan keterbukaan. Apalagi pada masyarakat Indonesia yang terdiri dari masyarakat majemuk dengan beraneka ragam suku, budaya dan adat istiadat. Apabila karakter negatif tersebut terus tumbuh akan menjadi ancaman dalam kehidupan bermasyarakat.

Prinsip Komunikasi dalam Kearifan Lokal di Indonesia
Indonesia yang dikenal sebagai masyarakat majemuk dengan berbagai keberagamannya, baik dalam agama, suku, etnis, dan budaya sebenarnya memiliki kearifan lokal yang apabila dikembangkan akan menjadikan Indonesia menjadi besar. Salah satu budaya yang sangat kental telah menjadi kearifan lokal pada berbagai suku di Indonesia adalah musyawarah. Pada suku Sunda terdapat budaya sawala, suku Jawa memiliki budaya rembug, atau pada suku Toraja yang dikenal dengan nama kombongan. Kearifan lokal tersebut memiliki karakteristik masing-masing, namun memiliki satu nilai yang sama yaitu budaya membicarakan sesuatu secara bersama-sama untuk menentukan pendapat bersama atas suatu permasalahan. Permasalahan di sini dapat diartikan sebagai suatu informasi maupun kondisi tertentu yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat secara komunal. Budaya musyawarah dalam berbagai model pada tiap suku tersebut sangat bernilai bagi kehidupan bermasyarakat, terutama pada kondisi saat ini di mana arus informasi berkembang sangat cepat dan deras.

Pada rembug atau rembukan, misalnya, sebagai salah satu kearifan lokal dari musyawarah memiliki beberapa kriteria yang menjadi kunci dasar dari kegiatan tersebut, antara lain adanya sikap terbuka, mau memberikan informasi, kesediaan membahas suatu hal dan tidak merasa benar. Berangkat dari kriteria yang menjadi kunci dasar tersebut maka pada rembukan akan terbangun pola selalu mendiskusikan atas suatu hal dan tidak serta-merta memberikan kesimpulan. rembukan tidak mungkin terlaksana apabila ada yang merasa paling tahu dan paling mengerti.

Budaya rembukan mendorong semua pihak terbangun pandangan sama bahwa komunikasi menjadi sesuatu yang wajib dan mesti dilakukan dalam membahas segala permasalahan. Budaya rembukan tidak hanya diartikan sebagai sebuah kegiatan diskusi secara berkelompok dan harus diikuti oleh beberapa orang. Sebagai suatu kearifan lokal,  berbicara membahas sesuatu meskipun diikuti hanya oleh dua orang sudah dapat dikatakan rembukan.

Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rembukan merupakan kata yang berasal dari kata rembug/rembuk dengan arti berbicara, nasihat. Ada pun rembukan diartikan sebagai cara untuk memperoleh sesuatu dengan contoh “melalui rembukan, diperoleh kesimpulan…”. Sedangkan sawala diartikan KBBI sebagai debat, bantah, diskusi. Berangkat dari hal tersebut dapat diketahui bahwa dalam kearifan lokal baik dalam rembukan, sawala maupun kombongan terbangun pola komunikasi, dialog sebelum memutuskan sesuatu.

Dengan kata lain pola diskursus sebenarnya telah lama berkembang pada masyarakat Indonesia melalui nilai-nilai luhur pada budaya musyawarah dalam wujud rembukan ataupun kearifan lokal lainnya.  Maka, dalam masyarakat yang terbiasa melakukan musyawarah, baik dalam bentuk rembukan maupun lainnya, terdapat nilai luhur dalam bentuk tidak menyampaikan informasi secara satu arah dan memaksakan satu pandangan sebagai yang paling benar.

Nilai-nilai yang menjadi syarat dalam rembukan atau budaya lainnya di atas, sejalan dengan prinsip komunikasi efektif. Dalam komunikasi yang efektif sesuatu dinilai benar maupun salah hanya bisa dinyatakan melalui bahasa yang rasional, bukan karena dilarang oleh moralitas kelompok tertentu, misalnya agama atau otoritas adat. Jadi, agamawan dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu tidak dapat mendasarkan pada klaim kebenaran agama karena semua orang juga dapat bersikap demikian, yang mengabsolutkan pandangan kelompoknya sendiri. Atas hal tersebut maka guna mencapai komunikasi yang efektif, setiap orang diberikan kesempatan yang sama secara bebas dan adil dalam memberikan pendapatnya. Setiap orang memiliki kesempatan mengungkapkan pandangannya dengan jujur, dan menanggapi pendapat orang lain secara fair. Seseorang bebas menerima atau menolak pendapat orang lain. kesepakatan atau kesepahaman pada akhirnya dicapai berdasarkan universalitas yang bisa diterima oleh semua pihak melalui perdebatan perspektif yang rasional.

Membentuk Karakter Komunikatif sebagai Langkah Membendung Berita Bohong
Kearifan lokal dalam wujud rembukan dan lainnya yang menekankan adanya keterbukaan, semangat saling menerima, mau memberikan informasi, kesediaan membahas suatu hal dan tidak merasa benar perlu terus dijaga. kearifan lokal tersebut akan menjadi ruang publik bagi masyarakat di mana setiap orang berhak dan bebas menyatakan dan menanggapi pendapat melalui diskursus yang rasional.

Kearifan lokal yang selalu dijaga secara tidak langsung akan menumbuhkan karakter pada masyarakat yang selalu terbuka menerima informasi selalu mengkomunikasikan segala sesuatu dan membahasannya secara bersama-sama. Karakter ini terbentuk karena adanya sikap terbuka pada seluruh anggota masyarakat dan kemudian akan menghasilkan kondisi setiap orang terbiasa selalu menggali dan mendikusikan secara lebih mendalam atas informasi yang diterimanya. Dalam proses diskusi juga akan terjadi proses mengutarakan pendapat, dan menerima pendapat orang lain. Dengan karakter komunikatif tersebut maka akan menjadikan setiap orang selalu bersikap terbuka, aktif menyaring informasi dan tidak hanya sebagai penonton atau penerima informasi.

Atas hal tersebut maka terhadap informasi yang belum jelas kebenarannya, akan dengan sendirinya tersaring dan tidak dapat diterima oleh anggota masyarakat. Di lain pihak anggota masyarakat yang membagikan informasi juga terbiasa dengan bersikap terbuka atas suatu pendapat dan perbedaan, sehingga tidak memaksakan untuk diterima oleh anggota masyarakat lainnya. Kondisi tersebut pada ujungnya akan membuat masyarakat bersikap positif dengan tidak menyebarkan berita bohong. Manfaat lainnya adalah pada anggota masyarakat akan tumbuh karakter positif yang terbuka dan tidak merasa paling benar. Apabila kondisi tersebut dapat diciptakan dan terus diterapkan oleh seluruh anggota masyarakat akan menjadikan kondisi bangsa bergerak ke arah yang lebih baik.

BACA JUGA: